Menemukan Akhir

120 14 1
                                    

MARCELLO MELAMBAIKAN TANGANNYA sembari tersenyum saat Serra akhirnya berbalik dan naik ke lantai dua rumahnya. Terdengar samar-samar suaranya yang berpamitan kepada Andin dan Billi setelah ia berhasil mengantarkan gadis itu kembali ke rumah.

Billi sangat berterima kasih kepada Marcello dan segera mengantarkan laki-laki muda itu ke depan. Pria itu juga berkata bahwa ia akan memastikan putrinya mendapatkan penanganan yang lebih baik. Sekali lagi Billi berterima kasih, sebelum akhirnya laki-laki muda di hadapannya itu menancapkan gas motornya dan berlalu pergi.

Sementara Serra, memperhatikan semuanya dari balkon. Ia segera menutup tirai dan jendela setelah melihat kepergian Marcello di sana.

Tubuh gadis itu masih terasa lemas, sehingga ia pun menjatuhkan dirinya di lantai. Manik hitamnya menatap lurus ke arah pintu yang tertutup. Serra sengaja menguncinya agar Andin dan Billi tidak menemuinya sekarang.

Embusan napas berat terdengar darinya. Ia tidak tahu kepergian Sakilla akan begitu menyakiti perasaan sekaligus egonya.

Sakilla.

Gadis itu kemudian menarik ransel yang tidak jauh darinya, membukanya, lalu mengambil buku harian Sakilla dari dalamnya. Ia menggigit bibir bawahnya ragu, lalu mengusap permukaan buku tersebut dengan hati-hati.

"Sakilla, hari ini gue bakal tahu semua rahasia yang lo simpan sendiri," katanya, lalu membuka buku tersebut.

Serra langsung menuju ke halaman yang belum sempat dibacanya kemarin. Dan mulai membaca...

Hari itu ...

Akhirnya gue sadar kalau nggak ada satupun orang yang bisa gue percayai di dunia ini

Fabian, Gretta, Tya ataupun anak-anak cheers yang lain.

Gue sendirian.

Gue selalu sendirian.

Gue nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain diri gue sendiri.

Bahkan orang tua yang seharusnya bisa menerima gue ... juga ikut pergi ninggalin gue.

Sejak kecil, mereka jelas lebih sayang sama lo, Serra.

Semua tentang lo ... berharga di mata Mamah dan Papah.

Ingat waktu kita liburan di pantai? Kita berdua jatuh.

Tapi apa lo ingat siapa yang ditolong Mamah? Cuma lo.

Ingat waktu kita pergi piknik ke Bandung? Kita berdua pergi.

Tapi apa lo ingat siapa yang dibeliin jajanan banyak buat bekal sama Papah? Cuma lo.

Sejak saat itu gue sadar kalau Mamah dan Papah juga lebih sayang sama lo.

Nggak ada lagi yang sayang sama gue

nggak ada lagi yang tersisa buat gue, Serra.

Tapi dengan segala perhatian yang lo punya, dengan segala cinta yang lo punya, lo malah bersikap angkuh dan menolak mereka semua.

Lo jadi anak pendiam yang antipati sama semua orang.

Lo nggak peduli sama orang-orang yang perhatian sama lo, padahal ada gue di sini yang sangat menginginkan hal itu.

Iya, hal yang lo anggap sepele itu.

Tapi hal sepele itu bener-bener berharga buat gue.

Jadi kalau lo bertanya-tanya, kenapa gue akhirnya nulis buku harian ini dan sengaja kirim ke elo setelah gue mati, alasannya adalah ...

karena lo.

Kok bisa?

Pertama, lo mencuri cinta Mamah dan Papah dari gue.

Kedua, soal Fabian.

Mungkin lo nggak tahu.

Tapi setelah hari itu, setelah dia tahu gue hamil, dia dengan gamblangnya bilang kalau dia tertarik sama lo.

Fabian suka sama lo.

Dari sekian juta manusia di dunia ini, kenapa harus elo?

Ketiga, soal teman-teman gue.

Yaps, Gretta dan Tya.

Di hari gue cerita sama mereka kalau gue hamil, mereka justru membandingkan gue sama lo.

Katanya lo lebih pintar daripada gue.

Atau dengan kata lain ... gue ini bego banget.

Hahaha,

Ironi, bukan?

Tapi alasan utama kenapa gue memilih lo untuk terima semua rahasia ini adalah supaya lo tahu kalau gue sangat-sangat membenci lo di dalam kehidupan gue, Serra.

Ini adalah cara gue nunjukin seberapa bencinya gue ke elo selama ini.

Seberapa marahnya gue karena selalu hidup dalam bayang-bayang seorang "SERRA ATMAJAYA" yang luar biasa sempurna.

Lo tahu apa yang paling menyakitkan daripada perasaan sedih? Perasaan menyesal. Dan gue mau lo menyesali kematian gue seumur hidup lo. Karena seberapa banyak pun lo menyesal, gue nggak akan pernah bisa kembali lagi untuk memaafkan lo.

Dari gue yang sangat sangat membenci lo,

Sakilla Atmajaya.

Serra menatap kalimat terakhir di dalam buku harian itu terpaku. Air matanya kembali menetes di kedua pipi. Perlahan, tetesannya menjatuhi permukaan kertas yang berwarna putih. Membuatnya basah seketika.

Gadis itu meremas tangannya, lalu berteriak sekeras-kerasnya. "AAAAA!"

Sebelum kemudian menutup matanya dan menerima kenyataan,

bahwa dia adalah alasan mengapa saudaranya sampai nekat untuk mati.

TAMAT.

ERAT (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang