5. Rumah

31 8 0
                                    

Tawa renyah terdengar merdu, menarik segala entitas di sekitar untuk ikut memeriahkan hari. Suasana hari ini terasa sangat ceria, dipenuhi senyum dan tingkah laku lucu yang mengundang gemas. Lihat saja dua insan yang tak sadar umur itu, berlarian ke sana dan ke mari dengan wajah dan badan yang ditutupi tepung. Walau terkesan romantis dan menggelitik hati, tetap saja kedua ibu mereka merasa jengah dengan calon besan masing-masing.

"Hei, kalian berdua! Kalau memang tidak ingin membantu di dapur, paling tidak bantulah kedua pria tua yang sibuk mendekor di luar sana!" Amarah ibu [nama] yang tampaknya sudah tak bisa ditahan lagi kini keluar membuncah. Dengan bergegas wanita paruh baya itu menarik telinga anak gadisnya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya sibuk mencubiti lengan calon menantu kesayangannya.

Melihat tingkah ketiga orang itu, ibunya Kageyama hanya tertawa. "Cepat sana keluar, kalian malah menambah pekerjaan kami kalau begini," ucapnya setengah bercanda.

[nama] yang sudah di luar dapur hanya dapat memajukan bibirnya; merengut. Sementara Kageyama yang katanya sudah tidak seganas yang dulu, kita menghampiri ibunya saat dirinya dipanggil kembali.

"Kakakmu juga datang nanti dengan calonnya, kamu kapan meresmikan calon menantu untuk ibu?" Ibu Kageyama berbisik-bisik, walau ibu [nama] yang berada di sudut dapur dapat mengetahui rencana licik sahabatnya itu.

Namun sayang, mungkin tabiat lama tidak dapat dibuang. Kageyama yang cukup lola (read: loading lama) sudah terlebih dahulu ditendang keluar dari dapur.

[nama] dengan palu di tangan melangkah mendekati Kageyama. "Hei, ngapain bengong di situ? Ayo bantu aku," serunya sambil menyerahkan perkakas lainnya kepada si pemuda berambut hitam itu. "Ayah dan paman katanya mau istirahat sebentar, lapar. Nah, cepetan. Nanti kita enggak kebagian kue mochinya."

Membuang napas, Kageyama mendahului [nama] ke luar—tentunya sudah lengkap dengan alat-alat yang dibutuhkan. Walau dengan Hinata dan orang lain dirinya terlihat seram, sebenarnya Kageyama ini penurut, kok. Bukan cuma itu, [nama] ini kalau marah sama seperti ibunya, menyeramkan kuadrat.

"Ya sudah, bantu aku. Ruang tatami tidak akan terhias dengan sendirinya," ujar Kageyama tanpa melihat ke belakang. Meninggalkan [nama] dengan guratan kesal yang memenuhi wajah.

Tidak terima, gadis itu segera menyusul sang pemuda dengan tangan yang sudah siap meluncurkan tinju.

"Hei, kau saja yang dari tadi melamun tidak jelas! Dasar Bakageyama!"

Dua pasangan di dapur hanya dapat tertawa lelah melihat dua remaja labil di luar sana. Memang, jikalau sudah berkumpul begini, pasti ada saja masalah yang siap jadi bahan keributan Kageyama dan [nama].

Tsukimi | Kageyama TobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang