Bertemu Zian.

263 30 0
                                    

Aslan turun dari pesawat. Dengan koper di tangannya, dia pergi mencari cafe sebagai tempat peristirahatannya. Sepanjang perjalanan, perhatian tidak bosan mengikutinya. Banyak mata yang memandangnya penuh ketertarikan, kekaguman, dan memuja. Padahal Aslan sudah menutupi sebagian wajahnya menggunakan masker, tapi ternyata itu tidak cukup. Mungkin karena rambutnya yang nampak mencolok dari yang lain.

Tidak tahu saja dia, bukan hanya rambutnya  yang tidak biasa. Namun penampilannya juga turut andil menambah kadar ketampanannya. Aslan memakai kaos hitam polos yang dibalut dengan jaket denim, celana jeans serta head band di kepalanya memberi kesan liar bagi mata yang melihat.

Setelah hampir sepuluh menit mencari, Aslan akhirnya menemukan sebuah kafe. Ketika membuka pintu masuk, dia segera disuguhi dengan aroma kopi dan coklat yang begitu memanjakan Indra penciumannya. Mata Aslan meneliti dan menemukan tempat kosong di sudut ruangan. Berjalanlah dia menghampiri tempat tersebut, lalu duduk dengan nyaman.

"Pelayan!" Serunya sambil mengangkat tangan. Salah satu pelayan menghampiri Aslan dengan sedikit tergesa.

"Ya mas, mau pesan apa?" Pelayan bertanya seraya tersenyum formalitas.

"Americano satu."

"Hanya itu?" Aslan mengangguk singkat.

"Baik, ditunggu." Setelah mengatakan itu, si pelayan pergi.

Aslan menyalakan ponselnya, menekan ikon aplikasi chat lalu mencari kontak seseorang.

Dad

|Daddy gak perlu suruh orang buat jemput Aslan. Aslan mau langsung ke
sekolah Zian, sekalian daftar.
Sayang Daddy.

Setelah itu, dia mematikan ponselnya. Dan beberapa saat kemudian, Americano pesanannya sudah datang. Ditemani secangkir kopi yang mengepul, Aslan benar-benar menikmati waktu santainya.

°•°

Disinilah dia berdiri sekarang. Di depannya, sebuah gedung besar menjulang. Tulisan 'Baxton Senior High School' terpampang jelas diatas gerbang utama. Aslan datang menggunakan taksi, butuh waktu sekitar satu setengah jam agar bisa sampai di tempat tujuan. Kini, jarum jam telah menunjuk pada angka 12. Kemana koper Aslan? Dia titipkan pada sopir taksi, meminta untuk mengirimnya ke mansion Lorenzo.

Sebuah kebetulan yang beruntung. Karena dirinya sampai bertepatan dengan jam istirahat, jadi tanpa membuang waktu lagi, Aslan segera bergegas menuju kantin. Tapi tentu saja, bukan Aslan namanya jika tidak menjadi objek perhatian. Bisik-bisik bergemuruh membicarakannya, para siswi tidak segan melayangkan tatapan memuja padanya.

Darimana sosok Dewa ini datang?

Tidak menghabiskan lima menit untuk menemukan letak kantin. Aslan bisa menemukannya dengan mudah karena dia sudah diberi denah sekolah oleh ayahnya. Jadi, begitu kakinya menginjak kawasan kantin, tidak heran suasana disana sangat ramai. Aslan menipiskan hawa keberadaannya, jengah juga lama-lama ditatap banyak orang.

Sementara dia berdiri mengambil postur santai, sepasang mata merah mengkilat bergulir menelusuri wajah-wajah dengan seksama. Mencocokkan mereka dengan bayangan wajah kembarannya di benaknya.

Ada.

Di pojok sana, Zian tengah bermain ponsel. Aslan melihat sepiring nasi goreng yang terabaikan keberadaannya. Menggelengkan kepalanya, dia melangkahkan kakinya kemudian berhenti tepat di belakang Zian.

Aslan's TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang