Part 5

614 20 6
                                    

"Cilll ...."

"Bocil, wey .."

"Markonahhhhh!"

"Kemana ini bocah,"

Sebenarnya sih, aku dengar teriakan mas Jaenal. Tapi memang aku sengaja tidak menyahutnya.

"Anak itu kemana sih, di panggil-panggil juga." gerutunya.

Ahh anggap saja, itu suara angin.

"Kamu di luar, kan?"

Tetap saja, aku malas menjawab mas Jaenal, lagian tinggal keluar saja, nggak perlu teriak-teriak segala dari dalam kamar mandi. Paling cuma minta di bawakan baju yang ketinggalan di atas kasur.

"Hehh, aduhh! kenapa dipanggil nggak nyahut!"

Mas Jaenal melongok kepalanya dari kamar mandi.

"Maaf, Ais lagi sibuk. Nanggung game cacingnya belum mati."

"Tolong ambilkan baju saya di atas kasur, ketinggalan tadi. Tolong bawakan kesini, ya." pintanya.

"Ambil sendiri, kakek bisa jalan kan? kurasa belum terlalu tua renta!" jawabku tetap fokus dengan layar ponsel.

"Tolong lah, bawakan kesini. Saya mau ganti baju! simpan di sini, ya."

Kenapa sih, ganti baju aja harus di kamar mandi, kenapa nggak disini?

takut banget kalo aku liat, ribet amat jadi laki. Aneh!

"Ambil aja sendiri. Ais mau ambil paketan dulu di luar, udah di tungguin abang kurir ganteng nih!" jawabku ngelayur pergi.

🧸🧸🧸

Karena terburu-buru, aku tidak sengaja masuk ke kamar, tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ternyata sesampainya di kamar, ku lihat pemandangan tidak terduga.

Ku lihat dengan jelas, bentuk tubuh mas Jaenal, badannya kekar berotot. Hihi...
Sayang sekali, yang ku lihat hanya bagian belakang nya saja.

"Hehh, ngapain kamu di situ. Bocil nggak sopan!"

"Apaa, Ais nggak liat kok. Nih Ais daritadi udah tutup mata!" aku langsung menutup kedua mata.

"Telat, Markonah!"

Secepat kilat pemandangan itu musnah, mas Jaenal cepat-cepat mengenakan bajunya.

"Dasar, nggak sopan! genit!" mas Jaenal melirik sinis.

"Dasar nggak normal!"

Jawabku tidak mau kalah.

🧸🧸🧸

Sejak aku main ke tempat Indah, kami semakin sering menghabiskan waktu untuk chattingan. Dia menawarkan kerjaan untuk ku, karena dia tau bagaimana bosan nya aku di rumah.

Bukan kerja karena butuh uang, melainkan untuk melepas jenuh semata.

Tapi, keinginan itu di bantah mentah oleh mas Jaenal. Aku dilarang keras bekerja, apapun itu alasannya. Bukan hanya itu, aku juga dilarang keluar rumah tanpa izin darinya, menyebalkan bukan?

***

Ku rebahkan badan sembari menunggu mas Jaenal pulang. Selimut tebal sudah menutupi badan ku yang menggigil.
Entah lah, dari keberangkatan mas Jaenal aku merasa tidak enak badan.

Seluruh badanku rasanya demam, kedua mata ku terasa panas sekali.
Aku sengaja tidak menghubungi mas Jaenal, karena takut mengganggu nya, jadi biarlah begini, sampai ia pulang bekerja.

📞[ Notifikasi panggilan masuk dari mas Jaenal ]

["Hallo,"]

["Iya,"]

[Saya izin telat pulang, ya. Soalnya banyak banget kerjaan hari ini!]

["Iya,"]

[Kamu nggak apa-apa kan? kenapa suaranya begitu?"

Ternyata mas Jaenal memperhatikan suaraku.

"Nggak apa-apa, udah dulu ya. Ais mau tidur!"

Tuttttt ... Tutttt ...

Panggilan terputus, aku sengaja mematikan telepon dan berusaha memejamkan mata agar segera tertidur.

🧸🧸🧸

Pandangan berkunang-kunang dan sekeliling tiba-tiba gelap.

Setelah sedikit jelas, ku buka mata perlahan. Ternyata mas Jaenal sudah ada di sini, kedua tangan nya menggenggam tangan ku erat.

Apakah ini mimpi?

Ini pertama kali mas Jaenal menggenggam tanganku. Terdapat airmata di celah kedua matanya, apa mas Jaenal menangisiku? ah rasanya tidak mungkin.

"Kamu sudah sadar? syukurlah, saya sangat khawatir!"

"Iya, untung sadar!" jawabku.

"Kenapa ngomongnya begitu? kenapa tau lagi sakit, nggak minta saya
pulang cepat?"

"Udah nggak perlu lebay, cucumu tidak apa-apa." jawabku enteng dengan badan masih lemas.

Setelah dua hari, aku di rawat mas Jaenal, di jadwal makan teratur olehnya, dipaksa minum obat meskipun harus repot pake air di sendok. Karena dari kecil, memang aku tidak bisa menelan obat.

Obatnya kecil, tapi saat mau di telan, obat itu kayak berubah jadi gede, susah sekali ku telan.

Ada yang sama nggak sih? Ya ampun, kita satu server.

🧸🧸🧸

"Udah sehat sekarang, dek?"

What? semenjak aku pingan, banyak sekali perubahan pada diri mas Jaenal. Mulai dari perhatian, sampai dia rela tidak berangkat kerja.
Dan sekarang, panggilan bocil dan markonah dia ganti jadi dek.

"Hayooo, pasti kakek nih keceplosan, manggil siapa tadi? ngaku dehhh!" Ledek ku.

"Saya manggil kamu,"

"Kakek tuh udah tua, gak pekaan, tapi sayang!" ku hentikan perkataan.

"Sayang, kenapa?"

"Aaaaaaaa, cie mangggil sayang," ucapku geli.

"Awas aja nanti malam!" ucapnya.

"Apaaa, kakek bilang apa tadi?"

"Nggak!" jawabnya singkat.

"Apaa!" paksaku.

"Dibilang enggak!"

"Nggak mau tau, pokonya apa!" Berontak ku.

"Awas aja, nanti malem tidur di luar!"

"Hmmm,"

🧸🧸🧸

Bersambung.

KAKEK MUDA CINTAKU [16+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang