BAB (7) NIGHTMARE

943 173 3
                                    


'Memori ini bagaikan kaset rusak yang kembali terputar di dalam mimpi'


●○●

Marvel berlari kencang di koridor Rumah Sakit, beberapa kali dia membungkuk meminta maaf pada orang yang tak sengaja dia tabrak. Rambutnya bergerak acak seiring langkah kaki nya yang begitu cepat.

Marvel berbelok ke arah koridor ruang VIP. Nafasnya memburu, dia tak mempedulikan komentar orang yang melihatnya seperti orang gila berlari sekencang itu di dalam Rumah Sakit.

Marvel berdiri tegak di depan pintu ruangan. Tangannya meremas ujung jaket jeans yang dia kenakan hari ini.

Cklek...

"Bagaimana keadaanya dok?" Tanya Marvel begitu dokter perempuan keluar dari ruangan.

Dokter perempuan itu tersenyum tipis ke arah Marvel. "Sekarang kondisinya kembali stabil. Tadi pasien mengalami kejang-kejang dan detak jantung nya melemah. Tapi syukurnya sekarang keadaanya kembali normal."

Marvel menghela nafas lega mendengar penjelasan dokter. Dia merapalkan ribuan syukur di dalam hatinya. "Makasih dok."

Dokter itu mengangguk lalu pamit bersama dua orang suster pada Marvel.

Marvel berjalan masuk ke dalam ruangan yang di isi seorang perempuan. Tidak ada siapa-siapa di ruangan ini kecuali wanita yang sudah berbaring satu tahun lebih disana. Beberapa alat medis terpasang lengkap. Suara mesin EKG turut memecahkan kesunyian ruangan. Menandakkan jika wanita yang berada di alam tak sadar itu masih hidup.

Marvel duduk di kursi dekat brankar, matanya memanas setiap kali melihat orang yang terbaring tak berdaya.

"Mama....kapan bangun? Marvel butuh mama." Kata Marvel pelan sambil meraih tangan ibunya, menciumnya penuh sayang.

Perempuan cantik yang terus saja menutup matanya itu ibu Marvel, ibu kandungnya. Yunita Cakrabuana yang sudah koma satu tahun lebih hingga saat ini.

Marvel tak memiliki siapapun di dunia ini yang bisa dijadikan sandaran. Besar harapannya agar sang ibu segera membuka mata seperti sediakala. Marvel tak pernah bosan menunggu hari itu tiba, hari dimana dia bisa melihat senyum wanita cantik yang dia panggil mama.

"Marvel percaya kata mereka kalau orang yang koma bisa dengar apapun yang kita ucapkan." Kata Marvel mulai membuka pembicaraannya hari ini meskipun tak pernah mendapat respon dari orang yang dia ajak bicara.

"Mama dengar suara Marvel kan? Kapan mama bangun? Marvel gak kuat ma, Marvel bingung harus cari siapa yang bisa Marvel jadikan tempat cerita." Remaja laki-laki itu terus mencium tangan sang ibu dengan tangan yang mengelus pelan surai hitamnya.

"Mama tau kalau kita sekarang udah hancur? Semuanya berantakan, Marvel bingung sendiri disaat abang memilih pergi." Mata yang selalu tajam dan dingin itu mulai berkaca-kaca.

"Marvel capek, Marvel butuh pelukan mama." Kata Marvel sambil menyandarkan kepalanya di dekat tangan sang ibu.

--

Senyuman, rasa bangga serta air mata bahagia seolah-olah tak bisa mereka hindari saat ini. Delapan orang remaja berseragam jurusan-jurusan STM berdiri melingkar menatap satu sama lain dengan perasaan yang sama, bangga dan bahagia.

"Marvel kita berhasil." Kata remaja yang kini tersenyum manis dengan nada haru bernama Naufal.

"Cakravela resmi berdiri." Sahut laki-laki bertubuh kecil namun punya aura bangsawan yang kental, Raden kini ikut tersenyum tulus.

STM vs SMEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang