Bab 4.

139 4 0
                                    

Lin tidak pernah bersiap untuk bertemu siapapun. Dia canggung dan kaku dihadapan orang. Karena itulah, berpapasan dengan Mark membuatnya seolah merosot ke bawah tanah. Tatapan pria itu juga seolah mengintimidasi Lin, mungkin karena dia jarang mendapat tatapan pria dari jarak sedekat sekarang.

Baru mau melangkah masuk ke lift, tiba-tiba seorang masuk dengan terburu-buru. Alhasil, Lin limbung ke depan dan jatuh lagi di hadapan Mark.

"Ya ampun, maaf, maaf, maaf," kata si penabrak badan Lin.

Mark yang sigap, menangkap badan Lin supaya badannya tak sampai limbung ke lantai. Di dalam lift, ketiganya kikuk dan saling merasa tidak enak.

"Aduh..." ringis Lin perih. Lututnya lecet entah bagaimana.

"Maaf ya mbak, astaga, aku gak sengaja..." tambah si penabrak lagi.

Lin semakin canggung, sebab berdirinya jadi tidak seimbang. Dia harus bertumpu pada lengan Mark yang dari tadi memeganginya supaya bisa berdiri seimbang.

Lin menggigiti bibirnya. Dia super malu dan kesakitan. Lecet di lutut itu, membuatnya menahan perih dan getir.

"Maaf ya mbak, aku gak hati-hati, maaaf sekali..." si penabrak tak hentinya memohon maaf. Dia memang gegabah dan membuat orang lain jadi korban.

"Sudah, biar Saya yang bantu." Setelah diam beberapa saat, Mark akhirnya buka suara. Kedua perempuan itu terdiam dan saling mendongak padanya.

"Terimakasih Mark, tapi gak usah, aku bisa kok..." tolak Lin sungkan.

"Iya mas, gak usah,  biar aku aja yang bawa mbaknya. Lagian aku bawa P3K mini kok." si penabrak menawarkan diri.

"Kamu mau ada kepentingan apa disini?" tanya Mark tanpa basa-basi pada si penabrak Lin.

Lin kaget, suara pria itu berubah berat dan tegas. Si penabrak Lin juga berubah heran, pria itu berubah jadi berwibawa.

"Saya... Saya ada urusan mendadak mas. Mau ada jumpa dengan kakak Saya di atas. Mau kasih flashdisk yang tinggal. Dia mau rapat penting sebentar lagi."

Voila! Mark seolah mendapat alarm. Pasti salah satu anggota rapat kali ini teledor.

"Begitu ya, daripada kakak kamu kena tegur dengan bosnya, mending kamu urus flashdisk kakak kamu. Biarkan dia bersama Saya. Hm?" Tatapan Mark berganti satu per satu ke arah mereka.

Lin yang tak bisa berkutik lagi, tidak merasa ada alasan untuk menolak.

"Aih, makasih ya mas. Makasiiih... Maaf ya mbak, maaf juga,"

Lin hanya balas tersenyum kecil. Sedikit banyak jadi serba salah. Sekarang dia malah dihadapkan pada Mark.

Seusai si penabrak keluar lift, Mark dan Lin juga ikut keluar. Mereka berbelok ke kiri dan menuju sebuah bilik ruangan.

Lin membaca papan ruangan itu. Tulisannya jelas terbaca 'Klinik Darurat Pegawai'.

"Duduk." Ucap Mark memberi kursi.

Lin duduk dengan tak nyaman. Roknya jadi terasa pendek entah bagaimana. Padahal Lin sudah biasa duduk dengan rok spandek begini. Tapi karena kali ini posisi kakinya tak bisa ditekuk, Lin jadi canggung duduk dengan posisi demikian.

Mark yang menyadari kecanggungan Lin langsung memberinya kain yang di dapatnya dengan asal di meja. Tanpa bertanya, dia melebarkan kain dan menutup tepat diatas paha Lin.

"Tunggu ya, biasanya di jam segini ada petugas klinik. Tapi kayanya sekarang lagi gak ada. Jadi biar aku yang kasih betadinnya. Tenang aja, aku belajar P3K kok." kalimat Mark langsung memecahkan kecanggungan diantara mereka. Lin segera tertawa kecil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Molly With LollypopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang