Bab 6

5 6 2
                                    


6. Pulang

"Tak selamanya pulang berarti 'pulang'"

__^^__

"Randy?"

Randy mendongak mendengar namanya disebut seseorang. Dia yang menelungkupkan kepala diatas meja bar, seketika menegak menemukan Septian tengah menatapnya gamang.

Ini dia lagi musuhan sama Septian, kan, ceritanya?

"Lo ngapain disini?"

Randy menggeleng sebagai jawaban. Lalu cowok itu menggeleng lagi karena sadar Randy yang dulu tak akan membalas atau mendengarkan apapun yang Septian katakan. "Bukan urusan lo!" Ketusnya kemudian.

"Pulang. Ntar mama papa nyariin lo,"

"Gue bilang bukan urusan lo! Ngerti nggak?!"

"Ini bar gue. Dan gue minta lo pulang sebelum gue seret keluar. So, pulang!" Suara Septian menegas.

Randy menatap cowok itu lama sebelum mengumpat kasar. Bangkit dengan penuh paksaan, Randy beruntung masih sadar karena hanya minum satu gelas.

"Ran!" Septian memanggilnya lagi.

Mendengkus samar, tak urung Randy menghentikan langkah juga. Dia menoleh, melihat Septian yang tampak ingin menyampaikan sesuatu tapi tertahan dibalik bibir.

"Titip salam buat mama papa." Ucap cowok itu akhirnya.

"Sampein sendiri bangsat!"

Randy keluar dengan langkah songong. Mengutuk diri karena sudah berkata kasar pada Septian yang jika Maisha tau, dia pasti tak akan mau melihat wajah Randy selama dua hari.

•••

Randy menatap lama rumah mewah dua lantai yang tersaji didepan mata. Sejak memulai kuliah empat tahun lalu, Randy memutuskan hidup mandiri dengan menyewa apartment. Dia hanya sesekali pulang dan itupun jika butuh uang. setelah menikah dengan Maisha, barulah Randy lebih sering pulang karena bosan mendengar celotehan Maisha yang kadang tidak ada isinya selain marah-marah.

Mama dan papa menyukai Rumaisha. Sangat. Ketika pertama kali Randy membawa Maisha kerumah untuk kemudian meminta restu, dalam sekali lihat saja Mama langsung mengangguk setuju.

"Cepetan aja nikah. Mama gak sabar nimang cucu," ujar mama waktu itu.

Randy awalnya bahagia, cintanya direstui orangtua. Ya walaupun sekarang agak menyesal juga, kenapa dia harus se-terburu-buru itu?

"Pikirin yang matang, Ran. Rumah tangga bukan main-main, tanggung jawab kamu gak kecil. Apalagi kalau udah punya anak, berat. Papa gak mau ujungnya malah gak baik, siap-siap aja keluar dari daftar ahli waris."

Itu nasehat papa sebelum ia menikah. Randy hanya meng-iyakan, dia sama sekali tidak mendengar karena sudah buta akan cinta. Sekarang ribet sendiri jadinya.

"Masuk, den. Dari tadi berdiri disini bapak liatin, gak papa ini masih rumah aden." Pak Jono menghampiri Randy yang masih belum bergerak.

Randy mengangguk sembari tersenyum tipis. "Mama ada pak?"

"Ada. Boss juga ada.  katanya hari ini libur."

"Wah, kebetulan berarti saya pulang."

"Iya, den. Bapak juga gak nyangka."

Randy berjalan memasuki halaman rumah diikuti pak Jono. Melirik kanan kiri mencari perubahan apa yang terjadi selama ia tidak berkunjung. Tidak banyak yang berubah, selain koleksi pohon buah naga kesayangan Septian--yang sering Randy kira kaktus-- sudah tidak ada.

"Septian kapan terakhir datang, pak?"

"Apa, den?"

"Septian. Kapan terakhir datang kesini?"

"Sep--"

"ANAK MAMA!!"

Randy hampir ambruk andai tidak kuat menyeimbangkan diri. Mama tiba-tiba menubruknya dengan pelukan erat yang membuat nafas Randy tercekat.

"Mm-ma, Ran-dy g-gak bi-sa nap-pas!"

"Eh, maaf sayang maaf. Ya ampuun, mama kesenengan kamu akhirnya pulang."

"Ya gak harus sampe bikin anak sakaratul maut juga!" Randy mengusap dadanya yang terasa sesak.

"Halah! Lebai kamu. Ayo, ayo masuk. Papa kamu kebetulan gak kerja, jadi kita bisa makan bareng hari ini."

Randy mengikuti langkah sang mama masuk kerumah. Menyisir ruangan tamu yang cukup lama tidak ia lihat, Randy lagi-lagi dibuat mengernyit karena tidak melihat foto-foto Septian yang biasanya tertempel disana sini.

"Foto-foto Septian mama kemanain? Dulu aku sentuh aja ngamuk-ngamuk."

Bisa dibilang, dirumah ini dulu, lebih banyak pigura cowok itu dibanding dirinya. Ya memang sih, Randy gak suka difoto. Tapi awal-awal dulu, dia tetap merasa iri.

"Papa dimana sih?!" Gerutuan mama terdengar. Sepertinya wanita itu tidak mendengar apa yang Randy ucapkan.

"Tumben papa gak kerja?" Randy mengeraskan suara.

"Capek katanya. Mama kaget juga denger papa bisa ngomong capek."

Randy terkekeh sedang, tangannya berjalan menyusuri meja pajangan yang dulu seingatnya menjadi tempat piala Septian bernaung, kini berganti fungsi jadi pameran guci. Dia mengangkat satu guci antik sang mama saat bicara pelan, "Mama gak telpon Septian? Suruh pulang aja. Bukan apa-apa sih, cuma kalo rame kayaknya seru juga."

"Ngomong apa sih kamu? Dari tadi Septian-septian mulu. Siapa sih Septian?!"

Prang!

Pegangan Randy pada guci sedang dengan ukiran sederhana terlepas begitu saja. Guci berwarna gold itu meluncur kelantai lalu berderai.

"SAYANGKUUU!!" Mama Randy histeris jatuh terduduk.

Sementara Randy, nafasnya sekejap hilang dari badan. Waktu serasa terhenti saat kilasan kenangan keluarga mereka dulu satu persatu terputar dimemori. Meski Randy tidak menyukai Septian, dia tak pernah membayangkan ketidakhadiran cowok itu ditengah-tengah keluarga.

"Sep-septian Arfandito ma, anak kesayangan mama." Randy masih mencoba menjelaskan.

Mama Randy menatap nyalang sang putra yang memias wajah. Dia paksakan tubuhnya berdiri lalu menghampiri pemuda itu, "Kamu kenapa sih, Ran? Omongannya ngelantur! Septianlah, anak kesayangan mama lah! Anak mama cuma kamu, emang kamu mau mama punya anak lagi? Mama tau kamu bakal ngamuk-ngamuk gak jelas!" Susi sama sekali tak habis pikir tentang anak lelaki satu-satunya ini. Wanita itu mengelus dada menatap guci kesayangannya yang tinggal serpihan, "Itu lagi, guci mama. Mahal, Ran, mahal. Masha Allah ..."

Apa ini sebenarnya?

Randy sama sekali tidak bisa mencerna apapun. Dia hanya ingin merubah nasib pernikahannya bersama Rumaisha, bukan seluruh kisah hidupnya.

"Ma ..." Randy memelas. Matanya berkaca-kaca saking kebingungan nya dia menghadapi ini semua. "Randy ... Randy capek."

Pada akhirnya dia memilih menepi sebentar. Memundur langkah menuju kamar tidurnya dilantai atas, Randy lagi-lagi dibuat tertegun saat suara mamanya terdengar.

"Ran, kamar kamu kan dibawah, ngapain keatas?"

__^^__

😑

Boss

Fika

Turn Back Life : Before Met YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang