BAB 3 - Wedding Day.

656 39 2
                                    

Sejak pertemuan terakhirnya, Edwin sering berkunjung ke rumah Kania. Bahkan beberapa bulan yang lalu dengan lantang laki-laki itu melamar Kania di hadapan orangtuanya. Kania terkejut bukan kepalang, mereka cukup dekat semenjak  pertemuan panas di balkon malam itu, bahkan sikap Edwin berubah menjadi manis dan baik di hadapan Kania. Tetapi untuk menikah? Menurut Kania mereka tidak sedekat itu. Walaupun sebenarnya, entah sejak kapan Kania sadar bahwa dia sudah jatuh cinta dengan laki-laki yang terlihat misterius itu.

Mungkin sejak pertemuan mereka, sejak ciuman pertama mereka atau sejak Edwin berubah menjadi manis. Kania tidak tahu, yang jelas dia mencintai Edwin.

Satu bulan yang lalu Kania memutuskan untuk menerima lamaran dari Edwin. Hal yang menjadi berita hebat di kalangan bisnis dan kolega papanya, tentu anak dari seorang pejabat menikah dengan seorang pengusaha kaya raya adalah perpaduan yang mumpuni untuk semakin berkuasa.

Satu bulan berlalu, akhirnya pagi ini acara akad nikah mereka di gelar dengan begitu mewah. Tentu saja, Papa Kania juga adalah orang yang terpandang dan berkuasa di Bandung, calon suaminya tak cukup berbeda walaupun profesi mereka berbeda. Keluarga Edwin datang bersama-sama ke Bandung, beberapa keluarga terdekat Kania juga ikut merayakan pernikahan akbar hari ini.

"SAH ..."

Ucapan para saksi menjadi penanda berubahnya status Kania dari seorang wanita single berubah menjadi istri. Dalam waktu beberapa bulan, hidup Kania benar-benar berbeda seratus delapan puluh derajad. Mulai detik ini, Kania adalah seorang istri Edwin Magenta.

Di hari pertama pernikahannya, Edwin membawa Kania kembali ke Jakarta. Laki-laki itu beralasan sudah banyak pekerjaan yang menumpuk karena selama ini dia disibukkan dengan urusan pernikahan.

"Ma ... Kania pergi dulu sama Mas Edwin," pamit Kania kepada mamanya. Mereka sedang berada di dalam kamarnya. Walaupun mencoba untuk tersenyum, Kania tahu mamanya begitu terpukul dengan kepergiannya.

"Kenapa kalian nggak tinggal di Bandung aja?"

"Ma, pekerjaan Mas Edwin di Jakarta."

"Mama sedih jika harus jauh dari mu, Nak. Siapa yang mau menemani mama shoping?"

Kania tertawa, padahal suasana sedang sedih tetapi mamanya sempat bercanda."Ada Papa."

"Mana pernah Papamu mau di ajak shoping, tiap hari bekerja."

"Hahaha, ya dipaksa, kan Mama suka memaksa."

Mama Kania memukul pelan lengan anaknya, menariknya mendekat. Sebuah usapan lembut Kania rasakan di kepalanya. "Mama lupa ternyata kamu sudah beranjak dewasa. Gadis kecil mama sudah menjadi seorang istri."

Kania merasakan haru yang mendayu, matanya menahan panas yang terasa, dia sedih harus meninggalkan mama dan papanya hidup berdua.

"Ma," panggilnya dalam isakan.

Mama Kania melepaskan dekapan lembutnya, menyisihkan rambut Kania kebelakang telinganya. "Pesan Mama, jadilah istri yang berbakti kepada suami. Edwin adalah laki-laki yang akan menemanimu hingga menua bersama, terima baik dan buruknya, jangan pernah menyerah dengan setiap masalah yang menghadang di depan sana."

"Baik, Ma," jawab Kania.

"Ya sudah, kita ke depan."

Kania melihat Edwin yang sedang berbincang dengan papanya, mata laki-laki itu beralih melihatnya saat mendengar bunyi kedatangan seseorang yang mendekat.

"Sudah siap?" tanya Edwin begitu melihat kedatangan istrinya.

Kania mengangguk, melepaskan belitan tangannya di lengan mamanya. Mereka berempat berjalan ke pelataran rumah, Mama dan Papa Kania mengantarkan Kania hingga masuk ke dalam mobil. Sebelum masuk ke dalam mobil, Kania kembali memeluk papa dan mamanya dengan berderai air mata.

Love Me, Heal MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang