Kara pindah ke tempat tinggal barunya—apartemen—dibantu Paman Sam. Ia pindah setelah dua hari menginap di rumah ayahnya—mengingat dirinya memang masih capek. Uang yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun sejak berkarier sebagai pianis atau uang yang ia peroleh dari hasil lomba hampir habis karena digunakan membeli apartemen. Tapi kemarin ayahnya berkata kalau uangnya akan diganti—yah meskipun itu menyelamatkan keuangannya, tapi sejujurnya Kara tidak terlalu suka.Ia benci menggantungkan diri pada Ayahnya. Ia benci meminta-minta ayahnya. Yah, sekalipun kemarin ayahnya yang menegaskan.
Jarak apartemen dengan kampus barunya sangat dekat, hanya 10 menit jika ditempuh bus. Sekitar 20 menit kalau jalan kaki. Ia juga menyukai apartemen barunya itu karena balkonnya menghadap pemandangan kota yang hiruk pikuk dan indah. Dari balkon kamarnya ia bisa melihat papan reklame yang mengiklankan sebuah produk kosmetik dan model seorang artis yang kelihatan sangat cantik. Entah mengapa papan itu memberikan daya magis sendiri bagi Kara. Ia seakan tidak bosan memandang artis di papan itu. Kemarin ia juga melihat Riana menggunakan merek kosmetik itu—mungkin kosmetik itu memang terkenal.
Hari ini adalah hari pertamanya di universitas. Jika bukan karena prestasinya yang cukup prestisius di Asia mungkin universitas barunya tidak akan mengizinkannya pindah. Sejujurnya, manajernya juga sangat tidak suka ia kembali ke sini. Ada banyak hal yang harus ia lepaskan dengan tinggal di sini—kejuaraan pianonya dan akun youtubenya. Bukan berarti setelah tinggal di sini ia tidak akan pernah bermain piano lagi.
Piano itu bagian dari hidupnya yang tidak akan pernah ia tinggalkan. Bagian dari kenangan Bunda yang tak akan pernah ia lupakan. Ia tidak akan pernah berhenti berkarir sebagai pianis.
Kara berjalan lambat ke dalam gerbang universitasnya yang tinggi. Ia bertanya-tanya dimana fakultas Seni dan Desain karena ia harus bertemu dengan dekan sebelum masuk ruang kuliah. Ia mempelajari map di hapenya saat seseorang memanggil namanya.
"Gue nungguin elo." kata Riana membuat Kara jengah. "Kalau lo pengen ke fakultas seni, letaknya di sebelah sana. Hanya berjarak dua gedung dari sini."
Kara mengabaikannya. Ia berjalan lurus saat tiba-tiba ia sadar sesuatu. Ia kembali menoleh ke Riana dan bertanya, "Lo di fakultas seni juga?"
Riana yang tidak menyangka kelihatan kaget namun kemudian tersenyum lebar. "Iya, gue jurusan desain."
Astaga. Kara sangat benci mendengarnya. Setelah itu ia benar-benar pergi meninggalkan Riana.
*****
"Minta aja anak populer dari fakultas seni buat ikut gabung ke acara BEM. Banyak kan dari mereka yang jadi artis ataupun model." kata Galih pada Keenan yang sedang menyeruput es kopinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRULY DEEPLY
RomanceKara Iskan ingin hidup sederhana, tak memerlukan ayahnya dan hanya membutuhkan piano. Keenan Aldrich memerlukan Kara dalam hidupnya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ancaman Mamanya.