Surat Untuk Raka
Raka ...
Kamu sedang melakukan apa ketika membaca ini? Maaf mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menuliskan pesan kepadamu. Ya, malam ini pukul 3 sore waktu di Jogja, aku ditempat yang kita kunjungi dahulu. Aku menuliskan pesan yang entah apa yang ingin kutuliskan. Ada beberapa hal yang ingin kuungkapkan. Lama kita tidak berjumpa dan tidak bertemu. Ini memasuki bulan ke 12 ketika terakhir aku melihatmu secara diam-diam di Jogja, hampir satu tahun berlalu. Dan kita bahkan hampir 3 tahun tanpa pernah menyapa dan bertukar kabar. Malam ini, aku benar-benar tidak bisa menahan perasaanku ini Raka. Apa kamu bisa baik-baik saja setelah kita selesai? Bahkan aku tidak tahu kapan kita benar-benar selesai.
Kamu tahu, kamu akan selalu menjadi ceritaku yang kuharapkan tidak akan selesai. Jika diizinkan aku hanya ingin berbagi cerita saja denganmu, tanpa minta digantikan dengan orang lain. Aku hanya ingin bertukar cerita dimalam hari tentang apa yang kulewati hari itu, hanya kepadamu saja. Aku hanya ingin bercerita denganmu perihal aku tersandung kerikil, tentang tanganku yang keseleo karena aku bermain bulutangkis. Aku hanya ingin pergi ke pantai sore hari dan melihat senja hanya denganmu saja. Tentang inginku menjelajah untuk sebuah pengabdian untuk orang yang membutuhkanku. Aku hanya ingin, berbagi seluruh ceritaku dengan mu saja. Tentang aku ingin memiliki rumah yang didepannya terdapat ayunan, agar bisa digunakan bermain untuk sepasang anak kecil laki-laki berumur 5 tahun dan perempuan 3 tahun. Aku ingin berbagi cerita betapa rumitnya kasus yang kutangani saat ini. Betapa lelahnya aku pulang dari kantor. Tentang mimpiku pergi ke Labuan Bajo, tentang harapku untuk memiliki rumah yang sederhana namun asri di Jogja untuk hari tuaku denganmu, ya benar hanya denganmu. Aku bersyukur kamu masuk keduniaku tanpa sengaja. Aku bersyukur dengan takdir yang tidak sengaja mempertemukanku denganmu di bus sekolah itu.
Tapi seolah tersadar, hal tersebut sekarang hanya menjadi mimpi belaka dan aku harus bangun dari mimpiku. Aku tidak bisa tidur dalam mimpiku ini, aku harus berhenti Raka. Aku tahu, aku yang salah disini karena yang menjadi seorang yang selalu berusaha menyudahi. 3 tahun lamanya, aku mencoba menghilangkan apa yang pernah ada, 3 tahun pula aku menyakiti diriku sendiri karena memaksakan apa yang seharusnya tidak kulakukan. Aku sangat bersyukur, pernah menjadi bagian hidupmu walau itu hanya sementara. Aku bersyukur pernah menjadi tempat yang kamu cari ketika kamu sedang rapuh. Aku bersyukur telah kau ajak masuk dan kamu mengajariku untuk paham dan mengerti bagaimana duniamu.
Raka...
Bagaimana mungkin bisa aku melupakan orang yang ada disaat aku berada dititik terjatuh, bagaimana bisa aku melupakan orang yang bisa menerima kekuranganku disaat aku tidak bisa menerima diriku sendiri. Bagaimana bisa aku menghapus sosok yang bisa menghargai dan melihatku sebagai hal yang berharga disaat dimata dunia aku tidak ada harganya. Bagaima aku bisa menghilang dari orang yang dia adalah rumah dan duniaku?.
Raka...
Tapi aku sudah berjanji, aku akan melakukan itu semua. Maaf dengan aku yang terbata-bata melakukan itu semua. Maaf jika sampai saat ini aku belum bisa melakukan sepenuhnya. Maaf bila aku belum bisa berdamai dengan keadaan ini. Terlalu sulit, bahkan aku terlampau tidak mampu.
Raka..
Thank you for all the effort and sincerity you always give to me. I hope you find someone who reminds you that you deserve the love you give.
Jogja, 4 Januari 2021
Tertanda,
Aluna Cahya Sasmita
Aku benar-benar menangis setelah menuliskan surat tersebut, entah akan kukirimkan kapan dan bahkan apa mungkin kukirimkan. Terlalu sulit untuk aku bisa kembali lagi ke Jogja, terlalu banyak yang yang bisa mengingatkanku kepadanya. Mengingat hal yang biasanya kulakukan bersamanya di Jogja membuatku masih sering merasakan nyeri sesak di dada.
Setelah aku merasa puas duduk disini, aku bangkit menuju warung makan di sekitar sini. Aku menuju satu warung makan yang paling ujung, aku berjalan menuju warung setelah tiba aku disambut oleh ibu pedagang, mungkin umurnya menginjak kepala lima. Aku tersenyum kepada beliau, rautnya bahagia melihatku menginjakkan kaki di warungnya.
"Monggo mbak, mau pesan apa?", ujar si Ibu. Aku melihat daftar menu yang disediakan warung ini.
"Ada ayam bakar, ayam goreng, nila goreng, nila bakar, ada indomie rebus juga mbak", ucap itu tersebut melanjutkan
Ah, pas sekali ada indomie rebus cocok untuk cuaca disini yang dingin.
"Bu, saya pesan indomie rebus ayam bawang pake telur ya bu, ditambahkan juga cabe rawit dan juga sawi"
"Baik mbak, pedesnya pas aja atau pedes banget?", tanya ibu pedagang menanggapi pesananku
"Kalau sudah makan mie, jangan pedes-pedes cabainya. Kamu nggak saying lambungmu?", aku teringat kalimat yang diucapkan seseorang kepadaku saat itu, aku tersenyum mengingatnya
"Pedes yang pas saja bu, yang masih bisa dinikmati"
"Baik mbak, saya buatkan dulu", setelah membalas obrolanku beliau langsung bergegas membuatkan makanan yang kupesan. Aku baru sadar kalau aku belum memesan minuman.
"Bu, minumnya saya air putih anget saja nggih"
Aku terdiam, sembari memperhatikan ciptaan Tuhan yang ada di depan mataku. Jogja adalah kota yang membuatku jatuh cinta dengan isinya, dan apa yang ada di dalamnya. Keindahan mulai dari pusat kota yang penuh dengan gemerlap indahnya lampu-lampu serta gedung-gedung yang menjulang tinggi, bergeser kedaerah tepian yang akan disambut dengan indahnya alam ciptaan Tuhan mulai dari daerah pegunungan dan pesisir pantai yang membuatku takjub dan selalu jatuh hati dengan kota ini.
Aku ingin sekali kembali kesini, menetap disini, dan melanjutkan hidup disini pula, tetapi hati kecilku belum bisa untuk kembali kota ini. Aku belum bisa berdamai dengan ini semua, dengan apa yang ada di masalalu itu, aku hanya berpura-pura berdamai dengannya. Jogja dan Raka adalah dua hal yang bisa membuatku jatuh hati dan merasakan hangat didalam hatiku. Jogja dan Raka adalah rumahku, sejauh apapun aku pergi dari Jogja akan kembali, tapi Raka? Apakah kamu akan tetap menjadi rumahku untuk pulang? walau sejauh apapun aku pergi darimu? Apakah kamu akan jadi tempat pulangku walaupun sejauh apa jarak yang akan kulalui?. Terlampau banyak kenangan di tempat ini, terlalu banyak pula hal-hal mengingatkanku dengannya.
Memang benar, seberapa jauh orang pergi dan meninggalkan kenangan tetap tidak akan bisa dihapuskan. Aku ingat akan kata pepatah sejauh apapun kamu pergi, kamu akan tetap kembali kerumah dan seberapa kamu bosan didalam rumahmu sejauh apapun menjelajahi dunia luar pada akhirnya rumah adalah tempatmu pulang. Terbesit tentang ingatanya, apa mungkin kamu akan terus menjadi rumahku? menjadi tempat dimana aku akan pulang dari hiruk piruknya dunia yang menerkamku, terlalu banyak hal-hal yang menjadi alasan kita mustahil sekali untuk bisa bersama.
YOU ARE READING
ALUNA
Storie d'amoreAku terlalu biasa untuk bermain dengan duniaku sendiri. Sepi dan sunyi adalah hal yang tidak bisa lepas dari diriku, kosong hampa.