JUNGWON mendengar suara letusan tembakan. Dia berada di dalam kamarnya yang gelap dan sedikit berantakan.
Pintu balkon terbuka. Angin malam menerbangkan kelambu tipis yang sengaja Jungwon pasang untuk menutupi pintunya yang terbuat dari kaca. Bulan tampak bulat dan besar, bersinar sangat terang hingga Jungwon bisa melihat jelas darah merah mengalir hingga menyentuh ujung jari kakinya yang telanjang.
Jungwon melihat ke depan dimana ibu dan ayahnya tergeletak mati dengan kepala berlubang. Di sana ada Sunoo, bersandar pada pembatas balkon dengan senapan sawn-off milik ayahnya yang selalu terpajang rapih di ruang tamu.
"Sunoo?"
"Tidak cukup dengan semua kekacauan yang telah mereka perbuat, kenapa mereka menginginkanmu juga?"
Sunoo tempak sedikit berbeda dengan jaket hitam, celana selutut, dan sepatu boot kulit setinggi mata kaki warna senada. Tapi, entah kenapa Jungwon tidak merasa takut dengan Sunoo di hadapannya sekarang bahkan tidak sedikit pun terasa asing.
"Sampai kapan kau mau berdiri di situ?" tanya Sunoo sambil melempar sebuah pistol pada Jungwon.
Jungwon hendak mengatakan sesuatu, tapi lidahnya kelu. Sepasang sayap muncul di punggung Sunoo, terkembang lebar seperti sayap naga dalam buku dongeng. Pasokan udara di dada Jungwon mendadak menipis, tangannya yang memegang pistol terasa dingin dan bergetar.
"Orang tuaku?"
"Orang tua?" Sunoo memiringkan kepala. "Jungwon, apa kau bermimpi lagi?"
.
.
.
Membuka mata, Jungwon menarik napas sebanyak yang dia bisa. Keringat dingin mengalir deras menuruni pelipisnya. Rambutnya sampai basah begitu pun bantal yang dia pakai. Jungwon memijit kepalanya yang terasa pusing.
Lagi-lagi dia bermimpi buruk. Kalau begini terus, Jungwon akan kehilangan waktu tenangnya di rumah.
Orang tua Jungwon yang bertengkar setiap saat itu akan berhenti di malam hari. Ibunya akan tidur dengan tv menyala bersama botol-botol soju berserakan. Lalu, ayahnya pergi dari rumah, sama-sama mabuk oleh minuman keras dan jalang di luar sana.
Jungwon duduk di samping ibunya yang tertidur sambil menumpu pada satu tangan. Dia mengamati wanita itu masih dengan ekspresi yang sama datarnya. Jungwon tidak sedih, dia hanya merasa kasihan pada wanita itu karena harus menjalani kisah yang tidak begitu menyenangkan.
Diam-diam, Jungwon mengambil satu gelas kecil yang masih punya setetes soju dari genggaman ibunya, lalu menyesapnya sedikit. Dahinya mengernyit tak suka.
"Kenapa orang dewasa suka minuman seperti ini?"
Ada sebuah minimarket 24 jam tidak jauh dari rumah. Hanya perlu berjalan sedikit, lalu berbelok ke arah perempatan. Oleh karena itu, Jungwon memakai jaketnya untuk mendapatkan beberapa snack malam dan minuman bersoda demi menetralkan lidahnya yang terasa pahit karena menyesap soju.
Saat membayar di kasir, Jungwon melihat casing ponsel milik penjaga kasir punya gambar kucing berwarna coklat. Sebelum kakak itu mengatakan total uang yang harus Jungwon bayarkan, Jungwon menahannya.
"Tunggu sebentar."
Menyusuri rak-rak yang agak dalam, Jungwon mengambil sebungkus makanan kucing berukuran sedang. Dia menyatukannya bersama belanjaannya yang lain, membayarnya, dan pergi dari sana.
Jungwon selalu ingin memelihara seekor kucing, setidaknya agar dia punya hiburan lain ketika rumahnya hanya dihiasi oleh pertengkaran orang tuanya yang tidak tahu diri. Sayangnya, Jungwon punya alergi pada makhluk menggemaskan itu. Tidak begitu parah, tapi Jungwon tidak akan mengambil resiko. Makanya, untuk menyalurkan rasa sukanya, Jungwon seringkali memberi makan kucing yang mengeong padanya di dekat tempat sampah.
"Oh, itu dia!" Jungwon melihat ekor berbulu di balik sebuah kantong kresek hitam.
Tapi, ketika dia menyingkirkan kantong itu, senyum Jungwon luntur. Bahunya melorot dan napasnya berhembus lelah.
"Yah, dia mati."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
7 DAY DREAMS| Jungwon [ENHYPEN]
FanfictionJungwon bermimpi hal yang sama berulang kali. Monster, senapan, dan udara yang berdebu. Saat dunia nyata tidak begitu ramah padanya, Jungwon bertanya yang manakah mimpi buruk itu? !baku!