Fakta Menyakitkan

75 5 0
                                    

Dini hari keluarga Sudarmawan heboh,  dia tidak bisa bergerak saat dibangunkan Bu Tini istrinya. Ria yang mendengar jeritan ibunya segera mendekat. Dia memijat badan bapaknya secara random sambil beristighfar agar diikuti bapaknya. Ibunya bergegas ke dapur dan kembali dengan air hangat. Dengan dibantu Ria, Bu Tini memberikan minum pada suaminya. Dengan pebuh kesabaran dan do'a satu sendok bisa ditelan, mata Pak Darman, begitu dia dipanggil berkedip.

"Pak, apanya yang sakit?" tanya Ria panik. Dia panit ibunya untuk shalat sibuh dulu, kemudian segera menghubungj Masnya.

"Ibu shalat dulu, kita bawa bapak ke rumah sakit. Mas Pram sedang menghubungi temannya."

Sang ibu mengangguk kemudian beranjak  ke kamar mandi. Dia menatap sendu wajah lelaki yang sudah menemaninya dua puluh lima tahun. Merajut hari penuh dengan bahagia tanpa cela. Jika hanya ribut kecil masih wajar dan bisa diatasi.

"Bu? Kok malah bengong?"

Bu Tini kaget kemudian berlalu dengan senyum yang dipaksakan. Sementara Ria masih mengurut badan bapaknya dengan minyak angin. Tidak ada perkataan apapun dari lelaki yang sudah berumur setengah abad itu.

"Pak ke rumah sakit ya, Mas Pram sedang menghubungi temannya yang bekerja di rumah sakit kota."

Pak Darman menggeleng, dia terlihat ingin bicara tapi susah. Ria memberikan ponsel bapaknya. Lelaki itu menulis di rumah saja.

Ponsel Ria bergetar berbarengan dengan ibunya yang sudah selesai shalat. Ria menjauh dari ranjang dan mengangkat telpon dari masnya.

'Hallo bagaimana kondisi bapak?'

'Masih terbaring kaku dan tidak bisa bicara, Mas ... diapain ya?'

'Kok bisa? Bapak kan tidak punya riwayat penyakit apapun?'

"Ri!!" teriak ibu.

Ria segera menghentikan obrolan tanpa mematikan ponsel. Dia bingung melihat nafas bapaknya teraengal dengan mata yang hampir putih semua. Ibunya  melafalkan Lailahaillallah dan meminta suaminya mengikuti. Sementara Ria memijat pelan punggung tangan ayahnya sambil beristighfar.

Di luar rumah sudah ramai tetangga, Ria keluar memberitahu kondisi bapaknya. Ustadz Jali memibta izin masuk ditemani  Agung.

"Ria,  Om sudah siapkan mobil ... kita bawa ke rumah sakit. Tadi Pram nelpon , kamu nggak bisa dihubungi."

Om Rivan datang dengan tergesa dan wajah panik. Dia juga sudah mau masuk ke kamar tapi ucapan Ria membuatnya berhenti.

"Bapak mau di rumah saja, Om ... sekarang Ria mau menelpon Mas Pram dulu."

Tanpa menunggu jawaban omnya, Ria mengangkat telpon masnya yang sudah menghubungi duluan.

'Dokter Satria suruh ke rumah saja, Mas hick hick, bapak nggak mau dibawa ke rumah sakit. Mas juga cepet pulabg sekalian jemput Haidar di pesantren hu hu hu ... Ria takut ....'

Tut tut tut

Telpon mati, tubuh Ria sudah meluruh di lantai. Matanya menatap ke kamar, terdengar suara  Ustadz Jali yang terus membimbing bapaknya.

"Ria ada tamu," ucap Rivan. Adik kandung ibunya itu sudah berdiri di depannya. Di belakangnya berdiri seorang wanita paruh baya memakai gamis,  berjilbab anggun dan seorang lelaki muda dengan wajah yang mirip dengan masnya.

"Siapa Om?"

"Katanya keluarga bapakmu, ada perlu penting ... diizinkan saja. Semoga membuat bapakmu sadar."

Kalimat Rivan membuat kedua orang itu mengerutkan kening. Sambil berjalan Ria menceritakan kalau bapaknya tiba-tiba tidak bisa bergerak.

"Bapaaaak? Kenapa? Jangam pergi dulu, Pak ... Kinanti mau menikah dia mau Bapak menjadi walinya. Biarlah kisah selama ini kita lupakan yang penting Bapak sehat dam bisa menikahkan Dek Kinanti. Ini Ibu datang juga nersama Amra, beliau takut Bapak nggak percaya kalau Amran anak Bapak juga."

Deg

Jantung Ria berdetak hampir berhenti, matanya bersitatap dengan sang ibu yang tak kalah kagetnya.

"Amran anak Bapak?" tanya Ria mendekat. Saat lelaki gagah itu mau angkat bicara tiba-tiba menyeruak masuk seorang gadis berjilbab putih dan langsung memeluk Darman. Di nelakangnya berjalan seorang wanita yang usianya sama dengan ibunya Amran.

"Maaf saya hanya mu ketemu suami saya, kren sudah seetengah tahun nggak berkunjung."

"Amran anak Bapak, Ibu suami Bapak ... jadi kalian?"

Brukk

Ria ambruk pingsan disusul dengan ibunya. Kamar sempit itu semakin sempit dengan kejadian tak terduga. Sementara Darman menggerakkan tangannya dan berusaha bicara.

"Ma-aa-f ...."

Istri-Istri BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang