"Ris, gue lihat calon tunangan lo jalan sama cewek lain. Eh, lo malah masih aja lembur tugas di sini." kata salah satu anak—menyindir Clarissa hingga ingin rasanya Clarissa menonjok muka cewek itu.
Clarissa mencoret-coret sketsa gaunnya dengan kasar sampai akhirnya Riana menyenggol tangannya. "Karya lo udah bagus. Jangan sampai lo merusaknya hanya karena berita itu."
"Hanya karena?" Clarissa menatap Riana kesal. "Setiap anak mulai membicarakan hubungan mereka berdua secara terang-terangan di depan muka gue. Dan itu sangat mengganggu. Gue malu."
Riana hanya mengedikkan bahu. "Mereka teman lama yang sudah lama nggak bertemu—wajar." Riana justru senang akhirnya Keenan dan Kara baikan lagi.
"Entah mengapa gue nggak merasa kayak gitu. Hubungan mereka lebih dari sekedar teman kan? Keenan nggak pernah sepeduli itu sama temannya yang lain."
"Apanya yang peduli sih? Mereka hanya bertemu dan jalan. Nggak ada something special. Lo berlebihan, Ris."
"..."
"Siapa sih sebenarnya cewek itu?"
Tubuh Riana menegang. Apa setelah ini Clarissa akan mencari latar belakang Kara? Nggak mungkin dia berbuat sedalam itu kan?
"Lo tahu siapa dia. Pianis terkenal."
Kening Clarissa mengernyit. Tiba-tiba ponsel Riana berbunyi dan menampilkan nama pacarnya—Alexander Patra. Mata Riana menjadi berbinar-binar. Satu hal yang membuat Clarissa iri pada Riana. Dia punya pacar yang selalu perhatian padanya. Sedangkan Keenan? Menghubunginya pun tidak. Bahkan terang-terangan bilang kalau Keenan tidak ada perasaan apapun padanya.
Clarissa menghela nafas panjang.
"Halo, Lex. Iya, gue masih di studio, nge-desain sama Clarissa. Kemana? Oh, ya aku belum makan malam. Oke."
"Lo mau pergi sama Alex?" tanya Clarissa begitu sambungan teleponnya Riana tutup.
Riana mengangguk. "Iya. Lo mau ikut?"
"Buat apa." desis Clarissa jengkel.
Riana tertawa kecil. "Gue saranin lo cari pacar dan jangan mengharapkan Keenan."
"Gue nggak pernah mengharapkan dia."
"Putuskan saja pertunangannya."
"Nggak segampang itu, Ri. Nyokapnya Keenan keukeuh pengen gue jadi tunangannya. Gue curiga itu nggak ada hubungannya dengan bisnis atau apapun. Kayaknya nyokapnya Keenan murni suka sama gue."
Riana berpikir. "Yah, kalau lo nggak mau gimana lagi kan?"
"Masalahnya gue mau."
"Lo bilang lo nggak mengharapkannya!"
"Gue memang nggak berharap dia suka sama gue, tapi gue tetap berharap bisa jadi tunangannya. That's different."
"Gue udah bilang kan, jangan jatuh cinta sama Keenan."
"Emang kenapa sih?"
Riana menggelengkan kepalanya. "Gue sahabat lo, Ris. Gue nggak pengen lo terluka."
*****
Kara tertawa mendengar cerita Keenan. "Nggak mungkin." katanya.
"Kok nggak mungkin sih. Itu mungkin aja, buktinya temen gue bisa."
Kara menggelengkan kepala. "Siapa tadi namanya?"
"Max. Tapi kamu jangan berani tanya-tanya ke dia kalau aku ceritakan soal dia kabur dari rumah ya."
"Astaga. Aku aja nggak kenal."
"Geblek emang tuh anak."
"Kehidupan kamu di sini kayaknya seru banget ya, Kee."
"Ya untungnya ada Max dan Galih, sih. Kalau nggak gue juga bakal mati berdiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
TRULY DEEPLY
RomanceKara Iskan ingin hidup sederhana, tak memerlukan ayahnya dan hanya membutuhkan piano. Keenan Aldrich memerlukan Kara dalam hidupnya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ancaman Mamanya.