Senyuman mentari pagi sinarnya menembus dedaunan, kibasan nyiur kelapa kembali membuat suasan desa yang asri nan indah, cahaya terang memancar secara horizontal pada garis cakrawala saat itu. Ismail kembali terbangun dari tidur lelapnya. Entah kenapa waktu itu Ismail ingin sekali menyatakan perasaannya kepada Sarinah. Namun, Ia belum siap mengungkapkannya.
Kringg, Kriing, Kringg...
Suara panggilan telfon membuyarkan lamunan Ismal kala ia masih duduk di kasurnya.
"Hadehh... pagi pagi sudah dapat telpon saja," pinta Mail sambil bergegas mengangkat terlfon tersebut.
"Hallo... selamat pagi dengan siapa ya?" Tanya Ismail dengan nada yang masih mengantuk.
"Woyy !! Mail !!" Teriak Sarinah pada Ismail
Ternyata yang menelfon adalah Sarinah, orang yang diam-diam Ismail cintai setiap waktu walaupun tak bisa diungkapkan.
"Kamu ternyata Nah... pagi pagi udah nelfon saja, kangen aku ya?" Jawab Mail.
"Idih ngak lah, aku mau tanya kemarin kamu taruh guntingku di mana?" Tanya Sarinah
"Oh.. iya guntingmu kemarin terbawa bersamaku nanti aku kembalikan ke rumahmu," pinta Ismail sambil tersenyum walaupun hanya melalui telfon.
"Dasar kamu itu, ya udah nanti kembali ke sini pukul 8 pagi." Jawab Sarinah kesal.
"Haha siap Sarinahku," Jawab Ismail tertawa terbahak-bahak.
Memang Ismail mempunyai cinta pertama pada Sarinah. Namun, cinta tersebut tak bisa ia ungkapkan sepenuhnya hanya sebatas memberikan perhatian saja. Pagi itu Ismail segera bergegas mandi untuk datang ke rumah Sarinah membawakan gunting yang memang ia sengaja bawa, agar Ismail dapat menemui Sarinah pagi itu.
Gemricik air pagi dengan hati yang bungah Ismail segera memakai baju kesayangannya kemeja kota dengan sedikit semprotan parfum khas Ismail, begitu juga Ismail tak lupa membawa biola kesayangannya. Seperti biasa Ismail akan menemani Sarinah menjahit dengan nyanyian dan suara gesekan biola.
"Sudah wangi, sudah rapi, sudah keren. Mari kita temui Sarinah," pinta Ismail dengan semangat dan senyum bahagia.
Bergegegaslah Ismail menuju rumah Sarinah dengan sepeda tua milik ayahnya, tak lupa juga biola kecil Ismail dibawa. Jalan desa saat itu begitu sejuk dan tentram, semilir angin pagi ditemani jingga menyala di cakrawala arunika memanjakan mata Ismail. Sembari mengayun pedal sepeda Ismail mencoba menyusun satu dua bait lagu untuk menggoda Sarinah. Memang jarak rumah Ismail dengan Sarinah lumayan cukup jauh namun pagi itu entah kenapa Ismail begitu semangat menemui Sarinah dan ingin memandang wajah juga senyuman Sarinah.
Sejauh 2 kilometer Ismail sampai di rumah Sarinah, walaupun sedikit berkeringat dan terengah-engah napasnya. Ismail tetap bahagia saat melihat senyumah dari Sarinah.
Saat itu Sarinah memang ada di depan teras sambil menyapu dan menyiangi rumput yang ada. Sarinah memang wanita yang rajin, cantik, dan cerdas. Dengan semburat cahaya pagi wajah Sarinah begitu bersinar.
"Kring...Kringg..." Suara bel sepeda Ismail menyapa Sarinah yang sedang menyapu.
Segeralah Sarinah memandang kearah Ismail, sembari mengibaskan helaian rambut hitam legamnya. Dengan wajah sedikit kesal dengan Ismail, Sarinah tetap menyambut Ismail dengan senyum bahagia walaupun hatinya sedikit kesal dengan sikap Ismail.
"Wahh...ternyata anak raja sudah datang," sindir Sarinah kepada Ismail.
"Hihi...maaf ya kemarin guntingmu tak sengaja terbawa bersamaku." Jawab Ismail kepada Sarinah.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE: Antara Rindu dan Nostalgia Simfoni Ismail Marzuki
Historical FictionJauh di sebuah sudut kota Batavia lahirlah seorang maestro besar Indonesia yang mewariskan tak kurang dari 200 lagu pada umur 44 tahun. Beliau adalah salah seorang komponis besar Indonesia dialah Ismail Marzuki si jenius dengan segudang keahliaan da...