|2|

60 12 0
                                    

Itu masih malam dimana bulan bersinar terlalu cerah. Sanzu membiarkan tubuhnya dilingkupi kehangatan, membiarkan tubuhnya ditarik menyusuri jalanan, sementara pikirannya masih mengawang. Rindou membimbingnya melewati jalanan kecil yang hanya dapat dilewati beberapa orang, juga kedai-kedai kecil yang tersebar di sepanjang pinggiran jalan, dan rumah-rumah yang terlalu menempel satu sama lain. Ini terlalu sesak, tapi anehnya Sanzu merasa hangat di dalam.

Pandangannya terpaku pada sosok di hadapannya, fitur wajah pihak lain benar-benar menarik, terutama ketika disinari cahaya bulan, dan Sanzu masih bertanya-tanya apakah identitas Rindou seharusnya malaikat yang dibuang untuknya atau bukan. Kehangatan yang menyebar di kedua tangannya, membuatnya sedikit mengantuk, dan Sanzu tanpa sadar mempererat genggaman, ia tak ingin kehangatan ini mendadak lenyap.

Rindou tak mengatakan apa-apa, dan hanya meliriknya dengan lembut. Sepasang mata yang dilapisi kacamata terlihat penuh percikan kelembutan dan kehangatan, Sanzu selalu dibuat linglung secara mendadak untuk beberapa saat. Ia merasa semua yang ada pada Haitani Rindou tampak sangat menarik, seperti warna-warna pada lukisan yang pernah dilihatnya di suatu tempat, itu sering membuatnya merasakan perasaan yang aneh.

Aroma harum dari jajanan yang dijual di pinggir jalan menyebar, mengawang-ngawang di udara, mencoba menarik pejalan kaki yang lewat agar tergiur. Namun anehnya Sanzu sama sekali tak tergoda, sebaliknya ia malah mencium aroma sejuk dan segar yang berasal dari sosok di hadapannya. Itu aroma yang mirip dengan bulan di atas kepalanya, sejuk, dingin, dan terlalu murni. Sanzu tanpa sadar ingin menghirup lebih banyak.

Tetapi sebelum ia dapat sempat mendekat, Rindou berbalik menghadapnya. Sanzu mundur satu langkah, mendadak gugup, ia bahkan tak pernah segugup ini ketika tertangkap basah menghirup obat-obatan terlatang oleh polisi. Ia dapat merasakan degup jantungnya yang berdetak terlalu cepat, lalu kepalanya bertanya-tanya mengapa malam ini sikapnya tak seperti biasa (oh atau barangkali, Sanzu berpikir dalam diam, itu efek obat-obatan yang tadi gagal ditelan).

Sanzu menunggu dalam rasa gugup yang belum pernah dirasakannya. Setelah memberanikan diri untuk menatap, Sanzu dibuat linglung kesekian kalinya. Rindou menatapnya dengan penuh kelembutan, itu sangat lembut seperti awan, genggaman di bawah dipererat dan Sanzu memperhatikan ketika Rindou nampak akan membuka ranumnya.

"Sudah sampai." Itu sebuah kalimat yang sederhana, tetapi telinga Sanzu menghangat.

Tatapannya reflek beralih pada sebuah rumah sederhana di hadapannya. Itu tak terlalu besar, juga tak terlalu kecil. Di halaman depan ada taman kecil yang penuh tumbuhan-tumbuhan, dilengkapi dengan pagar kecil yang membatasi rumah dengan dunia luar. Cahaya kuning dari lampu di depan pintu menerangi semua. Itu nampak sederhana, hangat, dan penuh kenyamanan. Sanzu menyukainya.

Rindou menariknya untuk memasuki rumah. Ketika pintu dibuka, Sanzu dapat melihat ruang tamu yang luas dan nyaman. Aroma sejuk dan dinginnya bulan menyesaki seluruh ruangan di dalam rumah. Rindou membantunya memakai sandal, dan membimbingnya untuk duduk di sofa.

Sanzu menurut dalam diam. Ia hanya mengangguk patuh, ketika Rindou menyuruhnya menunggu sebentar. Sanzu melihat sekeliling, perabotan yang ditata rapi, serta bagaimana pemanas dinyalakan menciptakan rasa nyaman yang memanjakan. Setelah beberapa saat, ia menoleh dan menatap Rindou yang membawakannya selimut dan secangkir coklat panas yang tampak mengepul.

Sanzu mendadak, merasakan sepasang matanya memanas.

Rindou menaruh secangkir coklat panas ke kedua tangannya. Sanzu memperhatikan saja, ketika Rindou menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya dengan selimut yang terlalu hangat. Dinginnya angin malam, yang sedari tadi menggigit tulangnya lenyap begitu saja, digantikan kehangatan dan rasa panas dari permukaan cangkir yang digenggamnya.

Aneh. Sanzu seperti tersesat di mimpi. Ia tak akan pernah berpikir, bahwa suatu saat ia akan dapat merasakan kehangatan, yang sudah lama menghilang dari hidupnya bertahun-tahun lalu. Ia tak akan pernah mengira, bahwa suatu saat Haitani Rindou akan datang ke dunianya yang gelap, membawakan cahaya dan kehangatan yang telah lama lenyap, mengusir semua kegelapan yang menggigit kewarasannya.

Aneh. Semesta sungguh aneh. Apakah sebenarnya ini adalah jebakan yang disiapkan semesta untuknya?

"Chiyo."

Itu cuma panggilan sederhana, tetapi Sanzu langsung membeku ketika mendengarnya. Ia dapat merasakan hatinya yang meleleh, rasanya manis seperti permen. Sanzu membalas dengan menatap.

Rindou terlihat sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia hanya duduk di sisinya, dan Sanzu dapat merasakan degup jantungnya yang terlalu berisik di tempatnya. Rindou hanya menatap, menatap dan menatap, Sanzu dibiarkan menghangat di bawah tatapannya.

"Merasa lebih baik?" Akhirnya Rindou mengeluarkan pertanyaan, ia tersenyum ketika tatapan mereka bertubrukan. "Aku seorang Beta. Jadi, maaf aku tidak dapat mengidentifikasi feromonmu, dan melihat suasana hatimu."

Dihadapkan dengan pengakuan tiba-tiba, Sanzu terpaku sejenak. Ia kemudian memikirkan ketika Rindou menemukannya di rumah lamanya, Sanzu mengeluarkan feromonnya tanpa banyak pikiran, namun Rindou sama sekali tak terpengaruh. Awalnya kepalanya juga menebak bahwa Rindou adalah seorang Beta, tetapi ia sama sekali tak menyangka bahwa pihak lain akan secara terang-terangan memberitahu dan menjelaskan kepadanya. Tiba-tiba Sanzu kembali merasakan lelehan hatinya yang terasa manis.

Sanzu tanpa sadar mengangguk. Entah kenapa ia mendadak merasa sedikit senang. Ia sendiri terkejut merasakan perubahan emosinya, padahal bertahun-tahun ia hanya dapat merasa senang ketika menengguk obat-obatan terlarang.

"Jadi, Chiyo—"

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu mengintrupsi.

Sanzu memperhatikan Rindou yang menutup kembali ranumnya dan merasa sedikit kecewa. Ia hanya mengangguk, ketika Rindou menyuruhnya tetap duduk dan memaku tatapannya pada figur tubuh pihak lain, yang berjalan untuk membuka pintu.

Tiba-tiba pupil matanya menyusut. Sanzu merasakan sesak yang teramat sakit, ketika aroma Alpha asing memasuki indra penciumannya. Saraf-sarafnya menegang, dan cangkir yang ia genggam jatuh menubruk karpet, menghasilkan suara pecahan yang melengking.

Sakit, sakit, sakit.

Brengsek, jangan sekarang.

Rasa-rasanya kepalanya hampir meledak. Keringat dingin mengalir deras, kuku-kukunya menancap terlalu dalam hingga kulitnya tergores dan tercium darah. Gambaran-gambaran masa lalu yang berusaha ia kubur dalam-dalam, kembali lagi menghantui kepalanya, memutar tanpa henti di benaknya seolah kaset yang tak dapat dirusak. Sanzu mengerang, mengutuk, berteriak, kepalanya terlalu berisik dan ia tak dapat mendengar apapun selain suara-suara dari masa lalu yang saling bertubrukan. Aroma Alpha asing membuatnya menggigil kedinginan, dan Sanzu tanpa sadar mengeluarkan semua feromon yang ia punya.

Ketika ia merasakan rasa sakit yang sudah lama tak dirasakannya, Sanzu mendadak ingin tertawa seolah tak ada hari esok. Ia ingin tertawa akan kebodohannya sendiri. Ia sudah curiga bahwa semesta tak akan sebaik itu padanya, tak akan membiarkannya dengan mudah mendapatkan kehangatan yang ia inginkan.

Sanzu terkekeh, sementara kuku-kukunya semakin menancap dalam ke kulitnya.

Pada akhirnya, pendosa tetaplah pendosa.

Tsukimi || sanrin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang