Bab 1

29 3 0
                                    

Kaluna mendengus saat melihat selembar undangan yang tergeletak rapi di atas meja kerjanya. Sudah dapat dia pastikan, itu adalah undangan pernikahan, lagi. Kalau Luna tidak salah hitung, sepertinya itu adalah undangan ke enam yang dia terima dalam sebulan ini. Luar biasa!

"Ini orang-orang pada kenapa sih hobi banget kawinan di bulan yang sama. Heran deh gue," Gerutu Luna.

"Musim hujan, Lun, maklumi aja lah. Pada mau nyari kehangatan sama pasangan," seloroh Ari sambil terkekeh geli.

"Bikin api unggun sono kalau mau hangat! Atau bakar gedung aja sekalian, biar membaraaaa!" Sungut Luna.

"Beda, bego!" Ari melemparkan pulpen ke arah Luna, namun dengan cepat gadis itu menghindar.

Luna membuka undangan tadi dan membacanya. Dia kembali mendengus saat melihat tanggal pesta pernikahan yang tertera di undangan tersebut. "Gila, resepsinya tanggal lima belas. Padahal tanggal tiga belasnya gue kondangan di tempat kawan gue yang lain. Anjir lah! Gajian gue bulan ini habis buat kondangan doang, buset!" Gerutunya.

"Nasib jadi orang yang punya banyak kenalan tuh emang gitu, Lun. Dikit-dikit dapet undangan kondangan. Makanya, kaya gue aja. Nggak terlalu banyak teman dan kenalan. Hari-hari gue jadi aman deh dari serangan undangan kondangan," kata Ari, membanggakan diri sendiri.

"Dih, nolep aja bangga. Hari gini hidup itu kudu punya banyak kolega, cuy. Udah miskin, nggak punya skill, nggak punya kolega, mati aja lo sono. Melarat aja lo sampai mampus!" Balas Luna dengan sengit.

"Si anjing malah nyolot!"

"Lo tuh anjingnya!"

Brak!

"Bisa diem nggak sih lo berdua? Berisik aja dari tadi!" Sentak Lia usai menggebrak meja kerjanya. "Gue lagi pusing nih bikin laporan. Lo berdua kalau mau adu bacot jangan di sini. Minggat sana lo berdua ke Antartika! Adu bacot dah lo di sono sampai mampus kedinginan!"

Bukannya merasa bersalah, Luna dan Ari malah cengengesan. Tidak takut sama sekali walau Lia sudah menghadiahi mereka pelototan super tajam. Setajam mulut tetangga Anda.

Luna lantas memasukkan undangan tadi ke dalam tas. Ia segera duduk dan mulai mengerjakan pekerjaannya. Dia tidak mau lembur lagi hari ini. Sudah cukup tiga hari kemarin dia lembur berturut-turut. Hari ini dia mau pulang cepat. Mau jalan-jalan dan makan malam bersama sang pacar. Baru membayangkannya saja, Luna sudah senyam senyum sendiri. Maklum lah, Luna kan memang bucin. Karena pacarnya juga sangat bucin pada Luna.

Walaupun bucin, tapi Luna dan pacarnya tetap saja sering perang mulut. Masalah kecil, sepele dan sangat tidak penting, sering sekali membuat Luna dan Abi ribut perang argumentasi. Saling debat, ingin menang sendiri dan tidak ada yang mau kalah. Benar-benar pasangan yang sangat serasi sekali bukan?

"Lun, nanti mau balik bareng gue lagi atau nggak?" Tanya Lia, sembari merenggangkan otot-ototnya yang mulai pegal. Lelah seharian duduk di depan komputer.

"Nggak, Mbak. Gue nanti dijemput sama Abi. Mau kencan, ohohoooo," jawab Luna dengan wajah kegirangan.

"Kencan mulu, tiati bunting lo, Lun!"

"Bunting yaudah sih, tinggal kawin aja lah. Susah amat," seloroh Luna diiringi tawa kelakarnya.

"Lo mah kawinnya udah, nikahnya aja yang belum!" Ralat Ari, ikut menimbrung obrolan kedua rekan kerjanya.

"Astagfirullah, Ari kalau ngomong!" Sentak Luna, "suka benar deh. Jadi enak..," lanjutnya dan langsung tertawa keras.

Lia geleng kepala. "Memang udah nggak waras ni anak,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cintaku Terhalang Weton Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang