Shadows of the Past - YukiHide

107 8 0
                                    

Dunia monokrom dan dingin, mungkin itulah salah satu hal yang kutakutkan—tidak, semua orang, dalam hidup tanpa arti ini.

'Tuk menghindari dunia dingin itu seseorang memiliki beberapa pilihan, mencintai dan melindungi sang tercinta dengan sepenuh raga dan jiwa, atau … menghindar dari segala sangkut-paut dunia percintaan.

Pilihan kedua memang terlihat seperti orang yang tak punya hati dan tak ada gunanya, tetapi sebenarnya orang itu hanya ingin melindungi dirinya dari perasaan yang mungkin akan menjeratnya dan membuatnya tak siap akan perpisahan.

Dan aku?

Ya, memang aku takut, bahkan sangat, akan kekelaman yang akan datang tersebut. Tetapi membayangkan dirinya yang bermurung diri di pojok dengan aura keunguan yang muram, menanti-nanti 'tuk bertemu sang kasih.

Ah, aku tak tega mencoreng paras eloknya seperti itu.

Berjalan menuju sudut kafe, ku mengulas senyum, melihatnya mendongak dan menatapku dengan tatapan kasihnya. "Maaf lama ya, hehe."

"Kebiasaan banget, Yukki."

Di dunia ini, para belahan jiwa ditemukan dengan cara yang unik. Hanya dengan mendengar suara seseorang, dan jika kau melihat bara lautan warna yang mengalir di sekitarnya, kau akan tahu ialah belahan jiwa hidup dan matimu.

Dan wanita elok yang menyerukan aura asfar dengan ulasan senyum pemberi semangat hidup di depanku ini ….

Ku tak bisa mengabaikan dan meninggalkannya begitu saja, memang kaulah belahan jiwaku, Tomita Hide.

ー ·𖥸· ー

Bising suara lahan dan suara tapak kaki para khalayak memenuhi indra pendengaran, memenuhi ruang lapang 'tuk berkunjung.

Sinar senja tak luput tuk memberi suasana tambahan untukku, bagiku secara keseluruhan semuanya tampak indah dan elok bak dirimu.

Ah, melihat langit benderang itu saja sudah mengingatkanku akan dirimu. Memang dirimu telah membuat tempat dan berdiam dengan nyaman dalam hati yang sempit ini.

Semuanya indah, dan elok.

Itulah yang kupikirkan walau ku tak dapat kembali melihat skema warna liar yang selalu kurindukan setiap malamnya itu.

Hadir dalam dekapanku kali ini bukanlah pelukan hangatmu, melainkan sebuah pigura dingin berisikan kenangan dirimu.

Hadir di depanku kali ini bukanlah senyum pemberi semangat hidupmu, melainkan batu cagak dingin yang bertuliskan namamu.

Hadir di sekitar kali ini bukanlah aura asfar menenangkan milikmu, melainkan bunga matahari yang telah kuletakkan dan persembahkan untukmu.

Mendengar isak sedu para khalayak membuatku berpikir mengapa begitu banyak air mata yang mengalir, mengapa kau tak tetap berada di sisiku dan bahagia selama-lamanya.

Kau tahu, masa depan tanpamu adalah dunia monokrom dan dingin.

Aliran tetes dengan perlahan menuruni pipi, membuatku melepas kacamata lalu menyeka air tersebut. Terkekeh, aku menatap batu cagak bertuliskan namamu itu.

"Kebiasaan banget, Yukki."

· · ─────── fin ─────── · ·

· · ─────── fin ─────── · ·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Àme Sœur Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang