3. Konser

3 2 0
                                    

Juna melangkah pelan mengikuti langkah Nayna. Setelah berhasil kabur dari kejaran penguntit yang berniat menjebaknya tadi, ia memutuskan untuk ikut dengan Nayna saja, sambil menunggu staff dari agensi untuk menjemputnya. Nayna tentu saja dengan senang hati menerima permintaan calon suami- eh, maksudnya permintaan Juna itu.
Dan disinilah mereka sekarang. Rumah Nayna.

Nayna membuka pintu dengan gugup. Ah, ia lupa.. ia datang ke bandara tadi untuk menjemput ibunya yang merupakan seorang petugas kebersihan di sana. Karna urusan Juna tadi, ibunya pasti berpikir bahwa Nayna tidak sempat menjemputnya dan pulang sendiri.

"Ibu.."

Nayna memanggil ibunya. Ratih yang mendengar panggilan itu bergegas berdiri dari duduknya dan membuka pintu.

"Astaga! Darimana saja kau anak nakal? Pulang larut begini! kau bahkan lupa menjemput ibu ke bandara"

Nayna yang dimarahi ibunya menunduk dan memejamkan erat matanya. Sedikit kesal saat ibunya memarahinya di depan pria yang selama ini hadir dalam mimpi-mimpinya. Sekalinya hadir di dunia nyata, Nayna malah mempermalukan dirinya. Juna mengalihkan wajahnya. Menutup mulut mendengar ibu Nayna yang memarahi anaknya. Lucu saja melihat Nayna diperlakukan seperti anak kecil yang tidak pulang dari bermain saat hari sudah senja.

"Ibu.."

Rengek Nayna dengan wajah memelas. Menghembuskan nafas kasar, Ratih menatap lamat anaknya itu meminta penjelasan.

"Ehm"

Perhatian Ratih beralih pada seseorang yang berdehem di belakang Nayna. Dia baru sadar bahwa anaknya tidak pulang sendirian.

"Maaf bu, ini salah saya. Tadi Nayna sebenarnya sudah ada di bandara, mungkin untuk menjemput ibu. Tapi dia bertemu dengan saya tadi disana, karna saya punya masalah.. jadi dia membantu saya dan mungkin lupa pada ibu"

Ratih mengernyit, menatap Nayna dan pria di belakangnya bergantian. Sepasang anak mida yang ditatap sengit itu hanya mengangguk kaku, berusaha meyakinkan.

Ratih akhirnya mempersilakan mereka berdua masuk dan duduk di ruang tamu. Wanita paruh baya itu ingin mendengar secara keseluruhan tentang apa yang terjadi pada anaknya dan pria yang datang bersamanya itu.

Nayna duduk di samping Ratih, sedang Juna duduk di depan mereka. Suasana hening beberapa saat. Juna melihat sekeliling rumah sederhana yang ditinggali Nayna dan ibunya. sebuah ruang tamu yang dindingnya dihiasi foto-foto Nayna dan keluarganya, televisi berukuran sedang dan sofa yang menurut Juna biasa-biasa saja. Yah.. untuk orang seperti Juna, sofa seperti yang rumah Nayna punya pasti tidak ada harganya.

Melihat perhatian Juna teralih pada rumahnya, Nayna merapatkan diri ke arah ibunya dan berbisik pelan.

"Ibu.. coba ibu ingat-ingat, ibu pasti familiar dengan wajahnya"

Ratih mengernyit mendengar ujaran Nayna. Memang benar, ia merasa familiar dengan wajah pria muda yang sekarang tengah duduk di depannya itu. Ia seperti mengenalnya. Tapi siapa..?

"Masa ibu tidak ingat? Dia itu calon menantu ibu!"

Ratih tersentak. Matanya terbelalak menatap Nayna dan pria muda di depannya bergantian. Ia berdiri cepat, menimbulkan suara gesekan kaki sofa dengan lantai yang membuat Juna terkejut.

"Kau pacaran dengan anakku? Lalu kau berniat menikahinya begitu? kalian telah melakukan sesuatu yang-"

Nayna membungkam mulut ibunya cepat. Wajahnya memerah. Luar biasa sekali imajinasi ibunya. Harusnya ia sadar bahwa Ratih adalah wanita yang pelupa. Dengan mengatakan Juna sebagai calon menantu pasti membuat wanita paruh baya itu berpikiran aneh.

Bukan Halu!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang