I. 'Tetesan Pertama'

56 1 0
                                    

Tuttttttt....

Langit yang berawan, atmosfer di tengah lautan.

"Aku pelajar SMA berusia 16 tahun."

Ini kalimat pertama yang kuketik saat berlayar ke Tokyo.

Dung... Dung... Dung... Dung...!

"Ramalan cuaca hari ini mengindikasikan hujan lebat."

Begitulah kira-kira alarm dan pernyataan prediksi cuaca di kapal.

"Hari ini akan hujan lagi."

"Kukira cuaca akan cerah."

Di dek lain penumpang berkeluh kesah tentang yang itu, padahal Tokyo sudah dibanjiri hujan untuk berbulan-bulan.

Aku berlari menaiki anak tangga, melewati lorong demi lorong.

"Di pulau tadi kita juga melewati badai...."

"Sumimasen," ucapku ketika berpasan dengan beberapa penumpang lainnya dan melewati diantara mereka.

Saat aku sampai di bagian atas, angin menabrak tubuhku. "Eagh!" keluhku.

Setelah badai yang lewat berlalu, kucoba untuk berdiri dan memusat pandangananku ke depan.

"Wah...." Aku berlari menuju area tiang paling depan, tanpa kusadari dua awan berketerbalikan sedang beradu di atas kepalaku.

Kualihkan pandanganku ke langit. "Ah?" Sebuah tetesan air jatuh tepat diantara kedua mataku dan menghancurkan lamunanku sesaat.

Sontak hatiku berdebar, "Hujan!"

Tak selang lama, gelombang hujan pertama langsung mengguyurku tanpa rintihan gerimis.

Swoooshhh....

Aku tetap berjalan di tengah-tengah hujan, "Keren..." kagumku.

Kemudian dengan hati yang segar, aku berlari menuju tiang di ujung depan kapal. Sedikit kutersandung, tapi tetap kuteruskan. "Yuhu!"

Kali ini, hujan benar-benar mengguyur permukaan kapal, tapi perasaan ini terus bermekaran tak henti.

"Oh?" Seketika aku menoleh ke arah langit, ada sebuah gumpalan paparan air berbentuk lingkaran yang sangat besar jatuh kepadaku.

SWOOSH!

Kumpulan air itu membuat kapal menjadi miring dan tak seimbang, tubuh lemahku yang tak bisa menahan kemiringannya hanya kehilangan keseimbangannya dan tergelincir.

Kupikir ini adalah hari sialku, tapi seseorang menarik tanganku sebelum tubuhku melesat lebih jauh lagi.

Tanpa kusadari lagi, saat seorang pria yang menolongku tergelincir, cuacanya tiba-tiba bersinar!

"Terimakasih banyak..." luluhku pada pria itu berkemeja merah dengan rambut yang berantakan itu.

Ia tersenyum. "Hm, hm. Badainya mengerikan, ya?" Ia memandang ke langit yang baru saja mencerah.

Awan-awan gelap mulai bergeser dengan paparan cahaya yang sedikit demi sedikit muncul di sela-selanya menyinari kapan dan lautan.

"Aku mencari kerja paruh waktu dengan gaji besar. Tanpa kartu pelajar," lanjutku pada sebuah kolom pertanyaan di suatu platform pada ponselku.

"Wah makanan ini enak sekali," teguh seorang pria yang menyelamatkanku tadi. Sekarang telah kuputuskan untuk mentraktirnya.

Pria itu menawarkan makanannya padaku, "Nak, kau benar-benar tak mau?"

"Iya. Aku tidak lapar," anggukku dengan sungguh.

"Benarkah? Terimakasih ya sudah mentraktirku-" balasnya sambil mengangkat sepotong daging panggang.

"Tak masalah! Anda telah menyelamatkanku!" potongku.

Ia mengunyah makanannya, "Serius, tadi itu nyaris, lho."

"Benar..." Pria itu mendongakkan kepalanya dan melamun. "Ini pertama kalinya aku menyelamatkan nyawa seseorang," lanjutnya.

"Oh... Iya," jawabku kaku.

Pria itu membuka topik baru dengan seringai, "Ngomong-ngomong, apa di sini jual bir?"

"Heh... Apa aku perlu membelikannya?" tawarku padanya.

Kemudian aku pergi ke sebuah vending machine, dan terkejut dengan harga bir yang tertera...

"Mahal banget...-" Draft Beer harganya mencapai 980 Yen...

Apa boleh buat.

Gluk, Gluk, Gluk.

Pria itu mulai meminum segelas bir yang sudah kubelikan dengan lantang.

Hari menjelang petang, kini kuputuskan untuk sedikit menikmati suasana Tokyo dari sisi kapal yang sudah memasuki kota.

"Aku diperas oleh orang dewasa.... Tokyo benar-benar seram," gerutuku kala itu.

Suasana kota terlihat sepi namun keramaiannya sudah sangat terasa.

Burung-burung camar berterbangan dimana-mana, pantulan awan kuning juga terlihat menambah suasana.

Kemudian kubuka ponselku, dan melanjutkan pertanyaanku, "-Dimana aku bisa mendapatkannya?"

Setelah itu kutekan tombol kirim. Tiba-tiba sebuah tetesan air jatuh di layar kaca ponselku. "Hujan lagi," terkaku.

Kini kapal yang kutumpangi akhirnya berhenti berlayar, aku berjalan dengan pria itu keluar dari dermaga.

"Nak, kenapa kau pergi ke Tokyo?" tanya pria itu.

"Etto... Untuk mengunjungi saudara-" Tiba-tiba kutarik omonganku, "-Ah! Libur musim panas di sekolahku dimulai lebih awal."

Ia melirikku dengan senyum sedikit menyeringai, "Ehem...?"

Pada akhirnya tiba di depan anak-anak tangga, "Kalau butuh batuan, hubungi aku. Sampai jumpa, ya, Nak." Ia memberikanku kartu identitasnya dan mulai pergi dengan payung hitamnya.

'K&A Planning CEO : Suga Keisuke'

"Tidak akan," tolakku sinis.

WEATHERING WITH YOU (Hodaka's Perspective)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang