-disguised

383 38 4
                                    

and i wonder why,
wonder what for,
why we keep coming back for more?

###








"Mau berangkat?"

Sunghoon yang saat ini sedang merapikan kemejanya di depan kaca menoleh, mendapati Jongseong yang sedang bersandar di pintu kamar.

Mengangguk sebagai jawaban, Sunghoon mulai melangkah ke pintu yang kemudian Jongseong menyingkir agar Sunghoon bisa melewatinya.

"Nanti sore jadi mau ke supermatket, Seong?"

Jongseong balas menangguk, "Aku aja yang beli sendiri nanti, sekalian beli bahan buat masak. Barang kamu udah dilist kan?"

Masih sambil melangkah, Sunghoon mulai memakai sepatunya, menatap sebentar ke arah Jongseong kemudian mengangguk.

"Aku berangkat."







#####







"Pulang sama aku, ya? Mampir makan dulu. "

Sunghoon hanya melirik pria yang saat ini sedang tersenyum lebar sambil bersandar pada pembatas mejanya,

"Kalau nggak mau?"

"Aku nggak menerima penolakan loh, Hoon."

"Apa gunanya kamu nanya kalau gitu?"

Yang ditanyai balas terkekeh, "cuma mau konfirmasi aja ke kamu."

"Yaudah iya."

Pria itu sudah ber-yes ria setelah mendengar jawaban dari Sunghoon, menunggu Sunghoon untuk bangkit dari mejanya setelah membereskan barang dan mulai berjalan beriringan.

Mampir di tempat makan dekat kantor mereka, beralih untuk memesan dan memilih tempat untuk duduk. 

"Kak Hee? Lihat apa sih."

Sunghoon menoleh ke arah pria itu—Heeseung, yang Sunghoon memanggilnya dengan kak karena lebih tua setahun, sedang menumpukan dagunya pada sebelah tangan, menatap lekat ke arah Sunghoon.

"Lihatin wajah kamu. Tahu sendiri aku suka lihatin kamu kayak gini."

Hanya menghela napas, Sunghoon mencoba mengalihkan pandangannya. "Malu pada ngelihatin. Dikira penguntit kali kamu."

Heeseung hanya terkekeh pelan,

"Penguntit kok dibiarin satu meja? dikiranya pacar kali, Hoon."

Sedikit tertawa karena ucapan Heeseung masuk akal. Obrolan-obrolan ringan seperti ini, Sunghoon sebenarnya suka dengan segala perhatian yang Heeseung berikan, hal-hal yang ia tidak bisa dapatkan ketika bersama Jongseong karena obrolan mereka hanya berbatas pada topik, namun ia tahu persis apa yang menghalanginya saat ini.

"Jongseong beruntung banget ya bisa dapet kamu."

Manik milik Sunghoon kembali berhadapan dengan milik Heeseung, mencari sedikit ketidaksungguhan namun nihil.

Kembali menghela napasnya, bagaimanapun ini bukan kesepakatan mereka,

"Kak, kita udah setuju untuk stop bahas tentang—"

"Eh, makanannya datang."

Benar-benar datang di waktu yang tepat.

Sunghoon memilih untuk mengurungkan kalimatnya sebelum ia merasa akan menyakiti siapapun, walaupun ia rasa, mungkin saja, kadang diperlukan.

Memakan yang dipesan, masih sambil mengobrol ringan dengan Heeseung.

Hujan yang kemudian datang bertepatan ketika Sunghoon sudah keluar dari bus, dengan Heeseung yang lagi-lagi bersikeras untuk mengantarnya pulang.

Jarak halte sampai apartemennya sebenarnya sedikit jauh untuk berjalan, namun bukannya menunggu hingga hujan reda, Heeseung malah menarik Sunghoon agar mereka berlari, ingin Sunghoon cepat beristirahat katanya, walaupun berakhir dengan mereka yang sempurna kebasahan saat sampai di luar lobi.

Manik Heeseung kali ini tidak bisa teralihkan dari Sunghoon di hadapannya yang sedang basah kuyup dengan kemeja putih yang ia kenakan.

Air yang satu persatu menetes dari rambutnya, mata yang sedang tidak fokus mengarah, sambil masih mengatur napasnya yang terengah.

Sungguh, Heeseung selama ini selalu menganggap Sunghoon adalah makhluk terindah yang pernah ia temui, namun ia tidak pernah menyangka pemandangan Sunghoon yang seperti ini bisa membuatnya kehilangan akal.

Sedikit mendorong Sunghoon agar bersandar pada tembok di sampingnya, entah setan dari mana yang berbisik, Heeseung sudah mulai menarik tengkuk milik Sunghoon untuk menipiskan jarak di antara mereka,

"K-kak?"

Tidak sampai detik kemudian, bibir mereka sudah bertemu tanpa peringatan apapun.

Sunghoon tentu saja terkejut, ia tidak mengerti apa yang membuat Heeseung menjadi tiba-tiba seperti ini, namun dengan naifnya, ia sama sekali tidak menolak.

Heeseung menciumnya dengan lembut, lembut sekali dan Sunghoon merasa nyaman dengan lumatan-lumatan kecil yang Heeseung berikan.

Membalas apa yang Heeseung berikan sesaat, mungkin Sunghoon sudah gila karena mengimbangi apa yang Heeseung lakukan saat ini.

Hingga ketika mereka melepaskan pagutan untuk mengambil oksigen dan membuka mata, manik milik Sunghoon tepat bertabrakan dengan manik orang yang sedang memegang payung sambil menenteng satu kantung belanjaan penuh di seberangnya, sedikit jauh di belakang Heeseung. 

Tentu saja masih dalam jarak yang dapat dengan jelas melihat apa yang ia dan Heeseung lakukan disana karena kacamata milik orang itu bertengger, jelas sedang dipakai. Yang fungsinya dapat membantu si pemakai agar dapat melihat lebih jelas lagi.



Deg-deg.



Jongseongnya ada disana.

Sedang berdiri di bawah hujan dan menatapnya tepat pada netra dengan tatapan yang demi apapun...

Sunghoon sangat tidak ingin menerka apa yang ada di baliknya.

Ia mungkin akan merasa lebih baik jika Jongseong menangis, memukul, memarahinya, atau memaki tepat di depan wajahnya saat ini,

namun Jongseong hanya terdiam, menatapnya tanpa ekspresi muka yang jelas. Tatapan yang membuat hatinya runtuh seketika.

Jongseong kemudian pergi begitu saja tanpa berucap apapun setelah mematahkan kontak mata mereka terlebih dahulu, hampir menghilang dari pandangan matanya ketika Sunghoon baru tersadar, dapat memegang kendali atas tubuhnya lagi, menangkap akalnya kembali.

Hendak menyusul Jongseong namun persetan, lengan Heeseung tiba-tiba menahannya,

"Kenapa?"

Pertanyaan yang Heeseung ucapkan membuat kepala Sunghoon sedikit pening. Heeseung tentu saja mengetahui apa yang baru saja membuat Sunghoon begitu terkejut,

"Sunghoon. Kamu sendiri yang bilang perasaanmu sama Jongseong udah hilang kan? Kamu sendiri yang ngasih aku harapan."

Ia menahan Sunghoon lebih erat,

"Kenapa nggak bisa aku aja yang punya kamu?"

Lebih ingin menangis ketika mendengar apa yang Heeseung katakan.

Sunghoon sebisa mungkin menekan emosinya yang sudah tercampur aduk—napasnya hampir tidak bisa ia atur, ia hampir tidak bisa menahan perasaannya yang berluapan satu persatu. Kepalanya berputar perlahan, mungkin ia akan limbung begitu sampai apartemennya.

Pada akhirnya memilih untuk memejamkan mata sebentar untuk mengatur napasnya, melepaskan genggaman Heeseung pada lengannya, menggeleng perlahan,

"Maaf, kak Hee. . ."





























###

omg bagaimana ini


scared to be lonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang