Sudah dua bulan aku pindah sekolah, bertemu teman baru dan sama sekali tak pernah bertemu teman lamaku, hanya sesekali melakukan video call dengan Aini, sedikit menghilangkan rasa penasaranku tentangnya. Menanyakan bagaimana kabarnya setelah aku tidak lagi disana? Apakah dia ada mencari aku lewat Aini?
Entah apakah rasa yang aku miliki untuknya? Kata Ayah juga Bunda perbuatan ku menjalin hubungan dengannya adalah kesalahan. Apakah rasa yang aku punya ini juga termasuk didalamnya?
Aku memandang langit senja, ada satu moment dimana aku dan dia tanpa sengaja menikmati senja bersama di roof top sekolah. Bisa dibilang itu awal kedekatan dan juga awal rasa kagum ini tumbuh.
Begitu mengingatnya, bukan lagi hanya tentang rasa sayang yang menggebu tapi juga sedih dan sakit bercampur jadi satu.
Aku sakit hati, saat melihat dan mendengar semua perkataan Ayah yang sampai sekarang sejujurnya masih terngiang akan semua perbuatan yang menurutnya adalah kesalahan.
"Dia lagi fokus prepare ujian, tiap hari pasti ke perpustakaan sekolah"
Aku tersenyum mendengarnya, ternyata dia baik. Menjalani kehidupan normal tanpa mencoba cari tahu tentang diriku. Syukurlah, setidaknya walau aku sudah meninggalkannya dia tetap baik.
"Makasi ya Ni, makasi selalu jadi yang pertama ada disaat sedih dan juga kacau gini"
Dia sudah baik. Itu cukup. Selanjutnya hanya tinggal aku mengatasi perasaanku sendiri. Akankah selalu aku pendam atau aku harus belajar melupakan. Aku masih muda, dan perasaan ini bukankah wajar dialami setiap wanita seusiaku?
Bagaimana cara yang tepat untuk membuat rasa ini bersembunyi untuk sementara? Setidaknya sampai waktunya tiba untuk rasa ini bisa siap bertumbuh.
Aku memutuskan untuk menutup segala hal yang berurusan dengannya. Mencoba sadar dengan hal yang ada di depan mataku. Akhir pekanku kali ini adalah yang terakhir kali aku mencari tau tentang Putra, setidaknya itu yng bisa aku lakukan.
"Jangan keseringan telat makan, kamu sepertinya ada asam lambung. Tadi kumat kayaknya"
Aku terdiam. Hari ini memang aku belum sempat sarapan sama sekali padahal ini adalah hari senin dan sudah pasti ada upacara bendera seperti biasanya. Aku pingsan, hanya karena pergi tanpa sarapan. Hari yang bagus.
"Baik pak. Emm... Terimakasih atas bantuannya, saya izin kembali ke kelas pak. Permisi"
Aku langsung pergi, agak canggung rasanya ada didalam uks tanpa siapapun, hanya aku dan juga Pak Raka, yang kebetulan memang sering jaga di uks sekolah.
Dua bulan di sekolah ini aku belum bisa mendapatkan teman yang bisa aku percayai sepenuhnya selayaknya Aini atau Fisyi, mungkin akan ada nanti seorang teman yang bisa membuatku nyaman.
Disaat aku berjalan ke kelas, samar aku mendengar beberapa siswa yang berbisik, firasatku mengatakan bahwa mereka sedang membicarakan ku, tapi apakah ada yang menarik dari diriku untuk dijadikan bahan gunjingan?
Gila... Baru dua bulan sekolah disini tapi bisa ngegeser posisi Amanda ikut olimpiade
Serius dia orangnya? Wah Amanda gimana?
Aku mengernyit heran, olimpiade apa? Aku menatap ponsel yang sejak tadi aku genggam, mencoba mencari tahu tentang mereka yang sedang asyik bergunjing tentang diriku, mungkin saja ada jawabannya di benda persegi ini.
Nihil. Ponsel yang aku harapkan bisa menjelaskan semuanya ternyata tidak membantu sama sekali. Tak lama setelah itu fokus ku teralihkan mendengar pengumuman dari pengeras suara di seluruh penjuru sekolah
KAMU SEDANG MEMBACA
Alifia Hafidita
Teen FictionAda yang pernah memberitahuku jika ingin menangis tanpa ada yang tahu, menangis lah bersama hujan. Kalimat itu selalu terngiang dalam benakku, seorang Alifia Hafidita yang selalu terlihat ceria di mata orang banyak tapi sejujurnya ada yang selalu me...