Bab 2 - Keluarga Harmonis

37 2 0
                                    

"Bagi resep dong, Bu Tini? Punya suami yang shaleh, setia mapan terus anak-anaknya juga berhasil semua.Mas Pram jadi perawat, Mbak Ira jadi PNS, Ria juga calon psikolog dan si sulung calun hafizh qur'an," tanya Bu Broto tetangga sebelah. Mereka sedang berkumpul arisan RT bualanan.

Satu kelurahan juga tahu,  kalau keluarga Sudarmawan yang arab dipanggil Pak Dar itu keluarga Harmonis. Walau hidup sederhana dari hasil pertanian dan perdagangan yang dikelola dengan baik. Anak-anaknya juga berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Keluarga mereka sering dijadikan panutan dan teladan. Pak Dar sendiri juga rajin ibadah dan aktif dalam bermasyarakat.

Berulangkali diminta menjadi valon lurah, tapi dia menolak. Kenyamanan menjadi petani dan pedagang membuatnya enggan berurusan dengan jabatan.

"Saya nggak punya resep apa-apa Bu Broto. Cuma menjalani hidup sesuai jalannya saja. Melayani suami dan anak-anak dengan semampu saya. Memberi contoh berbuat baik dan selalu pasrah sama Gusti Allah," jawab Bu Tini dengan jujur. Semua masih tidak percaya jika tidak ada hal khusus yang dilakukannya.

"Mosok cuma begitu? Saya saja yang ikut belahar parenting, senam sana-sini biar badan tetap aduhai. Pakai scenecare mahal agar glowing suami tetap berpaling, anak-anak tidak menurut. Kemaren saya dipanggil wali kelas anak saya bolos swkolah seminggu. Padahal dari rumah berangkat. Pusiiiing pala barbie ....' protes Bu Ani. Wanita ini memang terlihat paling bersih dan seksi diantara yang lain. Profesinya sebagai ASN membuat dia jauh dari panas teriknya matahari. Berbeda dengan ibu-ibu lainnya, yang harus tersiram panas matahari karena harus ke sawah

"Kenapa sih, Pak tiba-tiba nemplok?" tanya Bu Tini. Suaminya melingkarkan tangan di perut dan meletakkan kepala di ceruk leher. Bu Tini sedang membereskan perabot bekas arisan yang sudah dicuci Ira. Semua ibu-ibu juga sudah pulang, bahkan makanan juga tidak tersisa. Mereka bilang makanan apapun yang dibuat keluarga Bu Tini selalu enak.

"Yaa ... kangen saja."

"Kangen, setiap hari ketemu lho. Malu lho sama Ira."

"Ira pasti faham, Bapak bantu."

"Modus ni biasanya."

Pak Dar hanya tersenyum sambil memasukkan gelas yang di lap istrinya ke dalam kardus. Setelah beres, Pak Dar menarik istrinya ke dalam kamar, mengunci pintu dan jendela. Bu Tini faham apa yang diinginkan suaminya. Mereka sudah biasa tidak pernah memandang waktu. Saat keduanya saling menginginkan dan ada kesempatan semua akan terjadi. Seperti saat ini, jam lima sore, rumah sudah bersih dan rapi. Ira juga sudah masuk kamar di sebrang kamar mereka. Pintunya juga tertutup rapat, dia pasti sedang ada tugas banyak. Begitu yang Ira sampaikan ke orang tuanya jika kamarnya tertutup.

Dua insan yang tidak muda lagi itu menikmati senja dengan bahagia. Tenaga yang tak banyak bukan halangan. Mereka saling memahami dan memberi kesempatan dan kepuasan.

"Makasih, Sayang ... kamu selalu bisa membuat Bapak bahagia. Selalu ada saat dibutuhkan, selalu siap jika diinginkan," ucap Pak Dar dengan nafas yang belum teratur. Dia sudah membaringkan tubuh di samping istrinya yang juga masih mengatur nafas dan merapikan pakaian.

"Apalagi yang bisa Tini lakukan selain itu, Pak. Tini ingin masuk surga dari pintu manapun, salah satu syaratnya patuh dan taat pada suami."

"Insyaallah kamu akan mendapatkannya, Sayang ... kamu istri yangbtaat dan patuh, kenapa bukqn jawaban itu yang kamu berikan saat para ibu bertanya resep keluarga kita?"

Bu Tini kaget, dia nggak nyangka duaminya mendengar pembicaraan mereka. Dia pikir suaminya asyik dengan ponselnya.

"Malu Pak, rasanya juga nggak pantas ngomong begitu. Ibu masih merasa banyak kekurangan."

Istri-Istri BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang