PENGANTIN BARU

6.6K 114 1
                                    

"Ingat ya. Kamu itu aku bayar buat jadi suami bohongan. Jadi nggak usah nuntut ini itu. Aku nggak sudi tidur bareng sama kamu," ucapku tegas kepada laki-laki yang tadi pagi baru saja mengucapkan ijab kabul di hadapan Ayahku.

"Iya, Tyas. Aku mengerti," sahutnya dengan lembut.

"Kalau begitu, malam ini kamu tidur di sofa. Nanti kalau kita pindah ke rumah baru, baru tidur di kamar masing-masing."

"Iya, iya. Aku ngerti. Aku juga tau diri untuk nggak macam-macam sama kamu."

"Bagus lah. Awas ya, cari-cari kesempatan. Perjanjian kita batal, dan kamu harus balikin semua uang yang aku kasi. Kalau enggak, selamat tidur di penjara," ucapku sinis, lalu naik ke atas ranjang dan menutup tubuh dengan selimut.

Terdengar dia menghela nafas kasar, lalu berjalan menjauh. Mungkin langsung ikut berbaring di sofa karena lelah.

Kami baru saja selesai dari acara resepsi mewah yang diadakan oleh keluargaku di hotel mewah. Papi dan Mami begitu senang, karena akhirnya aku memutuskan untuk menikah.

Ya, aku seorang wanita berusia tiga puluh empat tahun. Wanita karir yang memulai bisnis sendiri di dunia penerbitan, dan percetakan. Di usia yang tak lagi belia, menjadikan kedua orang tuaku was-was perihal jodohku. Sementara kedua adikku sudah melangkahi dan memiliki beberapa anak.

Hal itu bukan tanpa sebab. Banyak pria sepadan yang jatuh hati dan bersedia meminangku. Namun semuanya mundur, begitu mendengar pengakuan dariku yang keluargaku sendiri pun tak tahu.

Ya, itu adalah dosa dimasa lalu yang telah aku perbuat. Berhubungan badan dengan kekasihku, lalu ditinggalkan begitu saja. Mungkin ini adalah hukuman dari Tuhan. Menjadi sanksi sosial, hingga tak ada pria baik-baik yang mau menikah denganku. Aku bukan lagi gadis yang suci.

Pertemuan pertamaku dengan Zein_suamiku_bukan tanpa alasan. Laki-laki yang usianya terpaut usia lebih muda empat tahun dariku itu seorang penulis. Lebih tepatnya ghostwritter. Seperti namanya, dia memang seperti hantu. Menulis tanpa menunjukkan jati diri, kemudian menjual mahal karyanya kepada penulis amatiran namun ingin terkenal. Si Bino sontoloyo.

Tak perlu menunggu bukunya laku dan mengharapkan royalti, dia bisa mendapatkan uang tunai sekaligus dengan sekali pembayaran. Entahlah, dia bilang butuh uang untuk biaya pengobatan Ibunya yang sakit-sakitan.

Suatu hari dia datang ke kantor, meminta bantuan agar perusahaan meminjaminya uang yang jumlahnya tidak sedikit. Padahal saat itu, dia sama sekali belum punya karya baru yang akan kami beli. Namun dia terus memohon, karena tak ada lagi tempatnya meminta pertolongan selain perusahaanku yang selama ini bekerja sama dengannya secara rahasia.

Aku pun merasa iba. Namun bukan seorang pebisnis namanya kalau tidak mengharapkan keuntungan. Aku menawarinya kontrak kerja sama selama satu tahun. Bukan sebagai penulis, tapi sebagai suami. Aku memberikan jumlah uang yang dia minta, dengan surat perjanjian kerja sama dan juga surat perjanjian hutang bilamana dia melanggar perjanjian.

Dengan begitu, aku bisa dengan mudah menuntutnya ke pengadilan, perihal hutang piutang. Selain itu, aku masih berbaik hati memberinya uang bulanan selama dia masih berstatus suamiku. Tawaran yang begitu menggiurkan, hingga hanya laki-laki tidak waras saja yang akan menolaknya.

Setelah nanti resmi bercerai, aku tak akan takut lagi dengan status tidak perawanku. Toh menjadi hal yang wajar, karena semua orang berpikir, Zein lah yang telah memiliki tubuhku seutuhnya.

DINODAI SUAMI SENDIRI(selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang