Drrrttt.
Ponselku bergetar. Kamu.
"Halo, By!" suara yang sangat aku kenal menyapa telingaku. Tuhan, bolehkah aku mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan suara ini setiap hari? Setiap pagi, setiap siang hingga malam, sampai akhir hayatku?
Ugh. I really hate myself when I sound like a cheesy, disgusting teenage girl.
"Kenapa, Gra?"
"Kamu di mana, By? Aku sudah ke rumah kamu, tapi kamu nggak ada."
"Maaf, tadi ada acara."
"Acara apa?"
"Main gapleh bareng di istana presiden." Jawabku asal.
"By..." nada bicara Agra menajam. Inikah saatnya?
"Hm?"
"Kita perlu ketemu. Aku mau cerita segalanya."
"Cerita apa sih? Keberhasilan sang matahari melawan hukum alam karena berhasil membuat sang bulan mendekat kepadanya? Wah! Aku tidak sabar mendengarnya!"Agra terdiam sesaat namun kemudian mengabaikan sindiranku. "Kamu di mana sih, sekarang?"
"Our Café. Kota."
"Aku kesana sekarang! Tunggu aku, ya, By!"Aku hanya diam.
"By?", Panggil Agra sekali lagi.
"Pernahkah sekali saja aku tidak menunggumu, Gra?"**
Satu setengah jam kemudian, ketika aku tengah menikmati Chocolate Peanut Butter Mug Cake-ku setelah tadi aku menikmati Nuttela Mug Cake, Mac and Cheese in A Mug, dan Cheesecake in A Mug, aku melihat sebuah mobil hitam memasuki pelataran parkir café. Kamu.
Selera makanku hilang. Mungkin karena sudah kenyang, tapi aku yakin karena kamu datang membawa penjelasan mengenai satu tahun yang kita jalani bersama. Eh, atau mungkin memang sudah kenyang deng. Entah.
Tak berapa lama, denting pintu café terdengar. Kamu masuk dengan rambut dan jaket yang sedikit basah. Well, rupanya hujan di luar lebih deras daripada yang kupikir. Matamu menjelajahi isi café, dan akhirnya pandangan kita bertemu.
Kamu tersenyum. Kamu terlihat tampan.
Ralat, kamu selalu terlihat tampan.
Dengan langkah santai kamu menghampiriku dan duduk di sofa di depanku.
"Hai!" Sapa kamu dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahmu.
"Hi.", balasku sambil tersenyum.Kamu mengangkat tangan, memanggil waiter. Si Mbak lagi. Kali ini si Mbak curi-curi menatapku sambil menahan senyum.
Ugh.
Setelah memesan Americano, kamu menatapku. Kemudian menatap mug-mug bekas di mejaku. Kamu tertawa geli.
"Lapar, By?" Godamu.
Aku tersenyum kecil. "I was. Before you came."
Kamu terdiam. "Ruby, hari ini aku mau menjelaskan semuanya. Kamu mau kan mendengarkan ceritaku?"
"Boleh bilang nggak?", candaku. Menatap ekspresinya yang tidak berubah, aku menghela nafas. "Kalau itu pertanyaan retorik, coba tolong dikasih tanda dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Kamu
RomantikIni adalah sebuah cerita tentang Aku dan Kamu. Tapi bukan Kita. Karena tidak pernah ada Kita. Yang ada hanya Aku dan Kamu.