PROLOG

120 14 0
                                    

𖡼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𖡼.𖤣𖥧𖡼.𖤣𖥧

Tanah hijau tak lagi tampak, tergantikan dengan warna putih yang menyelimuti. Awan-awan yang tampak seperti permen kapas menggantung di angkasa, menghujani bentala dengan serpihan salju bak gula pasir. Sekilas, Dragonspine tampak seperti negeri gula di sebuah buku dongeng. Atau, begitulah bagaimana seorang peri― atau entah jenis makhluk melayang apa itu― menyebutnya. Sebut saja namanya Paimon.

Saat ini, Paimon tengah menggigil kedinginan dalam dekapan seorang perempuan muda berambut pirang dengan gaun putih beraksen aneh. Lumine namanya, seorang pengembara yang tersohor namanya setelah menaklukan Stormterror dan menyelamatkan Kota Liyue yang hampir tenggelam.

Pengembara beribu julukan itu hanya mengangguk, giginya bergemerutuk menahan dinginnya suhu di pegunungan bersalju tersebut. Ia mulai merutuki dirinya sendiri karena menolak pinjaman baju hangat yang ditawarkan Noelle sebelum berangkat tadi.

Mata gelap Paimon kini menatap seorang gadis kecil berpakaian tebal dengan warna serba merah yang berjalan riang beberapa meter di hadapan, kuncir pirang di kedua sisi kepalanya bergerak tiap kali ia melangkah.

"Pa-Paimon heran mengapa Klee masih bisa bersemangat di tempat dengan udara dingin seperti ini," celetuk Paimon sambil menggesekkan kedua tangan mungilnya, pandangan masih pada gadis merah di hadapan.

"Klee ingin segera bertemu dengan Albedo yang sudah dianggap kakaknya, wajarlah jika ia bersemangat," balas Lumine dengan senyuman.

Gadis kecil yang dimaksud menoleh ke arah mereka lalu tersenyum. Ia melambaikan tangan, mata merah rubinya berkilat senang. "Paimon! Kak Lumine! Cepatlah kemari!"

Lumine pun melambaikan tangannya sebagai balasan dan mulai mempercepat langkah. Sedangkan makhluk di pelukannya hanya menggerutu karena dinginnya udara di Dragonspine.

"Ugh, apa kamp Albedo masih jauh?"

Sang pengembara mengadah, kedua manik madunya mengamati langit. Tatkala mendapati kepulan asap putih yang membumbung tinggi, sebuah senyum terbit di bibirnya.

"Tak lama lagi kita sampai, Paimon." Gadis pirang itu mengeratkan pelukan, membuat makhluk di dekapannya tercekik dan hampir kehabisan napas. "Jadi berhentilah mengeluh atau akan kulempar kau ke danau es."

Mendengar ancaman dari kawan pengembaranya, Paimon spontan menutup mulut menggunakan kedua tangan. Makhluk semacam peri melayang itu hanya mengangguk pelan dengan ekspresi ngeri yang kentara.

✾✾✾

Halaman buku yang dibalik menimbulkan suara nyaring, mengisi kesunyian bersama dengan suara derak api unggun. Seorang pemuda bersurai pirang keabuan tengah membaca buku, netra teal miliknya fokus mengindra untaian kalimat yang ditulis di atas kumpulan kertas kekuningan itu. Helaan napas keluar dari mulutnya sebelum mengembalikan buku tersebut ke rak dan meraih buku lainnya― pertanda bahwa hal yang dicari tidak ada di buku sebelumnya.

𝐀𝐍𝐎𝐃𝐘𝐍𝐄 || 𝙰𝚕𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖𝚒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang