Part 3

672 21 1
                                    

🧸🧸🧸

5 hari berlalu, rasa rinduku begitu menggebu, entah jika sebaliknya.

Padahal kita selalu bertengkar, ada saja titik masalahnya. Tapi kenapa ya, menunggu 5 hari saja sepertinya lama banget, kayak bertahun-tahun kurasa.

Akhirnya 5 hari berlalu, suamiku menapati janjinya menjemputku disini, sebelum pulang mas Jaenal diminta ibu dan bapak untuk menginap dulu beberapa hari, untuk melepas penat.

Segala macam menu masakan di siapkan ibu untuk menantu kesayangan nya. Yaa mumpung kita disini.

Ibu juga sudah paham kebiasaan mas Jaenal, setelah di suguhkan makanan, mas Jaenal selalu memberikan segepok uang berwarna merah untuk menggantinya ketika kami hendak pulang, ehhh!

Ibaratnya hilang 100 ribu, kembali sejuta. Haha...
Ibu mertua mana sih yang nggak suka dikasih duit, hayooo ngaku ...

Tapi jangan samakan menantu kita sama si mas Jaenal ya, karena ini hanyalah cerita. Kalo gak sama nanti nangesssssssssss. :v

Jangankan dikasih uang segepok merah, dikasih perhatian, bantuin mereka aja uhhhhh pasti mertua meleleh seneng banget.
Tapi itu cuma berlaku buat yang deketan rumah nya, kalo jauh di usahakan bawain oleh oleh ya, atau apalah. Kalo perlu tambahin uang warna biru merah beberapa lembar tergantung penghasilan dan keikhlasan hati 😁

***

Kembali ke cerita ⬇

Setelah itu kami menyantap makan malam bersama, mas Jaenal terlihat sangat lahap. Maklum lah, masakan ibu itu paling enak sedunia, hanya saja anaknya yang satu ini nggak bisa apa-apa selain masak air dan mie instan untuk suami tercinta nya di rumah.

"Laper apa doyan?" ledek ku.

"Husst, kebiasaan kamu ini, nggak sopan!" bapak menegur ku.

"Udah biasa, dia emang tengil pak."

Jawab mas Jaenal. Ia tidak malu melanjutkan makan di depan kami.

#Acaramakanselesai

"Ehh nggak perlu, gak perlu. Biar ibu saja yang bereskan semua. Ayo antarkan suamimu ke kamar, dia pasti lelah. Pijat dia."  Ucap ibu ketika aku hendak memebereskan piring.

Aku melirik nackal ke arah mas Jaenal, begitupun sebaliknya. Bukannya bales melirik nakal, malah melirik sinis, ya ampun berasa dikacangin.

Ya sudahlah, kebetulan aku juga malas membereskan bekas makan malam, ku ajak suami tersayang ku masuk ke dalam kamar.

Kamarku sempit, nggak seperti kamar kita di rumah mas Jaenal. Jangankan untuk kita berdua, untuk orang sekabupaten aja pasti muat.

Ibu dan bapak saling bersentuhan tangan dan tersenyum tipis. Mereka pasti udah mikir aneh tentang kita.

Mau apa kita di dalam kamar, padahal ya pasti berantem & cek cok  lagi.

🧸🧸🧸

"Aduhh, ngapain sih pake gandeng tangan segala. Risih tau! kan saya bisa masuk kamar sendiri!" mas Jaenal melepas tangan nya.

"Mau Ais pijit nggak?" tawarku.

"Nggak perlu, tidur aja sana. Besok siap-siap bangun pagi. Kita pulang."

"Nggak mau, Ais mau mijit!" paksaku.

"Nggak, saya gak capek, nggak ada yang sakit, jadi nggak perlu di pijit."

"Nggak, Ais mau pijit kakek, titik no debat! ayo mana yang sakit, apa perlu Ais gebukin dulu pake balok kayu yang gede, biar sakit?"

"Gila! Lama-lama saya masukan kamu ke Rumah sakit jiwa, ya!"

KAKEK MUDA CINTAKU [16+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang