2. Bestie-zone

64 12 0
                                    

Setelah percakapan terakhir mereka, [nama] memutuskan untuk tidak menghubungi Kageyama lagi. Dengan catatan hanya untuk saat ini, setidaknya sampai [nama] sudah tiba di Jepang. Ituloh, ke-ju-tan!

Pesan dan panggilan Kageyama yang sudah tak bisa dihitung jari masuk setiap hari. Keadaan ini cukup membuat frustrasi, karena kenyataannya [nama] sangat ingin menjawab panggilan sahabatnya itu!

Sahabat? Iya!

Karena itulah [nama] sangat niat untuk pulang bulan ini, karena niatnya untuk pulang di tahun baru terhalangi oleh tugas mendadak dari dosennya.

Dengan tiket dan izin ibunda yang sudah ada di tangan, kini [nama] sudah siap untuk kembali ke Jepang.

"Semua akan kulakukan demi keluar dari bestie-zone ini!" teriaknya sambil berlari ke dalam bandara.

Kageyama asyik memainkan pulpen di tangannya. Pikirannya terbang kembali ke lima hari yang lalu. [nama] akan kembali ke Jepang. Hanya dengan satu kalimat itu, Kageyama sudah berhasil dibuat tidak bisa tidur.

Silver week.

Kapan? Minggu ini? Atau minggu depan? Ah, memusingkan saja.

Yang lebih membuat pusing, [nama] tiba-tiba kembali menghilang tanpa kabar. Ditelepon tidak diangkat, dikirimi pesan tidak dibalas. Bahkan saat Kageyama bertemu dengan ibu [nama] dan menanyakan tentang gadis itu, ibunya hanya tersenyum penuh makna sambil mengunci rapat bibirnya.

"Hei, Kageyama!"

Pekikan tepat di telinganya berhasil membubarkan semua anak pikiran Kageyama. Dengan wajah kesal, pemuda berambut hitam ini memukul bahu si pelaku.

"Kau berisik, Boge!"

Hinata mengelus bahunya yang dipukul Kageyama. Setelah mencibir partnernya dalam hati, pemuda berambut sewarna dengan jeruk itu menyerahkan sebuah kotak ke Kageyama.

"Dasar galak. Padahal kau sendiri yang dari tadi dipanggil tidak menyahut," keluh Hinata. "tadi  dicariin om-om, terus karena buru-buru om itu ninggalin kotak ini."

Tak lama setelah berucap, Hinata menggeleng kuat dan menatap Kageyama dengan raut tidak percaya.

"K-Kageyama, jangan-jangan om itu sug—umh!" Belum siap mengutarakan isi pikirannya, mulut Hinata sudah buru-buru dibungkam oleh Kageyama dengan sumpalan kertas.

Kageyama menatap lamat kotak yang diletakkan di atas mejanya. Dibalut dengan kertas jingga bermotif momiji.

"Bukan om itu, tapi keponakannya." Kageyama mengulum senyum, tanpa sadar kalimatnya masih terdengar ambigu di telinga Hinata.

Tsukimi | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang