Assistant

149 1 0
                                    

Part 1: Assistant

Berat, aku membawa segudang barang-barang hingga mencapai hampir kepalaku dan kantong belanja di tangan kanan dan kiri. Dan secangkir kopi digenggaman. Ini seperti aku baru dipecat dari kantor dan sedang mebereskan barang-barang. Well, aku harap itu akan terjadi, tapi sayangnya aku bukan pekerja kantoran.

Aku mendengus ketika sesuatu atau tepatnya telpon genggamku bergetar dibalik saku celana. Aku merutuk "shit." Dan tak perlu repot-repot mengambilnya karna aku sedang berlari. Berlari seakan-akan hidupku bergantung dari itu. Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi aku sedang terburu-buru sekarang.

Aku menendang pintu ruang make-up artist yang sedikit terbuka. Membuat pintu sedikit terbanting dan mengelurkan suara seperti orang marah sedang masuk kedalam. Semua orang berjingat beberapa mengeluarkan sumpah serapah. Aku menyembunyikan wajah dibalik tumpukan kotak itu. Dan berteriak minta maaf atas gangguan yang aku sebabkan.

Aku buru-buru memberikan 'Majikan' ku secangkir copy dan meletakkan barang-barangnya dilantai. Dan ikut duduk dilantai sambil selonjoran mengambil nafas sejenak, and shit happens. Lagi-lagi telpon bergetar, aku segera merogohnya dan melihat nama penelpon disana. Itu kakak ku.

Aku mengangkatnya setelah dering ketiga "Yap!"

"Aku sedang kerja."

"Aku sibuk."

"Tidak akan."

"Oke!" lalu aku mematikan telpon genggamku.

'Majikan' ku menjulurkan kakinya kearah wajahku, meminta untuk dipijat. Aku mengambil sembarang kursi dan duduk dengan posisi kaki majikan ku ada dipangkuan paha.

Here i am. Gadis 21 tahun yang hidup di kota kejam dimana hanya orang-orang kaya dan berkuasa yang dapat hidup. Sementara orang-orang miskin, rakyat jelata seperti aku hanya menjadi keset-keset mereka yang berkuasa.

Lana Byron, kau bisa memanggil ku Lana. Cita-citaku adalah menjadi seorang selebritis, mempunya mobil Ranger Rover, Van, rumah mewah, harta berlimpah dan sebuah pulau atas nama Lana Byron. Aku pernah mencoba untuk ikut casting, itu penglaman pertama ku ikut casting dan aku diterima, walaupun peran ku hanya menjadi figuran.

Lalu aku mencoba untuk ikut sekolah seni akting yang mana tidak pernah kesampaian karna suatu kendala dan restu orang tua ku. Tapi aku sempat les akting beberapa bulan. Alih-alih sekolah akting aku malah dimaki dan diusir dari rumah karena mimpi ku yang 'kata' orang tuaku sangat tidak masuk akal. Mereka membanding-bandingkan aku dengan kakak ku, Andrea yang sekarang berkerja di keduataan inggris dan sudah membelikan orang tua ku rumah mewah.

Sebenarnya dengan perkerjaan kakak ku yang yang sangat menjanjikan aku bisa saja masuk dunia entertainment dengan lapang tapi orang tua ku melarang. Mereka melarang Andrea membiayai aku jika aku tetap ngotot ingin menjadi artist.

HAH. Siapa yang butuh bantuan Andrea? Aku bisa sendiri.

Aku memutuskan keluar dari rumah pada umur 19 tahun, mencari perkejaan, berkerja di cafe, di club, bahkan aku pernah menjadi cleaning service. Semua aku lakukan untuk membayar uang sewa apartement-yang-bukan-seperti-apartement di daerah kumuh dipinggirang Kota. Tempat tinggal ku lebih mirip seperti rumah penampungan gelandangan dibanding tempat tinggal. Sama sekali tidak memenuhi syarat untuk sebuah tempat yang bisa ditanggali.

Pendidikan? Hanya sampai bangku High School , aku tidak berniat melanjutkan kuliah jika itu bukan jurusan akting. Jadi aku memilih perkerjaan yang lebih berpotensi menjadi selebritis 'Assistant Artist' berharap semoga produser yang datang entah dari mana melihat bakat terpendam ku dan tiba-tiba merekrut ku. Tentu saja itu harapan naif.

She'll Be Loved//h.s//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang