04 : Sesuatu Yang Aneh

5.3K 32 2
                                    

.
.

3 bulan kemudian.

Entah berapa kali sudah Ustadz Makmur melakukan hal yang sama kepadaku. Dan setelah melakukan itu beliau selalu memberiku uang lebih. Uang itu aku tabung semuanya.

Terkadang dia melakukannya dengan begitu kasar membuatku ingin berontak dan lari. Tapi aku takut untuk melawan. Beliau guru ngajiku sejak kecil dan orang terpandang di desaku. Sementara aku hanya anak buruh tani yang miskin.

Aku juga tidak pernah menceritakan hal itu kepada siapapun. Termasuk pada ibu. Aku takut. Lagipula ibu berpesan aku harus menurut pada Ustadz Makmur.

Pada suatu hari, saat bangun untuk sholat subuh, aku merasa sesuatu yang aneh. Kepalaku pusing dan aku muntah-muntah di kamar mandi.

"Nduk? Kamu sakit?" tanya ibu bingung.

"Iya bu" ucapku sambil memegang kepalaku yang terasa sakit.

"Ya sudah istirahat saja jangan sekolah ya"

Aku mengangguk dan ngeloyor ke kamarku untuk beristirahat.

Seharian aku istirahat di kamarku. Ibu membelikanku obat warung yang setelah ku minum membuatku kembali terlelap tidur.

.

Keesokan harinya setelah merasa agak baikan aku kembali bersekolah.

"Sha!"

Aku tersenyum pada Selvi yang duduk di sampingku sambil tersenyum ceria. Sejak peristiwa yang dulu itu yang Selvi mengantarkan aku pulang tapi malah dia dimarahi ibu aku merasa sedikit tidak enak padanya. Tapi Selvi bilang tidak apa-apa. Dia sudah biasa mendapat perlakuan seperti itu. Syukurlah. Aku tidak mau kehilangan satu-satunya orang yang mau berteman denganku.

Walau mereka bilang Selvi anak lonte dan cewek nakal, aku tak peduli. Selama ini ia baik padaku.

"Kemarin lu kemana kok ga sekolah?" tanya Selvi.

"Sakit"

"Sakit apa?"

"Masuk angin"

"Oh... " Selvi manggut-manggut. "Nanti pulang sekolah anter gue yuk belanja ke pasar"

"Belanja apa?"

"Ya macam-macam. Si mamih mau ada acara arisan di rumahnya. Jadi gue yang disuruh belanja. Nanti lu bantuin bawa belanjaan gue oke? Tenang... Pulangnya gue traktir makan"

"Iya boleh" aku mengangguk dan tersenyum senang.

.
.

Sepulang sekolah sesuai janji aku menemani Selvi belanja ke pasar naik angkot. Katanya motor Selvi lagi dipake mamihnya. Selvi belanja macam-macam bahan makanan untuk keperluan arisan maminya. Aku mengekor di belakang dan membantu membawakan belanjaannya.

Hingga sampailah kami ke kios ikan. Bau khas ikan yang amis menerpa penciumanku dan tiba-tiba...

"Sel... "

Aku menjawil bahu Selvi. Hingga ia menoleh dan menatapku heran.

"Kenapa Sha?"

"Aku... Pengen muntah"

Mata Selvi terbelalak.

.

"Hoeekkhhh... " aku muntah di luar pasar di gorong-gorong air.

Selvi memijit pundakku dan membelikanku akua dengan wajah cemas.

"Sha? Lu gapapa? Muka lu pucet banget. Kita ke dokter aja ya? Gue panggilin taksi"

"Ga usah Sel. Obat aku masih ada kok di rumah. Tadi pagi emang lupa ga minum obat. Aku kira aku udah sembuh... " ucapku sambil duduk di trotoar. Selvi ikut duduk di sebelahku dan terus memijiti pundakku.

"Loh Selvi kan?"

Kita mendongak saat ada sebuah mobil berhenti di depan kita dan ada seorang om-om brewokan turun menghampiri.

"Om Daniel" Selvi menyapa dan memeluk om-om itu tanpa sungkan.

"Kamu ngapain duduk di tepi jalan kayak gini Sel?"

"Selvi abis belanja dari pasar om. Tapi ini teman Selvi sakit"

"Oh ya? Ya sudah om anter pulang ya?"

"Wah.. Yaudah makasih om"

Om Daniel membantu memasukan belanjaan Selvi ke bagasinya. Kemudian Selvi naik di depan bersama om Daniel dan aku duduk di belakang.

.

"Makasih om!" seru Selvi setelah kami diantar pulang ke rumahnya.

"Sama-sama cantik. Salam buat mamih ya" om Daniel mengusak rambut Selvi gemas dan berpamitan. Selvi tampak nyaman-nyaman saja disentuh seperti itu. Bahkan di mobil tadi aku melihat si Om Daniel beberapa kali mengelus paha Selvi sambil mengobrol dan tertawa.

"Loh Sel kamu udah pulang?" Mamih Selvi datang naik motor Mio.

"Iya. Tadi kebetulan ketemu om Daniel mih" cerita Selvi sambil mengajakku masuk ke dalam rumahnya.

"Oh ya mih, ada obat ga? Ini Aisha sakit" ucap Selvi.

"Sakit apa sayang?" Mamih Selvi menyentuh dahiku lembut.

"Sepertinya masuk angin tante. Nanti juga sembuh" jawabku. "Kalau pagi-pagi bangun suka langsung pengen muntah"

Mamih Selvi menatapku dengan pandangan aneh. Membuatku sedikit awkward.

"Emm Aisha, kamu punya pacar ya?" tanya mamih Selvi hati-hati.

"Pacar?" ulangku bingung.

"Dia mana ada punya pacar sih mih. Aisha mah cewek baik-baik mih ga kayak kita" Selvi nimbrung.

Mamih menatapku lagi dan kali ini sambil merangkul bahuku.

"Kita ke dokter aja yah sayang?"

"Eh ga usah repot-repot tante" aku menolak sungkan.

"Gapapa. Yuk! Tante panggilkan taksi ya. Sel lu tunggu rumah aja ya"

"Wah Selvi juga mau ikut mih" ucap Selvi.

"Yee... Yaudah. Lu beresin dulu itu bahan makanan di kulkas"

"Yoi mih"

Akhirnya karena mamih Selvi terus memaksa akhirnya aku mau diajak ke dokter.

Disana aku disuruh memasukkan air kencingku ke sebuah wadah dan memasukkan tester untuk diperiksa.

Aku keluar dari kamar mandi dan menyerahkan hasilnya pada dokter.

"Kamu umur berapa de?" tanya dokter itu setelah melihat hasil test air kencingku.

"14 tahun dokter" jawabku.

Dokter tampak sedikit terkejut dan menatapku dengan sorot mata seolah kasihan.

"De... Mohon maaf, tapi kamu hamil"

.
.

"Sha, lu gapapa?" Selvi meremas tanganku saat ia dan mamihnya mengantarkan aku pulang naik taksi. Aku menggeleng bingung dan menatap ke luar jendela.

Hamil? Aku hamil? Bagaimana bisa? Aku kan belum menikah?

.
.

TBC

✔️ Aisha : Gadis Berkerudung MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang