PART 10 - Don't

16 2 4
                                    

"K-Kak?!!"

Lo ngapain mau lompat ha?!!"

Kak, jawab gue!!" Naira langsung memeluk seseorang di hadapannya dengan erat, tak peduli pandangan orang-orang yang kini memperhatikan mereka berdua. Air matanya merembes secara tak sadar, membasahi pakaian yang dikenakan orang itu.

"Kak! Jawab gue Kak, jawab gue!!" Naira mengeratkan pelukannya, ia benar-benar tidak ingin kehilangan orang di hadapannya.

"Nggak, gue nggak apa-apa." tangan orang itu bergerak mengusap rambut Naira lembut, membuat air mata gadis itu mengalir tambah deras, "lo makin lucu kalo potong pendek gini, sst, jangan nangis nanti lucunya ilang." Ucapnya sambil tersenyum tipis meskipun matanya juga basah.

"Gue gak butuh itu, Kak. Gue butuh jawaban lo, kenapa lo mau lompat dari jembatan? Apa -apa lo nggak sadar kalo banyak yang masih sayang sama lo termasuk gue? Lo kira lo nggak berharga?! Ken-kenapa? Kenapaa!?" Teriak Naira namun suaranya sedikit diredam isak tangis. Mata laki-laki di hadapannya kembali memanas, hatinya tertohok karena perkataan seorang gadis di dekapannya.

"Gue.. gue cuma capek kok," ujarnya lembut sembari mengusap-usap punggung Naira supaya gadis itu berhenti menangis, "udah, nanti lo sesak lagi, lho."

"Cape itu istirahat sebentar, Kak, bukan istirahat panjang!"

Cowok itu tertawa kecil, namun suaranya terdengar miris. Ia terus menepuk punggung gadis itu agar merasa tenang meskipun ia tidak dapat mengendalikan perasaannya saat ini.

"Latihan kita belum selesai, Kak. Kenapa lo nyerah sebelum dimulai, Kak? Kenapa?" Gadis di dekapannya masih terus menangis, perlahan suaranya mulai melemah, sepertinya dia mulai mengantuk. Namun Naira masih ingin memeluknya lama.

"Besok ya, latihan lagi. Udah lo jangan nangis. Lo kesini sama siapa? Jangan sendirian gini." Ujarnya lembut, kemudian menyuruh Naira berdiri.

"Usap dulu air matanya, jangan nangis. Gue yang harusnya nangis di sini, kenapa lo yang gantiin gue?" Cowok itu mengusap matanya yang sembap dan menangkup pipi Naira sembari mengusap air mata gadis itu. Ia selalu memasang senyum yang menurut Naira sangat menyakiti hatinya.

"Pulang, udah malem. Nanti kakak lo nyariin," usirnya halus, "gue butuh waktu sendiri."

"Lo... dasar freak." Gerutu cewek di depannya.

"Gue?"

"Iya." Balas Naira singkat.

"Kenapa?"

"Lo begini, tapi masih bisa senyum ke gue. Why?"

"Gue.. udah terbiasa aja. Udahlah, mau gue anter pulang?"

"Gak usah, gue bareng kakak. Jangan macem-macem lagi lo, nanti gue nangis." Naira memeluk tubuh tinggi itu, entah mengapa pelukannya membuat nyaman dan hangat.

"Nangis ya tinggal nangis apa susahnya?" Bahkan saat ini Armas masih sempat tertawa, menyebalkan.

"Ihh!!" Naira mengusap kasar kedua matanya menggunakan lengan jaket, "Yaudah gue duluan. Hati-hati di jalan." Lalu melepas pelukan.

Namun Armas malah semakin mengeratkan pelukannya, hingga membuat Naira terkejut, "Terima kasih, ya."

"I-iya."

Sepeninggal Armas yang hendak pulang, Naira berbalik ingin pergi ke tempat kedua kakaknya tadi nongkrong bersama. Namun ia tidak dapat menemukan Yuta dan Leo di sana. Di mana mereka.

Ketika ia berbalik ia mendapati sosok Leo yang langsung memeluknya. Matanya sampai terbelalak karena terkejut.

"Woy, ke mana aja? Kakak nyariin lho. Lo ngapain di jembatan tadi ha? Sama orang yang pake hoodie itu? Lo ngapain sama orang yang nggak dikenal ha?!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NAINATH STORY ||NA JAEMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang