Part III

1.2K 136 4
                                    

Tak akan ada yang menduga bila Haechan benar-benar dapat menyusul Mark di sekolah yang sama pada tingkat sekolah menengah pertama. Hal tersebut juga menjadi bukti konkrit bila kedekatan mereka nyatanya dapat berlanjut hingga Haechan duduk di bangku tahun pertama semester akhir sekaligus kembali menjadi adik kelas Mark yang terpaut satu tahun pembelajaran.

Berkat itu, bukanlah sebuah hal aneh jika kini Mark bisa dengan leluasa melakukan apa saja di kamar Haechan seperti saat ini; tiduran seraya mencuri pandang ke arah Haechan yang tampak serius berkutat dengan tumpukan buku di hadapannya di meja belajar. Sebenarnya perilaku Mark tersebut sudah ia lakoni berkali-kali mengingat waktu Haechan untuk melaksanakan kegiatannya juga tidak main-main: dari jam 7 malam sampai hampir jam 10 malam. Sudah berulang kali pula Mark mengingatkan Haechan untuk berhenti dan istirahat jika melihat kondisi Haechan yang sebenarnya sedang setengah demam. Tapi Haechan selalu menolak dengan alasan yang selalu sama; ia ingin lulus ujian akselerasi agar dirinya tidak lagi menjadi adik kelas Mark dan bisa sepadan dengan Mark dalam urusan pendidikan.

Jujur Mark merasa senang jika seandainya dengan itu ia bisa terus bersama Haechan, hanya saja Mark tidak bisa memungkiri rasa herannya tentang seniat apa Haechan benar-benar ingin seangkatan dengan dirinya. Ketika Mark bertanya alasan dibaliknya, selalu saja jawaban "iseng" yang terlontar dari bibir Haechan.

Mana ada iseng seniat ini?

"Uhuk!"

Mark yang sempat melamun lantas kembali memfokuskan dirinya pada Haechan ketika mendengar suara terbatuk Haechan diiringi dengan tangan kirinya yang tampak menyangga memegangi kepalanya. Tak hanya itu, Mark refleks terduduk dari baringannya saat maniknya menemukan raut kesakitan milik Haechan yang berusaha ia sembunyikan dibarengi remasan kepalanya yang terlihat semakin kuat.

"Hyuckie, istirahatlah," pinta Mark pelan.

Haechan lantas mengalihkan pandangannya pada Mark hanya untuk menemukan sahabatnya memasang raut wajah cemas. Jujur saja Haechan tidak terlalu menyukai reaksi Mark karena hal itu membuatnya terkesan lemah. Padahal Haechan hanya merasa sedikit pusing dan panas saja, bukan demam yang separah bayangan Mark.

"Setelah lima soal lagi aku selesai," balas Haechan secara tidak langsung menolak permintaan Mark.

Haechan tidak terlalu mempedulikan helaan napas dari Mark yang terdengar di telinganya karena ia berusaha kembali fokus pada belajarnya. Saking cepatnya Haechan bisa memfokuskan diri, ia sampai tidak menyadari jika Mark sudah beranjak dari ranjangnya dan kini sudah berada di samping kursinya dimana ia terduduk. Namun tetap saja, sosok Mark yang menjulang tinggi di sampingnya mau tak mau sedikit mengganggu Haechan sebenarnya, tapi ia memilih tidak peduli dan melanjutkan kegiatannya.

Niatnya sih begitu jika saja Mark tidak mengejutkan dirinya dengan menarik kursinya ke belakang secara cepat sampai membuat Haechan hampir kehilangan keseimbangannya jika saja ia tak berpegangan pada pinggiran meja di hadapannya. Belum sempat Haechan bereaksi, tiba-tiba tubuhnya sudah terangkat di udara oleh karena pergerakan Mark yang langsung mengangkat tubuhnya dengan kedua tangan dan menggendongnya dengan mantap secara bridal style menuju ranjangnya cepat hingga membuat Haechan harus mengalungkan kedua tangannya di leher Mark saking takutnya ia terjatuh dari lengan Mark.

"Mark—!"

Haechan memprotes dengan nada panjang ketika tubuhnya telah mendarat sempurna di atas ranjang empuknya tanpa lupa menampilkan raut ngambeknya pada Mark yang kini malah menatapnya datar. Haechan hendak memukul Mark untuk melampiaskan rasa kesalnya jika saja Mark tidak segera menempelkan keningnya dengan kening Haechan hingga jarak wajah di antara mereka hanya berjarak sepersekian senti hingga membuat Haechan diam-diam meneguk ludahnya tanpa sepengetahuan dari Mark.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang