Dari ekspresi yang membias di raut wajahnya, Nyonya Kim tidak bisa menyembunyikan kebingungannya saat di suatu pagi menemukan seorang bocah laki-laki setinggi pinggangnya tampak berdiri di balik pintu rumahnya dengan tatapan malu-malu penuh harap dengan kedua tangan yang saling tertaut. Nyonya Kim akui bahwa bocah laki-laki di hadapannya ini memang manis dan terkesan tampan, tapi yang membuat ia lebih heran; siapa kah gerangan anak ini? Kenapa di Senin pagi hari seperti ini sudah memasang badan di depan rumahnya?
"Ya?"
Akhirnya Nyonya Kim berkata sebagai balasan dari bel pintu yang pastinya tadi dibunyikan oleh anak tersebut.
"Se-Selamat Pagi, Ahjumma," ucap si bocah laki-laki agak terbata, "I-itu, saya ma-mau, itu... ah!" seru sang bocah tiba-tiba, semakin membuat Nyonya Kim mengernyitkan kening, "Ma-Maaf, Ahjumma. Pe-Perkenalkan, namaku..."
"Eomma~!"
Perkenalan diri sang bocah terhenti ketika sebuah suara nyaring terdengar dari dalam rumah diikuti dengan suara derap kaki yang tampaknya berlari menuju ke arah mereka. Nyonya Kim agak terdorong ke depan saat mendapati dirinya ditabrak oleh bocah lain yang tidak lain tidak bukan adalah anak sematawayangnya sendiri.
"Eomma~! Aku ber—Mark?"
Nyonya Kim lantas menoleh ke arah bocah asing yang keberadaannya sempat ia abaikan karena sikap tak terduga dari sang anak yang kini tengah membolakan kedua matanya menatap pada bocah yang malah menampilkan senyuman bahagia.
"Selamat pagi, Haechanie," sapa Mark terlihat senang, seakan melupakan hal memalukan yang ia lakoni tadi karena saking gugupnya.
"Apa yang kau lakukan di depan rumahku?"
"Hyuckie!"
Sedikit-banyak Nyonya Kim yang telah
memahami kondisi apa yang ada dihadapannya pun memanggil Haechan dengan nada teguran lantaran merasa perkataan sang putra dirasa kurang sopan untuk ditujukan kepada tamu yang sedang berkunjung. Meski Haechan membalasnya dengan kerucutan bibir, Nyonya Kim lebih memilih untuk memfokuskan dirinya kembali pada bocah tampan yang kini menautkan kedua tangannya seperti salah tingkah dengan kedua mata yang tak memandangnya dengan benar; lagi-lagi gugup."Maafkan sikap Hyuckie ya. Kamu pasti temannya Hyuckie kan? Siapa namamu?" tanya Nyonya Kim seraya membungkukkan badan untuk lebih mendekat ke arah Mark.
Namun bukannya memperkenalkan diri, Mark malah berkata, "Hyuckie?" dengan raut dan nada kebingungan yang kentara.
"Eh?" ucap Nyonya Kim ikutan bingung seraya menatap sang putra penuh tanda tanya.
Haechan hanya menanggapinya dengan cengiran sebelum meraih tangan Mark tanpa aba-aba kemudian mengenggamnya erat.
"Namanya Mark, Eomma. Kami berangkat," pamit Haechan cepat seraya menyeret Mark yang malah terdiam patuh sambil menatap kearah jemarinya yang saling tertaut dengan jemari Haechan.
"Baiklah, hati-hati di jalan ya!"
Nyonya Kim melambaikan tangannya pada Haechan dan Mark yang kini sudah berjalan beriringan dengan jarak yang lumayan jauh. Haechan sendiri juga membalasya dengan lambaian tangan yang segera terhenti saat ia merasa jemarinya yang masih tertaut dengan jemari Mark dirasa semakin erat dan terasa hangat.
Haechan hanya sedikit terkejut saat mengetahui Mark sengaja mempererat gengaman mereka.
***
Semenjak adegan dimana Mark ternyata sengaja menjemput Haechan untuk berangkat bersama ke sekolah di pagi hari yang telah lalu, bukanlah hal yang mengherankan jika mereka menjadi selalu bersama saat berangkat maupun pulang sekolah. Untuk itulah kali ini Haechan merasa janggal ketika tidak menemukan Mark berdiri di depan kelasnya seperti biasa saat bel pulang sekolah sudah berdentang bahkan lebih dari sepuluh menit yang lalu. Biasanya pula, mau selama apapun Haechan membereskan peralatan sekolahnya, Mark akan tetap setia menunggu sampai pada akhirnya mereka bisa pulang sekolah bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine
Fanfiction"Bukan masalah seberapa banyak waktu yang kau lalui dengan seseorang, tapi bagaimana cara kau menghabiskan waktu tersebut bersama seseorang itu." Mark sadar. Semakin lama ia menahan diri, semakin besar kemungkinan Haechan akan lolos dari genggamann...