*****
Begitu masuk kelas, Kara bisa tahu seluruh pandang mata kini menatapnya. Bahkan percakapan terhenti dan kelas menjadi sangat hening. Tangannya berkeringat dingin. Ini sama seperti apa yang ia rasakan saat masih SMA dulu, saat semua anak mengetahui kenyataan bahwa dirinya adalah anak yang disembunyikan keluarga Milan—anak kandung ayahnya dari wanita lain. Hanya saja saat ini ia tidak tahu kenapa semua orang memperhatikannya. Belum ada bukti kalau semua orang tahu dia berhubungan dengan keluarga Milan.
Dengan canggung Kara memilih tempat duduk paling belakang, menjauh dari siapapun. Anehnya, semua orang memandangnya hingga duduk kemudian berbisik-bisik. Kara berusaha sibuk dengan membuka tasnya dan mengambil tab-nya. Ia mempelajari sebuah partitur piano sampai akhirnya seorang perempuan duduk di sampingnya.
"Hai." Sapa perempuan itu.
Kara menoleh, mengamati wanita imut di sampingnya dengan canggung. "Oh, hai."
Perempuan itu tersenyum dan menjulurkan tangannya. "Kenalin gue Daisy."
"Kara."
"Ya, gue tahu elo."
"Tahu?" Tangan Kara mendingin. "Tahu dari mana?"
"Semua orang di sini tahu elo."
"Oh ya? Dari mana?" Kara mengulangi lagi pertanyaannya.
Kening Daisy mengerut sebelum akhirnya berkata, "Tentu saja karena elo terkenal. Lo beneran Kara Iskan pianis legendaris itu kan?"
Pianis legendaris? Kara mengerjapkan mata bingung.
"Lo pemenang Concour Eropa itu kan? Berita heboh di sini, karena lo membawa nama baik Indonesia di ajang bergengsi."
Oh. Kara merasakan ketegangannya mengendur. Astaga, itu sebabnya semua orang mengenali dan memandangnya?
"Oh ya? Gue nggak tahu itu." Itu artinya ayahnya juga tahu kan? Tapi kenapa satu kalipun ayahnya tidak pernah menjenguknya? Selalu saja Paman Sam. Apa keberadaan dirinya di dunia ini memang sangat memalukan bagi ayahnya?
Kening Kara mengerut. Kalau begitu bukankah seharusnya ia tidak kembali? Paris jelas tempat sembunyi yang baik. Itukah sebabnya ayahnya membolehkan keluar rumah dan tinggal di apartemen?
"Lo nggak tahu diri lo terkenal? Nggak mungkin banget."
Kara hanya meringis.
"Gue mengenal elo sejak lo menang di France Open International Competition."
"Oh..." Kara cukup terkejut ada orang yang mengikuti perkembangannya sejak dulu. "Dan itu empat tahun lalu."
"Exactly. Sebenarnya gue adalah fans lo."
Kara tersenyum canggung. "Gue nggak sehebat itu buat punya fans..."
"Astaga... lo nggak tahu seberapa banyak orang yang ngefans sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRULY DEEPLY
RomanceKara Iskan ingin hidup sederhana, tak memerlukan ayahnya dan hanya membutuhkan piano. Keenan Aldrich memerlukan Kara dalam hidupnya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ancaman Mamanya.