Prolog

16.2K 1.2K 104
                                    

Halo, pembaca yang lagi baca ini sekarang. Ini cerita aku upload ulang bertujuan revisi dan nyambung sama jalan ceritanya. Jadi bagi pembaca lama yang udah baca jangan kasih spoiler buat pembaca baru.

Arigathanks, brouh.

Eyyo! Happy reading~

...

"kisah dramatis, tentang cinta yang mengatasi perbedaan besar."

...

Embusan angin menerpa pakaiannya, menyerubung diri ke tulang-tulang. Jemari sedingin es merayapi celana panjang, mengepalkan tangan di lutut dan menarik; tiba-tiba entah mengapa perasaan berdebar ini menghinggapinya.

Getsha tidak suka dengan orang-orang itu. Namun, hari ini adalah kepulangan orangtuanya. Saat ia melangkah kakinya masuk, orang-orang itu berkumpul dalam satu ruangan. Tertawa hambar keras terngiang dalam dengung miliknya, kehadirannya seolah-olah hanya debu yang kapan saja bisa terhembus angin. Menyaksikan itu dalam diam, Getsha tersenyum tipis. Ia membawa sebuket bunga di tangan kanannya, berjalan menembus perkumpulan manusia itu.

"Berhenti. Mau kemana kamu?" katanya. "Kamu tidak merindukan kami?"

"Tidak." kata Getsha sambil memutarkan tubuh.

Getsha menoleh ke belakang dan melihat semua orang yang mengamatinya. Seorang dari mereka mengulurkan tangan, mengajak berpelukan.

"Siapa?"

"Aku Ibumu, Eca. Kamu melupakan Ibumu?" suaranya lembut.

Tentu saja.

Bagaimana bisa Getsha lupa?

"Oh." Getsha mendehem pelan. "Yah, sayangnya aku hanya punya Bunda bukan kau."

"Apa yang kamu bicarakan?"

Getsha mencoba untuk tidak tertawa. "Aku serius." jawabnya. "Dan aku yakin pendengaranmu tidak rusak."

Wanita berkepala empat itu tertegun di depan Getsha. Bisa ia dengar dia bernapas dengan berat.

Secara tidak sengaja rentinanya bertatapan langsung dengan rentina seseorang. Pria paruh baya yang menyandung nama sebagai Ayah kandungnya itu berdiri di dekat seorang gadis, tangan dimasukkan dengan santai ke dalam saku, garis mulutnya terlihat dingin.

"Kak Eca!" pekikan Fania, gadis yang berdiri dekat dengan Ayahnya, suara itu yang membuat Getsha menatapnya.

"Darimana saja kamu?" Jev, nama pria baruh baya, Ayah Getsha.

"Bukan urusan kau."

Wajahnya mendadak jernih, seolah-olah terkejut.

"Kaka ... "

"Berhenti bicara, bodoh."

"Getsha!!"

"Yes, i'am." Getsha menyahut. "Kenapa?"

"Getsha." Suaranya mengandung peringatan.

Mata hitamnya langsung bertemu pandang dengannya dan dia menurunkan kedua alisnya; kepalanya di miringkan, kedutan di bibirnya memberitahu Getsha bahwa ia jangan bersikap tidak sopan hingga memperbesarkan masalah, dan sebaiknya ia harus melangkah pergi. Getsha mendesah dan melewati Ibu tiri yang sudah berdiri di sampingnya.

Getsha masuk ke kamarnya, berjalan tanpa suara melintasi kamarnya. Di dalam kamarnya hampir setiap lukisan abstrak terpajang. Lukisan-lukisan itu membuat ia merasa nyaman, lebih tepatnya sebagai sarana pelampiasannya; semua itu mengingatkannya akan Bunda-nya. Grace Laurentvia, Bunda-nya sudah meninggal karena gagal ginjalnya, disaat itu Ibu Getsha memergoki Jev berselingkuh dengan wanita lain. Rachella Retnoantica. Ibu tiri nya saat ini, Ibu kandung dari Fania.

Tahun lalu, ketika Grace sudah dalam perjalanan pulangnya dari rumah sakit untuk dia berobat, ia menemukan Rachel bersama Jev suaminya tengah bermesraan dengan intim lebih dari sebutan teman yang pernah disebutkan oleh kedua mulut mereka. Rachel tampak pura-pura terkejut oleh kehadirannya, seolah-olah kehadiran Grace telah dinantikan lama. Dan, kemudian, ketika Grace yang sudah dikuasai emosi serta logikanya ingin menghancurkan Rachel saat ini tanpa sadar membuat nafasnya menipis. Grace yang berkeringat dan akan kehilangan napasnya, bertanya, "Kalian akan bersama setelah kematianku?"

Jev menggigit bibir bawahnya dan meletakkan kepala Grace di pangkuannya.

Setiap hari selalu sama dan setiap hari ia merasa ciut membayangkan Bundanya melihat dirinya seperti ini; perempuan pengangguran yang setiap hari naik motor dan menampik orang-orang dengan brutal lewat sebuah geng yang dibuatnya. Berteman dengan laki-laki sudah dari lama sejak sekolah dasar dan selalu pulang dengan tubuh yang setiap hari tanpa absen dengan penuh memar. Tetangga yang mengira dia perempuan menghibur, akan mengoceh dan menceritakan pada temannya. Kemudian, tahun lalu, ketika ia pertama kalinya bekerja dan menyelesaikannya dengan perasaan tidak baik, ia berkata bahwa ia merasa tidak yakin dengan hidupnya yang tidak terurus ini. Getsha akhirnya mengerti bahwa masalahnya bukan pekerjaan yang diambilnya, melainkan pada Getsha sendiri—Getsha tidak yakin.

Menyaksikan interaksi antara Ny. Rachel dan Ayahnya mengingatkan Getsha akan sikap lembut dari Bundanya. Dari tutur biaranya, tatapannya, dan memegangnya dengan lembut agar tidak membuatnya terluka, itu semua ia rindukan. Getsha berdiri dan menatap, melalui jendela kamarnya, berharap bisa bertemu dengan Bundanya malam ini. 

Sebelumnya buket bunga yang di bawanya, Getsha letakkan di atas meja belajarnya, tepat di hadapan mendiang Bunda nya.

Getaran membuat Getsha merasakan seperti sengatan listrik. Ia benar-benar tenggelam dalam benak buatannya sendiri, terkejut dengan tidak dipikir. Benda pipih itu menampilkan nama 'Alvin'.

"Halo?"

Matanya mengerjap.

"Iya, gue kesana." suaranya gemetar. Bahkan kakinya sedikit limbung, seakan lupa menahan tubuh sendiri.

Kaki Getsha melangkah luar, mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Jantungnya berdegup kencang, ia bisa mendengar diri detak jantungnya saat ini.

Getsha mengikuti ruangan yang dikirim oleh pemuda bernama Alvin yang memberinya informasi.

Semua orang mulai mengangkatkan kepalanya, menyadari kedatangan Getsha yang terburu-buru.

"Gimana?" Getsha mendongak, penuh harap. "Keadaan Jack bagaimana?"

"Jack udah tiada." katanya dengan pelan.
.
.
.
"Jadi namanya Getsha Alovska?" ujarnya, sambil memutar-mutarkan cincin batu giok di jari.

Dengan perlahan tangannya menekan tombol, menggali lebih banyak informasi. Sudut bibirnya membentuk senyuman dingin. 

To Be Continued

MAGENTA - BXB ( RE UPLOAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang