|5|

57 10 3
                                    

"Bagaimana menurutmu filmya?"

Sanzu melirik ke samping, menyeringai lebar menatap Rindou yang telah mengubah saluran televisi. Rindou menaruh remot, dan menatapnya. "Cukup bagus. Sumber konflik sangat sepele, hanya terjadi karena pembicaraan dua orang saja, namun itu melebar kemana-mana. Sangat realistis."

Sanzu berpikir sejenak tentang film yang baru dilihatnya. Ia menempel lebih dekat ke Rindou, ketika ia membuka mulutnya. "Benar, itu cuma pembicaraan biasa. Sayang sekali, karakter A dan karakter B melebarkannya dan membuatnya menjadi konflik."

"Di dunia nyata bakal terjadi seperti itu juga, itu bahkan sering kita jumpai di sekitar. Atau barangkali, yang melakukannya tanpa sadar adalah kita sendiri. " Rindou menyahut pelan, kedua tangannya membersihkan kacamata. "A dan B berbicara hal sepele. Namun isi dari pembicaraan mereka hanya Tuhan dan diri mereka sendiri yang tahu. Ketidak tahuan orang luar dapat dimanfaatkan oleh A dan B yang diam-diam telah membenci satu sama lain sejak lama, dan mulai menambahkan cerita palsu yang terlalu dibuat-buat dari versi aslinya. Keduanya membuat orang-orang simpatik pada diri mereka, dan mengendalikan orang-orang untuk membenci pihak lain."

"Lalu menurutmu, mengapa orang-orang itu sangat bodoh mempercayai mereka?"

"Itu sangat sederhana. Mereka mempercayai teman mereka. Terlalu percaya pada seseorang bukan hal yang salah, namun yah mau bagaimana lagi, dunia sangat kejam termasuk manusia-manusia di dalamnya."

Sanzu mengangguk mengerti. Ia menubrukkan kepala mereka, lalu sepasang matanya tiba-tiba bersinar cerah. Ia tanpa aba-aba melompat begitu saja mendekat ke Rindou, membuat pihak lain terkejut sesaat. "Kemudian jika keduanya adalah aku dan Ran, mana yang akan kau percaya?" Ia sengaja memberikan nada godaan, jelas tidak bermaksud serius, namun dalam benak Sanzu sangat mengharapkan jawaban Rindou.

Sanzu membalas tatapan tak berdaya Rindou, ia hanya menyengir ketika Rindou mengacak-ngacak surainya. Rindou terlihat sangat indah ketika tersenyum, dan Sanzu selalu menyukai bagaimana Rindou selalu tersenyum lembut dengannya. "Aku lebih percaya, kalian tidak akan berbohong padaku."

"Benarkah?"

"Mhm." Rindou mengangguk. "Aku yakin meski kalian tidak rukun, kalian tidak akan memanfaatkanku seperti itu, lebih tepatnya kalian mana berani."

"Tapi ..., " Sanzu membawa pergelangan tangan Rindou ke kepalanya, memintanya mengelus-ngelusnya. Ia menunggu dengan sabar jawaban Rindou dengan tatapan geli. "Jika suatu hari kalian benar-benar melakukan itu, aku akan percaya pada kalian berdua. Mau siapapun yang benar, kebenaran pada akhirnya nanti akan terungkap di mulut kalian sendiri."

Sanzu tertawa rendah. Ia menatap Rindou dengan binar-binar yang memercik. Euforia yang dirasakan mengalir di seluruh darahnya. Jawaban Rindou adalah jawaban yang diharapkannya, ia tahu berdasarkan sifat Rindou, pria yang ia cintai ini akan menjawab seperti itu. Sangat menggemaskan.

Keduanya berguling-guling sebentar di sofa sampai mereka lelah. Sanzu menaruh kepalanya di pangkuan Rindou, menikmati bagaimana Rindou mengelus kepalanya, merapikan surai-surainya, Sanzu merasakan nyaman dan hangat.

"Kau bilang, akan memotong rambutmu?"

Sanzu mengangguk. Ia dengan antusias menatap Rindou, lalu menyengir lebar. "Mhm. Menurutmu gaya rambut apa yang cocok?"

Rindou terlihat berpikir. Ia menaruh tangannya di dagu dan sepasang matanya terpejam. Sanzu sangat menyukai bagaimana Rindou selalu berpikir yang terbaik untuknya, pose berpikirnya sungguh menggemaskan, Sanzu gatal ingin menggigit.

"Bagaimana dengan mullet?" Rindou kembali menatapnya. Ada kelembutan dan antusias di sepasang matanya. Ia kemudian menghembuskan napas. "Ah, aku jadi ingin mengubah gaya rambutku menjadi mullet juga."

Tsukimi || sanrin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang