Toko Alat Lukis

14 5 0
                                    

"Aduh, kok tutup sih." Gerutuku saat tiba di toko perlengkapan lukis langgananku selama ini.

Setibanya kami di toko alat lukis langgananku kami mendapati toko itu tengah tutup sementara karena ada renovasi toko yang tengah dilakukan.

"Gimana nih, mana besok kudu jadi progres awalnya, aduh Bu Dewi bakal ngamuk ke aku ini mah."

"Tutup beneran nih ? coba deh ketok siapa tau yang punya cuman lagi istirahat beli bandeng" Ucapnya asal.

Aku yang tengah terbawa emosi ini pun sontak membentak Arka tanpa sadar.

"DIEM DULU BISA NGGA ?!" Dengan nada tinggi.

Setelah aku merasakan seluruh emosi bergejolak di dalam diriku ini akhirnya seluruh emosi itu tak dapatku bendung lagi. Sedikit-demi sedkit bulir-bulir berwarna bening itu turun dari balik kelopak mataku.

"Gimana ini..." Meringkuk memeluk lutut sambil menangis.

Nampaknya Arka yang melihatku yang tengah menangis itu agak kebingungan. Bayangkan saja kau sedang berada di tengah keramaian jalanan Bandung dan tiba-tiba ada seorang wanita yang menangis di sampingmu, pastinya kejadian itu akan menjadi tontonan khayalak ramai.

"Aduh, Din jangan nangis disini atuh malu diliatin orang dikiranya aku abis malakin anak orang ih." Ucap Arka asal untuk menghentikan tangisanku.

Namun, bukannya tangisanku berhenti malah tambah keras.

"HAAAAAA HUAAAA GIMANA INI BESOK HUAAA."

"Aduh ayo aku temenin nyari cat air ke fotokopian deket sini deh mesti ada." Ucap Arka.

"NGGA BISA HUAA." Tangisku makin kencang.

Baru kali ini aku merasa putus asa di kota perantauanku ini. Maklum saja, setahuku cat yang aku butuhkan untuk tugas mata kuliah ini hany di jual di toko ini. Biasanya apabila ada Mas Raka ia akan tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, namun kini aku sendiri di sini tanpa hadirnya Kakak satu-satuku itu.

Arka berjongkok menyamakan tingginya denganku sembari menatapku.

"Andin, ayo aku temenin nyari cat yang kamu butuhin di Jalan Braga. Aku tau ada toko yang jual perlengakapan lukis lengkap disana kalo kamu mau."

Ia yang sedari tadi menjadi sosok yang urakan dan hobi bergurau terus menerus itu kini berubah sembilan puluh derajat menjadi seseorang yang halus dan serius.

Akupun menegakkan kepalaku menghadapnya.

"Beneran ?" Tanyaku memastikan

"Heeh, ayo buruan nanti tokonya keburu tutup." Mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri.

Akupun menjabat tangan yang membantuku untuk berdiri kembali itu.

Akhirnya kamipun berangkat menuju toko yang dimaksud oleh Arka. Satu demi satu lampu merah dan persimpangan jalan terlewati oleh kami berdua dengan keheningan yang menyeruak itu. Namun tiba-tiba vespa yang ku tumpangi bersama Arka mendadak berhenti di depan sebuah toko yang nampak tutup.

Akupun sontak bertanya pada Arka yang tengah melepas helemnya.

"Loh Ar kok berhenti disini ?" Tanyaku yang masih kebingungan.

"Ini udah nyampe kok." Ucapnya.

Arka melenggang pergi meinggalkanku yang masih terdiam di dekat vespanya itu.

"Eh kok diem, ayo atuh !" Menarik tanganku.

Sebuah toko dengan ornamen ukiran di depan pintunya ditambah dengan bekas warna cat-cat lukis yang nampaknya tak sengaja tergores disana memunculkan kesan artistik yang tak disengaja. Aku beralih sibuk memandangai motif ukiran yang ada di pintu tersebut. Sungguh alus dan cantik. Diantara toko-toko disekelilingnya yang sudah beralih kepada pintu besi nan kokoh, nampaknya hanya toko ini saja yang masih menggunakan pintu kayu dengan tambahan ornamen ukir.

Bandung diantara 107 0 Bujur Timur dan 6 0 55' Lintang SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang