16:00 kami mulai bersiap-siap. Aku mengenakan baju dari mas Jaenal, bajunya sederhana tapi terkesan mewah karena harganya yang mahal.
Aku ingin terlihat cantik di depan teman-temannya, intinya hari ini aku tidak mau mempermalukan nya.
Semua make up ku pakai, kulit wajah kuning langsat di tambah dengan dempulan-dempulan make up. Rasanya seperti bukan aku, kekuatan make over memang mengesankan."Ayo, Ais udah siap!" aku keluar dengan pede-nya. Mas Jaenal terdiam sesaat, matanya tidak berkedip memandangi wajahku.
"Hey! terpesona ya?"
"Terlihat lebih dewasa," jawabnya, lalu tanpa basa-basi mengangkat dua koper keluar. Aku mengikutinya dari belakang.
Perjalanan ke kondangan tidak begitu jauh, setelah itu kami tidak membuang waktu lama disana, karena niat kami akan melanjutkan perjalanan lagi ke tempat yang aku saja tidak tau kemana.
Benar saja, perjalanan tak seperti yang aku bayangkan, perjalanan memang jauh.
"Kapan sampai nya, si?"
"Nanti, sebentar lagi!"
🧸🧸🧸
"Kita melepas penat disini dulu, ya."
"Kakek nih prank Ais ya? katanya mau liburan, kok malah ke sini!"
"Lho ini juga liburan, kalo kita udah nggak capek, baru saya ajak kamu ke tempat wisata di daerah sini." jawabnya tenang.
"Ah, mana ada tempat wisata disini!"
"Ada, udah kamu jangan ngeyel. Kamu saja yang tidak tau."
Tempatnya sangat sejuk, indah dan terjaga kebersihan nya. Di sini terdapat villa yang sangat besar, tentunya bagus menurutku. Tapi kenapa mas Jaenal mengajak aku kesini, apa mungkin dia bosan dengan suasana kota?
Hmmm.
🧸🧸🧸
"Ah dingin sekali,"
Mas Jaenal menoleh ke arahku, dia berhenti membaca sebuah buku di tangan nya.
"Apa liat-liat?" ketusku.
Sebel nggak sih, kalo mancing tapi yang dipancing nggak ngerti-ngerti.
"Itu ada selimut, apa perlu saya ambilkan?"
Lagi-lagi jawaban yang tidak aku harapkan keluar dari mulutnya, ya ampun. Begini amat nasibku, punya suami banyak uang tapi tanpa napsu, sama aja bohong.
"Udah lah, sana kakek tidur di luar aja, Ais mau sendiri. Intinya kamar ini milik Ais seorang!" usirku.
"Lho, kok gitu, emang berani?"
"Ya berani lah, Ais tuh pemberani. Emangnya situ!" jawabku sinis.
Mas Jaenal ku dorong paksa agar keluar kamar, rasanya gedegg banget liat dia.
🧸🧸🧸
Emm ternyata bener kata mas Jaenal, aku tidak bisa tidur malam ini.
Meskipun tanpa Anu, memang nyaman selalu ada mas Jaenal di dalam kamar bersamaku.Biasanya dia tidak mau tidur duluan sebelum aku pulas. Ada saja aktifitasnya, entah membaca buku atau menyelesaikan pekerjaan nya.
Hanya saja mungkin, kalau dia benar-benar lelah, mas Jaenal meminta izin untuk tidur lebih awal.
Aku beranjak turun dari ranjang, ku buka sedikit jendela kaca yang ada di kamar ini. Tempat nya bagus, di luar banyak sekali lampu kerlap kerlip. Dengan taman bunga indah di pinggir jalan.
"Siapa dia?"
Setelah aku perhatikan, ternyata mas Jaenal yang ada disana. Dia duduk di sebuah bangku panjang, di tengah-tengah cahaya lampu itu.
Sedang apa mas Jaenal?
Mas Jaenal duduk sendiri, lalu merebahkan badan nya menatap banyaknya bintang di langit.
Kenapa aku jadi iba ya?
Aku akan meminta mas Jaenal masuk, kemari.Ku gapai ponsel yang masih berada di tas dalam tas ku, sejak kami sampai, belum sempat aku menyentuh HP, apalagi memainkan nya.
🧸🧸🧸
[Drrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr]
Saat aku mencoba menelfon mas Jaenal, kenapa ada suara getar di ruangan ini?
"Ahhh kan, ternyata bener! dia keluar nggak bawa HP!" kesalku.
Mana mungkin malam-malam gini, aku teriak memanggilnya? Yang ada aku di sangka gila.
Sedangkan kalo ku paksakan keluar, jiwa penakut ku meronta.Empat bulan menikah dengan mas Jaenal, baru kali ini aku menyentuh barang pribadinya.
Ponsel saja baru ku pegang, apalagi yang lainnya.
Ku letakan kembali ponsel mas Jaenal, lalu bersiap memejamkan mata dengan paksa. Namun sebelum itu, masuklah pesan WhatsApp dari kontak yang bernama, "Iwan" mengambang dari atas layar ponsel.
Siapa iwan? apa itu rekan kerjanya?
📩: Gimana, sudah di praktekan?
Itulah isi pesannya, aku semakin penasaran dengan pesan mas Jaenal sebelumnya. Akhirnya dengan sadar atas kelancangan ku, ku buka seluruh isi percakapan whatsapp mereka.
Terkejut, terharu dan bercampur ngakak membaca chat mereka. Ternyata mas Jaenal sering menanyakan hal yang sama, setiap harinya. Pertanyaan dengan respon jawaban si Iwan, semuanya ada di sini. Mungkin mas Jaenal lupa menghapusnya, atau mungkin dia tidak menyangka, aku akan membuka pesan-pesannya.
Jaenal 📩: Aduh, gimana. Sampe sekarang aku belum berani minta ke istriku. Aku masih malu.
Jaenal 📩: Apa ada cara yang ampuh, biar bisa membuang rasa ini, Wan?
Jaenal 📩: Aku pengen juga seperti suami di luar sanq, tapi bingung dari mana aku memulainya.
Jaenal📩: Bingung saya, wan. 4 bulan aku belum meminta kewajiban atau memberikan haknya. Kasihan istriku, mendapat suami seaneh aku.
Begitulah isi percakapan mas Jaenal. Dan balasan Iwan aku skip.
Jadi mas Jaenal mengajakku kemari, karena ide dari si Iwan ini?
Dia menyarankan agar mengajaku ke tempat yang bagus dan pas untuk berbulan madu?
Tapi kenapa si Jaenal abidin malah nurut gitu aja pas aku usir?
Setelah itu, aku langsung mengecek pencarian google nyq. Ternyata benar, mas Jaenal sedang mencari cara agar bisa menunaikan hak ku. Omg!
Beginilah pencariannya di google:
🔎Bagaimana caranya minta duluan, ke istri?
🔎Bagaimana menghilangkan rasa takut dan malu, saat pertama kali bercinta?
🔎Bagaimana cara memuaskan istri di ranjang?
🔎Macam gaya bercinta.
🔎Seperti apa bentuk kel*min, wanita?
Duh mengakak diri ini, begitu polosnya suamiku ternyata.
🧸🧸🧸
Aposeh ..
NEXT....
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKEK MUDA CINTAKU [16+]
Teen Fiction16+ Ais, perempuan malas yang memiliki cita-cita menjadi istri orang kaya. Dan pada akhirnya impian itu terwujud, ia menikah dengan Jaenal, pemuda dewasa yang begitu tampan dan mapan. Namun pernikahan nya tidak seperti kebanyakan orang, ia harus be...