Rencontrer

620 16 0
                                    

Wooyoung x Hongjoong

Soulmate au!
Age switch



Di umurnya yang tepat pada pertengahan kepala dua Wooyoung sudah terlampau kebal dengan pertanyaan temannya tentang sang soulmate. Tidak heran, semua teman dekatnya sudah menikah. Hanya dia seorang saja yang belum menikah, bahkan bertemu soulmate-nya saja belum.

Salah satu temannya pernah menyeletuk kalau soulmate-nya kemungkinan menolak takdir mereka karena tidak kunjung berjumpa yang jelas diabaikan oleh Wooyoung. Ia tau itu hanya sebuah candaan. Lagian, kalau ia menolak takdirnya 'jam' di lengan Wooyoung mesti otomatis berhenti dan amenunjukkan waktu yang sama. Waktu saat sang mate menolak ikatan mereka. Sementara, jam milik Wooyoung hingga kini masih menunjukkan angka yang berubah tiap menitnya.

Tunggu, mari kita jelaskan. Semua orang di dunia ini mempunyai jamnya masing-masing, sekilas akan terlihat seperti tato angka kecil. Jam tersebut menunjukkan waktu setempat di daerah sang mate dengan akurat. Seperti milik Wooyoung sekarang, jam di lengannya menunjukkan pukul 07:11. Tujuh jam lebih lambat dari Seoul. Sejak dua hari yang lalu jam mereka berbeda.

"Hyung?" Wooyoung mendapati sepupunya, Jongho, tersenyum hangat. "Paman Jung sudah menunggu di mobil. Kita berangkat ke bandara sekarang,"

Wooyoung mengangguk, mengusap rambut arang Jongho dan merangkulnya. "Ayo!"

***

Perjalanan yang menempuh sehari lebih itu benar-benar menguras tenaga Wooyoung. Begitu sampai di hotel ia segera mandi air hangat, mengganti piama, dan merebahkan diri di kasur. Tak butuh waktu lama baginya untuk terlelap menjemput mimpi. Sore harinya ia dan Jongho memutuskan jalan-jalan menikmati lingkungan sekitar hotel dan makan malam di luar sebelum berakhir dengan kembali tidur.

Paginya seperti yang sudah direncanakan oleh sang Ayah, mereka berencana mengunjungi pameran lukis mahasiswa tingkat internasional. Tujuan utama dari perjalanan jauh mereka di Saarbrücken. Kepala keluarga Jung itu berniat mencari lukisan yang sesuai dengan seleranya dan berniat mengajak sang pelukis muda kerja sama. Ia akan membeli karyanya yang lain sebagai hiasan di kantor.

Wooyoung sebetulnya tidak begitu menyukai pameran. Kalau disuruh memilih antara menghadiri pameran atau mendekam di ruang kerja dengan setumpuk dokumen kerja, maka Wooyoung dengan senang hati akan memilih opsi kedua. Kalau saja perintah Ayahnya bukan hal mutlak, Wooyoung sudah duduk santai di cafe seberang jalan dan menikmati sepotong kue coklat.

"Hyung, aku mau ke lorong sebelah kiri. Mau ikut aku atau menyusul paman Jung di sana?"

"Aku mau pergi ke Ayah bentar buat izin, kamu mau ke cafe depan kan?"

Anggukan lucu diterima Wooyoung. Ia terkekeh pelan. Tangannya kembali mengusak rambut sepupunya pelan, sudah menjadi kebiasaannya mengusak rambut orang jika sedang gemas. "Tunggu sebentar, ya,"

Ayahnya sedang berbicara dengan salah satu rekan kerjanya saat dia datang. Tak bermaksud mengganggu, Wooyoung memilih untuk melihat lukisan sekitarnya sembari menunggu. Sedang asik melihat-lihat badannya tiba-tiba saja terdorong ke depan lumayan keras. Permintaan maaf dengan bahasa Inggris menyusul setelahnya. Sulung Jung itu mendapati pemuda dengan wajah Asia berdiri dengan ringisan kecil di belakangnya.

"Maaf, aku nggak sengaja,"

"Oh, bukan masalah,"

Setelah punggung kecil itu berlalu, Wooyoung mendapati Ayahnya sudah selesai berbicara dan kembali memfokuskan diri dengan lukisan. Ia bergegas ke sana, meminta izin untuk pergi ke cafe depan seperti permintaan Jongho tadi.

Serene | AteezTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang