Day 6 : Our Star

448 29 0
                                    

Shikamaru sedang tidur di sebuah bukit yang berseberangan dengan sungai yang mengalir melintasi Konoha. Hari  sudah malam, matahari telah berganti dengan bulan. Udara terasa sedikit dingin mengingat saat itu di Konoha sedang memasuki musim gugur. Namun Shikamaru tak terlihat akan beranjak dari tempat itu.

Perang dunia Shinobi sudah berakhir hampir tiga bulan yang lalu. Sampai sekarang semuanya masih terasa seolah mimpi. Aliansi Shinobi yang bertarung bersama, pertemuan kembali dirinya dengan Asuma, Naruto dan Sasuke yang bertarung bersama, bagaimana dirinya hampir mati, mimpinya saat terjebak dalam mugen Tsukoyomi ... kejadian itu terasa terlalu abstrak sebagai sebuah kisah nyata.

Tapi Shikamaru tahu, itu semua nyata. Karena ia punya bukti untuk itu. Ayahnya tak akan pernah kembali lagi. Nara Shikaku menjadi bukti nyata dari perang itu, ayahnya tewas saat menjalankan tugas bersama dengan Inoichi dan shinobi lainnya di HQ saat Juubi tanpa ampun menyerang tempat itu. Sampai sekarang semua perkataan terakhir Shikaku masih terbayang jelas di benak Shikamaru, seolah itu baru saja terjadi.

Semua orang saat ini bergerak maju, mencoba menata kembali kehidupan mereka setelah perang. Tapi Shikamaru merasa terjebak, dalam lingkaran yang terus memaksanya mengingat kembali detail kejadian itu tanpa ia inginkan. Seberapa keraspun ia mencoba mengalihkan pikirannya, bayangan itu selalu datang dan membuatnya merasa sesak. Ia tahu bahwa ia harus melepas semuanya untuk bisa bergerak maju tapi di sisi lain ia juga merasa tak mampu melepaskan kenangan itu. Ia takut jika melepasnya, ayahnya akan hilang dari hidupnya untuk selama lamanya.

" Kau disini rupanya," suara seorang gadis membuyarkan lamunan Shikamaru.

Tanpa menoleh, ia tahu siapa pemilik suara itu. Seorag gadis berkuncir empat yang ikut bertarung bersamanya di divisi empat saat perang berlangsung. Sang pemilik Tessen dengan bola mata seteduh hutan.

Shikamaru tak menjawab, Temari pun sepertinya tak berniat membuka pembicaraan baru. Kaki gadis itu melangkah ke sebelah Shikamaru dan dalam satu gerakan singkat, ia membaringkan dirinya tepat di sebelah Shikamaru dengan kedua tangannya menopang kepalanya.

Shikamaru kadang merasa begitu takjub dengan Temari. Bagaimana kehadiran gadis itu selalu dapat menenangkan perasaannya walaupun tanpa kata. Temari selalu tahu cara membuat Shikamaru merasa nyaman. Meski terkadang cerewet, gadis itu tahu kapan saatnya untuk diam dan mendengarkan. Meski terkadang kasar tapi Temari tahu kapan saatnya bersikap lembut.

" Aku ... suka memandangi langit," Shikamaru membuka suara memecah keheningan panjang di antara mereka.

Temari tetap diam, tapi Shikamaru tahu gadis itu sedang mendengarkan.

" Aku suka memandangi langit, dan aku tidak selalu melakukannya saat siang hari. Kadang, aku juga melakukannya di saat malam seperti ini ..." ujarnya lagi.

" Apa yang kau lihat?" Shikamaru mendengar suara Temari tepat di sebelahnya.

" Aku ...aku suka memandangi bulan. Bulan memberikan cahaya untuk menyinari gelapnya malam, dan memberikan bayangan. Bagi pengguna bayangan sepertiku, keberadaan bulan sangat penting. Dan juga, bukankah bulan itu sangat indah ..." gumam Shikamaru.

" Kurasa kau benar ..." Temari ikut memandangi langit.

Saat itu bulan purnama, bulan yang berbentuk lingkaran penuh bersinar dengan indahnya  menyinari seluruh Konoha.

" Tapi, tidakkah kau pikir bintang lebih menarik?"

Shikamaru membalikan badannya menatap wajah Temari yang masih memandangi langit. Wajah gadis itu disinari cahaya bulan dan tampak dewasa. Shikamaru  seolah tenggelam dalam pemandangan itu, ia merasakan sensasi aneh di hatinya.

" Bintang?"

"Huum ... apa kau tahu? Bulan tidak memiliki cahayanya sendiri, ia meminjam cahaya dari bintang yaitu matahari. Tapi berbeda dengan bulan, bintang memiliki cahayanya sendiri,"

Shikamaru tidak menjawab, ia menunggu Temari melanjutkan kata katanya.

" Kau tahu ... dulu pamanku pernah bilang, ketika orang yang kita sayangi meninggalkan kita, ia akan menjadi bintang di langit," Temari berujar pelan.

" Menjadi bintang ..." Shikamaru mengulangi perkataan Temari. Kini tatapannya beralih ke langit malam, memandang jutaan bintang yang tersebar di sana.

" Kurasa kita ini seperti bulan"

Shikamaru kembali memandang Temari dengan tatapan bingung. Temari tertawa kecil melihat ekspresi Shikamaru.

"Kita juga bisa bersinar dan menyinari yang lain karena meminjam kekuatan dari orang tua dan semua orang yang sudah berkorban untuk kita"

" Sama seperti bulan yang meminjam cahaya bintang," Shikamaru  berkata pelan.

Temari mengangguk.

" Kau tahu mengapa aku sangat menyukai cerita pamanku?"

" Kenapa?"

" Karena itu membuatku merasa yakin bahwa mereka semua masih bersamaku. Wujud mereka mungkin tak ada lagi, tapi kekuatan mereka masih disini, di dalam hati kita," Temari meletakan tangannya di dada "Mereka akan selalu menjadi bintang kita, meminjamkan cahaya mereka dan membuat kita kuat. Kita tak pernah kehilangan mereka, mereka hanya berubah menjadi bentuk yang lain," Temari mengakhiri ceritanya dan tersenyum lebar.

" Kurasa kau benar, mereka tak pernah pergi ..." Suara Shikamaru terdengar bergetar. Air mata mengalir di pipinya. Ia menutup kedua matanya dengan tangannya. Ia tak perlu lagi merasa takut kehilangan ayahnya, ayahnya akan selalu ada di sana, meminjamkan cahayanya pada Shikamaru untuk bersinar agar ia dapat menyinari 'raja raja' yang akan bertumbuh kelak.

" Dan juga .... mereka akan selalu mengawasi kita dari sana" Temari menunjuk langit "Jadi, kapanpun kau merindukan mereka, kau bisa memandang langit dan kau akan selalu menemukan mereka di sana."

Temari memandang langit malam. Tak biasanya ia banyak bicara seperti hari ini, tapi bagaimanapun ia tak bisa membiarkan Shikamaru tenggelam dalam kesedihan lebih lama lagi. Temari tahu seberapa kehilangannya Shikamaru akan sosok ayahnya, karena ia juga pernah merasakan hal yang sama saat kematian ibu dan pamannya. Temari menutup mata merasakan angin malam yang menerpa tubuhnya.

" Temari ..." Shikamaru bergumam.

Tak ada jawaban dari gadis itu, Shikamaru mengangkat tangannya dan membuka mata, mendapati Temari yang tertidur dengan tenang di sampingnya.

Tanpa sadar Shikamaru tersenyum memandangi wajah Temari, ia mengangkat wajahnya dan mengecup kening gadis itu.

" Terima kasih ..." bisik Shikamaru.

Shikatemaweek Day 6 : Pudding and Milk

Subtheme: Milkyway Stargazing

A drabble of Shikatema weekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang