001 - Tamu Sabtu Pagi

9 0 0
                                    


     Sebagai salah satu dari ribuan manusia yang mencintai hari libur dan memiliki hubungan sangat baik dengan kasurnya, mendengar bunyi bel rumah berulang kali pada sabtu pagi adalah hal yang luar biasa menyebalkan.

Ada sekitar empat orang yang tinggal di rumah sederhana ini, tapi tidak satu pun dari mereka beranjak menggapai pintu menghadapi tamu -entah siapa- itu sejak bel berbunyi beberapa waktu yang lalu.

Pada akhirnya ia menyerah. membangkitkan diri sembari mengusap wajah lelah dan sedikit merapihkan penampilannya. Ia lalu berjalan setengah berlari sambil menyerukan kata 'sebentar' dengan suara seraknya.

Gadis itu membuka pintu itu hanya untuk memiringkan kepala bingung, menatapi dua sosok asing di teras rumahnya.

Seorang wanita yang terlihat seumuran dengan ibunya dan pemuda tinggi di yang berdiri menenteng tas kecil di sebelah tangan.

"Siapa...ya?" tanyanya hati-hati.

Wanita itu tersenyum hangat, "saya Lee Sora, temen kuliah Erica. Mamah kamu ada?"

Belum sempat ia menjawab, suara wanita lain yang terdengar nyaring datang dari balik punggungnya.

"Sora!!!!!"

Lalu beberapa detik kemudian, tubuh rampingnya sudah terlempar ke sisi pintu berkat dorongan sang ibu yang kini memeluk erat sosok yang mengaku sebagai teman kuliahnya tadi.

"Ya ampun udah lama banget nggak ketemu... Masuk yuk, Debara juga, ah iya–" sembari mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk, Erica berputar dan tersenyum menatapnya cerah, "–kenalin, ini anak bungsu aku, Arcane Shella."

Ia tersenyum kikuk sambil mengecup kecil punggung tangan wanita tadi, membuat Sora dan Erica bertukar senyum lebar yang seolah menyuarakan kebanggaan mereka pada sosok sopan gadis itu.

Berikutnya, Erica membawa kedua tamunya untuk berbincang sambil diam-diam meminta Shella menemaninya setelah mengganti baju dan membersihkan diri terlebih dahulu.

Shella menurut, dengan segera bergegas pergi ke lantai dua tempat kamarnya berada. Namun sebelum meninggalkan ruang tamu, ia berbalik dan mengernyit kecil mendapati pemuda tadi menatapnya tanpa ekspresi.

'Apa-apaan...' gumamnya dalam hati sembari kembali melengos pergi meninggalkan ruangan itu tanpa banyak berpikir lagi.

Usai membenahi diri dan menggunakan pakaian yang lebih sopan dari baju tidurnya tadi, Shella kembali ke lantai satu dengan ponsel di sebelah telinga.

[Iya, katanya si Arka mau bahas hal penting. Gue jemput limabelas menit lagi lo udah siap? Gue mau mandi dulu.]

"Gue udah mandi."

[...apa?]

"..."

[...gue ke sana sepuluh- nggak, lima menit. Gue ke sana lima menit lagi. Tungguin gue, oke?]

Meski tahu pemuda yang kini berujar panik di ujung sana tak bisa melihatnya, gadis itu mengangguk dan mematikan sambungan begitu saja.

Ia lalu berjalan ke arah dapur untuk meneguk segelas air sebelum melenggang masuk dan duduk berdampingan dengan ibunya di ruang tamu.

"Cantik deh Shella..."

Erica tersenyum bangga, menepuk pundak putrinya senang akan pujian sang karib, "iya dong, mirip Mamahnya."

Sora tertawa kecil. Setelah melirik pigura foto keluarga mereka, wanita itu kembali berujar lembut, "rame ya rumah ini...perempuan cantik-cantik semua pula. Aku mah di rumah berdua doang sama Bara, itu juga Bara sukanya baca buku di kamar atau pergi ke pusat kebugaran..."

Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang