apple

324 38 2
                                    

Pagi.

Suatu keadaan yang akan selalu berulang. Kemudian akan beranjak menuju siang, sore dan malam. Berjalan begitu saja, baik cepat maupun melambat. Tidak jelas mana yang akan membuatnya terasa seakan menyiksa maupun menyenangkan. Sebab, tidak akan ada beda.

Jika pandangan merambah pada langit yang kebiruan di atas sana, mungkin dapat di imajinasikan bahwa ada begitu banyak tali.

Harapan.

Di hari ini, hari esok, sampai hari-hari berikutnya. Semakin semrawut.

Lalu, pernahkah bertanya, Seberapa luas semesta. Dan penjawab akan berkata, bisa saja kecil, bisa saja besar. Bergantung pada setiap individu.

Bakugo menganggap bahwa semesta hanya seujung jarinya saja. Bukan dia merasa bahwa dia adalah penguasa, atau mungkin barangkali ia adalah penguasa. Semestanya sendiri.

Pepatah bilang, hidupmu bukan hanya untuk dirimu sendiri. Bakugo berada diantara iya dan tidak. Sama seperti statusnya yang seorang Beta. Mencoba melebur bersama banyaknya populasi manusia.

Menjadi abu-abu, tanpa berminat untuk meraih merah, biru, hijau, atau warna lainnya.

Beta.

Status antara.

Bakugo tidak merasa beruntung atau merasa dikhianati.

Perasaannya memang sudah berada di ambang sejak pertama kali mendapatkan kata Beta di tes kesehatan.

Toh, semua itu hanya status bodoh. Dunia tidak akan terasa adil meski kau Alpha, Omega maupun Beta.

Kekurangan, kelebihan, Tuhan baik akan menyelaraskan.

Selebihnya, manusia hanya akan tetap pada posisinya. Bisa saja seperti partikel paling kecil yang terbawa angin. Tch.

"Oh, pagi Bakugo."

Mineta meletakkan dua berkas diatas dua tumpukan berkas lainnya. Hari ini juga sibuk. Perkantoran mana yang tidak sibuk di akhir tahun. Berkutat pada laporan-laporan. Evaluasi dan resolusi. Semua harus selesai sebelum Natal tiba. Libur akhir tahun yang memang di nanti. Bahkan diluar sana, sudah banyak hiasan bertema natal. Kantor tempatnya bekerja juga sama. Di lobby, sudah terpasang pohon natal setinggi dua meter dengan dekorasi yang terlihat sederhana namun juga mewah secara bersamaan.

Bersandar pada kubikel, Mineta bertanya, "apa sudah ada kejelasan rapat valuasi?"

"Coba kau jelaskan bagaimana kita akam rapat valuasi jika laporan yang bahkan sudah disetujui ditumpuk ulang, ha?!"

Bakugo menggebrak tiga tumpukan laporan revisi.

Mineta melirik ngeri pada berkas-berkas tahunan yang akan menjadi bahan valuasi pre-money dan past-money.

Menghela napas, "si sialan Aizawa memang banyak mau."

"Kurasa bukan CEO yang banyak mau, tetapi General manager yang baru agaknya perfeksionis."

Jika itu Torino Sensei, laporan akhir tahun akan cepat di evaluasi dalam rapat intern. Namun, ini terjadi lebih lambat sebab General manager mereka berganti secara tiba-tiba.

Torino Sorahiko masuk rumah sakit setelah ikut andil dalam mengurusi persoalan audit dan akuisi My bill. Mengalami serangan jantung yang benar-benar terjadi pertama kali. Atas kejadian itu, Torino Sensei memutuskan untuk mempercepat rencana pensiunnya.

Dan sekarang, semua agak berantakan. Laporan-laporan yang sudah disetujui mendadak dikembalikan, walaupun hanya satu atau dua masalah yang sebenarnya sepele (atau mungkin juga tidak). Semua harus diperbaiki.

Bakugo tidak begitu peduli terhadap siapa-siapa yang akan memimpin My bill setelah proses merger dan akuisi. Namun, jika begini terus, mulutnya yang tidak berhenti menyumpah itu sudah pasti akan mengatakan, "bankrut sajalah!"

Mineta terbelalak dan mencoba meraih mulut Bakugo, "ssssshhh, bodohnya! That GM is perfectly in his room right now, and itu tepat di depanmu, Bakugo!"

Masih bersungut-sungut, Bakugo menyentak mouse yang tiba-tiba tidak bisa digunakan.

"Mineta aku butuh baterai! This fuck mouse just-

"Ya ya ya, kecilkan suaramu!"

Chaos

Bakugo rasanya ingin mengundurkan diri saja, masa bodoh dengan jabatannya yang cukup baik selama ia bekerja. Tabungannya lumayan cukup untuk memeta kota dari ujung keujung Jepang. Mungkin ada sedikit lebih untuk membuka sebuah jasa penyewaan sepeda di sebuah pondok dekat danau Tazawa. What a nice plan ever, before disaster comes.

Pukul tujuh lima belas, ruangan yang sama dengan kubikel sekretaris umum itu hanya tinggal Miyuki.

Suara mesin CPU berhenti, Bakugo menoleh pada Miyuki. Dia merenggangkan otot dan berkata bahwa dia akan pulang duluan.

Menggumam, ya, Bakugo menarik gelas. Tanda Unalome di pergelangan tangannya menyembul sedikit seiring naiknya lengan kemeja.

Tertegun, Bakugo mengelus tandanya.

Agak aneh ketika ia mendapatkan soulmark, rasa panas menjalar sedikit demi sedikit, kemudian menyebar hingga rasanya ia ingin memotong lengannya sendiri. Namun, Bakugo berdalih bahwa bukan rasa sakit yang menjadi poin utamanya. Ia yakin, dia adalah seorang Beta. Bagaimanapun juga, Beta tidak memiliki keistimewaan seperti Soulmark. Mereka bisa menikah dengan siapapun bahkan memutuskan untuk hanya hidup sendirian.

Bagi Bakugo, dia sudah pasti akan memilih hidup kaya dan nyaman dengan dirinya sendiri. Kemudian memelihara satu anjing ras Alaskan, atau mungkin saja serigala sekalian.

Gesekan pintu terdengar begitu halus, mata Bakugo jatuh pada General Manager yang masih membelakangi. Postur tubuhnya terlihat baik, lengan kemejanya yang terlipat hingga siku, tas yang dipegang tangan kiri dan jas yang menggantung nyaman disana.

Todoroki.

Layar komputer yang memang masih menyala milik Bakugo membuat Todoroki mengerut alis samar. Begitu samar hingga tidak ada yang menyadari bahwa ekspresi wajahnya mendapat gaya yang signifikan.

Mata Bakugo mengerjap, mengalihkan pandangan pada layar komputer yang masih menampilkan persentase laporan past-money. Jarinya menarik lengan kemeja, mencoba menutup Unalome.

Melirik jam pada yang melingkar nyaman pada pergelangan, "... Sudah malam. Besok lagi saja."

Todoroki masih berdiri di depan pintunya. Menunggu jawaban dari satu-satunya karyawan yang masih berada ditempat.

"Duluan saja. Pak Sasaki sebentar lagi akan keliling gedung," jawab Bakugo setenang mungkin.

Todoroki menggeser posisi kaki kanannya setengah senti, kepalanya memiliki banyak yang ingin ditumpahkan, namun, pada akhirnya, Todoroki memilih untuk memulai langkah menjauhi ruangan.

Malam mengalir begitu tenang, udara dingin semakin menusuk, ini masih dua hari di bulan desember. Minggu depan, mereka harus menyelesaikan rapat intern. Setelahnya, resolusi untuk tahun depan akan disahkan tiga hari sebelum libur Natal tiba.

Todoroki menyalakan mesin mobil, menerawang jauh pada kaca depan. Selama empat bulan ini ia berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang diserahterimakan oleh Torino sensei. Dia tidak bermaksud untuk menyulitkan sekretaris umum maupun divisi lainnya, ia hanya merasa itu belum cukup sebab ada beberapa kelalaian disana. Ia menandai tiap bagian yang mana harus dijelaskan lebih lanjut dan diperbaiki.

Salju halus yang hampir sama seperti partikel debu melayang-layang di udara, raung mesin penghangat membuat Todoroki melirik pergelangan tangannya. Crown of Lotus. Soulmark miliknya terasa begitu membakar selama beberapa detik.

Dia tahu, dia harus segera mereklaim Soulmark milik pasangannya. Namun untuk sekarang, Todoroki hanya ingin fokus pada pekerjaan. Atau barangkali, itu tidak akan berarti apa-apa.

Jika pun ada saat dimana bulan tidak bersinar megah dilangit, tetap akan ada gemintang yang menjejak. Begitu pula dengan hati yang jauh lebih luas daripada samudera.

Percayalah, Tuhan maha baik telah merencanakan semua.

[]

Two Apples [ TodoBaku ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang