22 : Tak Berjudul

4.6K 296 13
                                    

Pria itu terbangun dengan kepala yang terasa sakit, berkali-kali matanya berkedip kala sinar matahari menerobos masuk begitu saja dari jendela kamarnya yang tak tertutup gorden.

Doyoung bangkit dari tidurnya lantas beranjak dari kamarnya dengan jalan yang sedikit tertatih-tatih. "ANJING!"

Pria itu mengumpat kencang kala mendapati sosok seperti kuntilanak tengah tertidur di sofa nya.

"Lho? Kak doyoung udah bangun?" Wanita itu terduduk dengan rambut yang sedikit menutupi wajahnya. Doyoung menghela nafasnya lega, ia pikir wanita itu adalah tetangganya yang agak kurang waras. "Kamu kok bisa kesini?"

"You drunk like a crazy people front of me, sir. Inget-inget lagi coba."

Yessa yang memang sudah tersadar entah dari kapan itu mendudukkan dirinya di sofa. "Aku pamit mau pulang dulu, tadi aku sempet angetin soup yang ada di kulkas."

Doyoung masih tak bersuara, banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Mengapa yessa terlihat sehabis menangis?

Namun buka pertanyaan itu yang akan doyoung tanyakan, ada satu hal yang amat menganggu pikirannya. "Kenapa kamu ga anterin Jeffrey aja yang gak sadari diri? kenapa malah saya?"

Yessa tak menjawab, wanita itu sibuk melamun mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaan doyoung.

"Kenapa kamu nangis? Lagi berantem sama Jeff?... Sa, dengerin ini. Meskipun lagi berantem, kamu harusnya nggak gini, saya ngertiin kamu, sa. kamu emang masih muda, cuman jangan anggap pernikahan itu sama kaya pacaran, yang kalau ada masalah kamu bisa lari kapan aja. Ini pernikahan sa, Kamu harus dengerin pendapat Jeff-"

"Dengerin pendapat dia?" Yessa memotong ucapan doyoung dengan pertanyaan sarkas nya. "Kak doy nggak tau apa-apa. Kak doy nggak tau apa yang aku lihat semalem, kak doy nggak tau apa yang aku rasain, ngeliat kejadian itu bikin aku gelap mata akan semua kebahagian yang kak jeff kasih. Aku udah nggak sanggup, aku.."

Yessa menggantungkan ucapannya, air matanya sudah berderai, isakan kecil itu perlahan dapat doyoung dengar. "Aku bisa bertahan meskipun aku nggak mau, tapi... kali ini aku udah nggak bisa."

Doyoung terdiam, bingung hendak melakukan apa, ia hanya bisa melihat yessa yang masih saja menangis seraya menutup wajahnya. Tanpa alasan yang jelas doyoung ikut tersakiti, hati nya tergerak membawa jemari lentik itu menepuk punggung yessa lembut.

"Maaf, saya nggak tau."






* * *






Yessa menghela nafasnya kala keluar dari mobil. Doyoung mengantarkan nya pulang ke rumah ibu nya, yang dapat dibilang cukup jauh.



"Makasih kak-AKH!"




Yessa tersungkruk ke tanah, jelas doyoung sangat terkejut melihat apa yang terjadi di hadapannya.

"Bu, kenapa-"



PLAK!




"Kamu tuh cuman bisa malu-maluin ibu aja!" Wanita paruh baya itu mengatur nafasnya yang memburu. "Kalo kamu ga bisa kaya Nanda yang fokus sama kuliah! Seenggak nya kamu bisa kaya Nidya! Yang kalo nikah tuh nurut sama suami!"

Lagi, yessa kembali menangis untuk keberkian kalinya. Tidakkah cukup hanya membandingkan yessa dengan satu anak saja? Yessa sudah cukup tersakiti akan apa yang Jeffrey lakukan, ia memohon kepada Tuhan agar ibu nya mendengarkan dulu apa yang akan ia ceritakan.

"Jeffrey nyariin kamu seharian! Dan kamu malah pulang sama laki-laki lain, sa!" Wanita paruh baya itu menangis, melihat itu membuat air mata yessa tak berhenti dengan mudah.

Married With Single Dad [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang