BAGIAN 8

108 11 0
                                    

Ki Desta Ketu tak tinggal diam. Bersama panglima utama, dia segera menyerbu. Namun Ajiwirya cepat telah menghadang. Sedangkan panglima utama ditahan oleh Gandasari. Sementara Arimbi dan para prajuritnya membereskan para prajurit Kerajaan Lokananta yang jumlahnya dua kali lipat.
"Heaaat...!"
"HHh!"
Dalam waktu singkat pertarungan berlangsung seru. Melihat jumlah, mestinya pihak kerajaan akan mudah membereskan para pengkhianat itu. Namun pada kenyataannya, hal itu malah sebaliknya. Dengan adanya Arimbi, meski jumlah mereka sedikit, tapi orang-orangnya berhasil membabat para prajurit kerajaan tanpa mengalami kesulitan. Terlebih lebih Arimbi!
Sementara itu pertarungan antara panglima utama melawan Gandasari berlangsung seru. Sayang, perlahan-lahan panglima kerajaan itu terdesak hebat, dan mesti mengakui kehebatan murid Ki Sukang Jebar.
"Hiih!"
Kedua tangan Gandasari bergerak cepat menepis tebasan pedang panglima utama kerajaan.
Plak!
Pedang itu kontan terlempar jauh. Sebelum panglima itu berbuat sesuatu, kaki Gandasari menyodok silih berganti ke bagian dada.
Des! Desss...!
"Aaakh...!" Panglima utama kerajaan ini terjajar ke belakang disertai keluhan tertahan.
Kesempatan itu tidak disia-siakan Gandasari. Kembali kakinya menyapu ke leher.
"Uts...!" Panglima itu terkejut, namun cepat merunduk. Pada saat yang sama, tendangan selanjutnya cepat dari Gandasari menyusul menghantam dada.
Desss...!
"Aaakh...!" Kembali panglima itu terhuyung-huyung. Sementara Gandasari segera mengejar secepat kilat seraya melepas pukulan bertubi-tubi.
Begkh! Des! Desss...!
"Aaa...!"
"Hei?!"
Kematian panglima itu membuat kaget Ki Desta Ketu dan Ki Sukang Jebar. Bukan karena kepandaian gadis itu mampu mengatasi kelihaian sang panglima. Tapi membunuh seorang panglima utama benar-benar mengumandang peperangan terhadap kerajaan.
"Heaaat...!"
Kelengahan Ki Sukang Jebar dimanfaatkan Giri Sadaka. Tanpa memberi kesempatan, dicecarnya guru dari Arimbi dan Gandasari dengan pukulan jarak jauh berhawa maut.
"Uts...!" Ki Sukang Jebar terkejut, namun cepat melenting ke udara.
Jderrr...!
Sebuah lubang besar terkuak terkena hantaman Giri Sadaka. Dan baru saja Ki Sukang Jebar berputaran di udara, Giri Sadaka telah menghentakkan kedua tangannya. Dan....
Jderrr!
"Aaakh!"
Tubuh Ki Sukang Jebar kontan terlempar ke belakang. Begitu jatuh di tanah, darah tampak meleleh dari mulutnya.
"Heaaa...!" Sementara Giri Sadaka telah melompat siap menghabisi nyawa Ki Sukang Jebar dengan sekali hantam lagi. Tapi sebelum niatnya terlaksana...
"Manusia keparat! Lawanlah aku! Heaaat...!"
Mendadak berkelebat bayangan merah yang langsung melepas pukulan jarak jauh ke arah Giri Sadaka
Wuuusss!
"Hup!"
Secepat kilat Giri Sadaka menghindar dengan melompat ke belakang. Sehingga angin yang melunak tajam itu menghantam tempat kosong.
"Guru, kau tak apa-apa...?!"
"Sekarsari! Kau..., kau...," sebut Ki Sukang Jebar, terpatah-patah.
"Ya. Ini aku, Guru...,'' sahut sosok bayangan merah yang ternyata Sekarsari.
"Kau selamat?" tanya Ki Sukang Jebar.
Gadis berbaju merah itu mengangguk dengan wajah haru.
"Hei, Sekarsari! Minggirlah kau, sebelum kuhabisi nyawamu!" bentak Giri Sadaka.
Mendengar itu darah Sekarsari mendidih. Dan secepat kilat tubuhnya berbalik, memandang tajam. Namun sebelum gadis itu melampiaskan kemarahannya, berkelebat sosok bayangan putih. Dan tahu-tahu di samping Sekarsari berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi putih. Sebuah pedang bergagang kepala burung rajawali tampak tersampir di punggung.
"Sekarsari! Biar kuhadapi manusia durjana ini."
"Kakang Rangga...."
"Kau uruslah gurumu," ujar pemuda yang ternyata Pendekar Rajawali Sakti.
"Baiklah."
"Hm.... Pendekar Rajawali Sakti...! Ternyata kau belum mampus!" dengus Giri Sadaka.
"Sayang sekali, harapanmu tidak terkabul...," sahut Rangga kalem.
"Tapi sekarang aku yakinkan kematianmu!" Giri Sadaka langsung lompat menerjang dengan senjata cluritnya.
Wut! Bet!
Rangga seketika mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', untuk menghindar di antara desingan senjata bagai orang mabuk. Tubuhnya meliuk-liuk. Lalu, secepat kilat dia bergerak mendekat.
"Hiyaaat...!"
"Hei?!"
Giri Sadaka terkesiap, tak menyangka Pendekar Rajawali Sakti mampu bergerak secepat itu. Sesaat dia kelabakan. Namun dengan lincah tangannya mengibas untuk menangkis.
Plak!
"Uhh...!" Giri Sadaka merasakan tangannya linu bukan main saat menangkis pukulan. Belum sempat dia berbuat apa-apa, tangan Rangga bergerak cepat menangkap senjata cluritnya.
"Lepas!"
"Uhh...!"
Dengan mengerahkan tenaga dalamnya, Pendekar Rajawali Sakti menyentak senjata Giri Sadaka. Lengan laki-laki tua itu nyaris putus kalau saja dia tak melompat mengikuti arah sentakan Rangga.
"Heaaa...!"
Tepat ketika tubuh Giri Sadaka tersentak, Pendekar Rajawali Sakti segera menghadiahi dua hantaman kaki kanan yang disertai tenaga dalam tinggi. Dan....
Des! Des!
"Aaa...!"
Giri Sadaka memekik. Tulang dadanya kontan remuk. Nyawanya melayang ketika jasadnya terhempas di tanah.
"Ohh...!"
Kematian Giri Sadaka membuat Gandasari dan Arimbi kecut. Harapan mereka kini tertumpah pada Ajiwirya yang saat itu tengah mendesah Ki Desta Ketu.
"Kisanak, hentikan perlawananmu!" bentak Rangga.
"Hm!"
Mendengar itu, Ajiwirya mendelik garang. Dan tanpa basa-basi segera perhatiannya dialihkan pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Pendekar Rajawali Sakti! Rupanya kau belum mampus, he?! Sudah ditakdirkan kalau kau bakal mampus di tanganku!" dengus Ajiwirya.
Pemuda itu menggeram. Dan sebagai jawaban, senjata Giri Sadaka yang ada di tangannya diputar. Melihat itu Ajiwirya tak banyak bicara lagi. Langsung saja dia lompat menyerang.
Srak!
Senjata di tangan Rangga berkelebat membabat tombak Ajiwirya.
"Putus!"
"Hei?!" Ajiwirya terkejut melihat tongkatnya putus jadi dua. Namun secepat kilat dilepaskannya pukulan maut ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaa...!"
Wut!
"Hiih!" Rangga melompat ke atas menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Dia berputaran beberapa kali, lalu meluruk cepat bagai seekor anak panah dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'! Kedua tangannya mengebut cepat dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Hingga....
Prak!
"Aaa...!"
Ajiwirya terlempar beberapa langkah ke belakang sambil menjerit kesakitan. Kedua tangannya memegangi kepalanya yang retak. Dari sela-sela jarinya tampak meleleh darah segar. Begitu ambruk, nyawanya telah melayang ke neraka!
Bukan cuma Gandasari dan Arimbi yang terkejut melihat kematian Ajiwirya secara mengenaskan. Tapi yang lainnya pun sampai tercengang. Mereka tak menyangka pemuda itu mampu bergerak cepat laksana malaikat pencabut nyawa. Namun setelah rasa kagetnya sirna, Ki Desta Ketu menghampiri.
"Rangga! Kau amat membantu kami. Sang Ratu pasti amat menghargai jasamu ini." sambut Ki Desta Ketu.
"Terima kasih. Tapi aku tidak akan kembali ke sana sebagai tawanan...," ucap Rangga.
"Tentu saja tidak. Kau akan kembali sebagai pahlawan. Aku akan mengatakan hal ini pada Sang Ratu," tegas Ki Desta Ketu.
Rangga belum menjawab ketika terdengar keributan. Ternyata Gandasari dan Arimbi berusaha kabur, namun cepat dihadang Sekarsari serta beberapa prajurit.
"Sebentar, Kisanak. Aku punya ganjalan dengan gadis-gadis itu," ujar Pendekar Rajawali Sakti. Rangga cepat berkelebat menghampiri Gandasari.
Dia langsung berdiri di hadapan gadis itu.
"Aku telah berjanji hendak membalasnya padamu, bukan? Bersiaplah."
Gandasari terkesiap, namun cepat menguasai diri. Segera digunakannya ilmu gaib untuk menghajar pemuda itu.
"Percuma saja, Gandasari. Itu sama sekali tak berguna saat ini...," kata Pendekar Rajawali Sakti, mengingatkan. Rangga melangkah. Ditangkapnya pergelangan tangan gadis itu yang hendak menamparnya.
Tap!
Begitu tangan kiri Rangga mencekal, maka tangan kanannya menampar pipi Gandasari beberapa kali
Plak! Plak!
Gadis itu mendelik garang. Mendadak lututnya menyentak untuk menghajar bagian bawah perut Rangga. Namun pemuda itu cepat menghantamnya dengan telapak tangan.
Plak!
"Aaakh...!"
Gadis itu kontan meringis kesakitan.
"Saat ini aku mampu menghabisi nyawamu. Namun itu tak kulakukan. Karena hukumanmu akan ringan. Kau harus dihukum berat. Dan itu kewajiban mereka!" desis Pendekar Rajawali Sakti seraya menelikung tangan Gandasari. Lalu diserahkannya gadis itu pada Ki Desta Ketu.
Pada saat yang bersamaan, Sekarsari pun berhasil melumpuhkan Arimbi, dibantu para prajurit kerajaan.
"Kisanak! Kuserahkan kedua orang ini padamu!" kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Terima kasih. Rangga," ucap Ki Desta Ketu.
"Aku harap kalian bisa menghukum mereka dengan hukuman yang seberat-beratnya."
"Sang Ratu tahu, apa yang akan diperbuatnya."
"Terima kasih"
"Rangga! Kau pun terpaksa harus ikut ke istana, sebagai saksi atas kejahatan mereka."
"Ya, baiklah. Tapi jangan harap aku mau ditawan. Kalau kalian menahanku, aku akan melawan!" tandas Rangga, mengingatkan.
"Tidak. Seperti yang tidak kukatakan, kau akan diperlakukan sebagai pahlawan. "
Rangga langsung berbalik. Dihampirinya Sekarsari.
"Apakah..., apakah kau akan kembali ke duniamu, Kakang Rangga?" tanya gadis itu sebelum Rangga buka suara.
"Tentu saja, Sekarsari. Dunia manusia adalah tempatku. Dan di sanalah semestinya aku berada...," sahut Pendekar Rajawali Sakti, lembut.
"Bolehkah aku menjengukmu...?" tanya gadis itu.
"Kau boleh menjengukku kapan saja kau suka!"
"Terima kasih, Kakang....
"Hei, satu hal! Seperti yang dipesankan ayahmu, kau tak boleh mengaku kalau beliau yang menyelamatkanmu. Buat seolah-olah mereka menduga-duga. Meski mereka menduga kalau Ki Sapta Dewa yang menyelamatkanmu, kau tetap tidak boleh mengaku!" ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Ya, aku tahu itu...," sahut Sekarsari.
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti akan membuka suara lagi....
"Sekarsari...!"
Terdengar panggilan, membuat Rangga dan Sekarsari menoleh. Tampak seorang gadis berbaju putih menghampiri.
"Harum Sari! Kapan kau datang kembali ke negeri Siluman? Apakah kau akan berpihak pada para pengkhianat?!" tuding Sekarsari pada gadis yang ternyata Harum Sari.
"Kau salah paham, Sekarsari! Justru kedatanganku ingin membantumu!" sahut Harum Sari, lembut.
"Bohong!" bentak Sekarsari.
"Dia benar, Sekarsari. Harum Sari-lah yang membantuku keluar dari tahanan Sang Ratu. Dia pula yang mengembalikan pedangku ini...," bela Pendekar Rajawali Sakti.
"Benar, Sekarsari! Kau ingat seorang hamba sahaya yang bernama Ambar? Itulah aku. Aku waktu itu sedang menyamar dengan mengenakan topeng yang mirip Ambar. Ini kulakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Sejak kau dibawa pulang ke Kerajaan Lokananta, aku sudah curiga dengan Gandasari dan Arimbi. Makanya kuputuskan untuk menyusul. Benar saja, ketika sampai, aku mendengar kalau kau ditahan. Kemudian kubuat topeng berwajah mirip Ambar. Ambar sendiri kusembunyikan di kamarku. Baru setelah itu aku membantumu. Lalu aku juga membantu Kakang Rangga, aku pula yang memfitnah Kakak Sarimurti dengan meletakkan panahnya di kamar Ibunda. Lalu aku menghubungi Guru...!" papar Harum Sari.
"Oh... Maafkan aku, Harum Sari. Terima kasih...," ucap Sekarsari.
Angin pun berhembus perlahan, mengelus kedua gadis itu yang saling berpelukan. Sementara Pendekar Rajawali Sakti memandangi dengan senyum. Sulit mengartikan, apa arti senyumannya.

***

TAMAT

205. Pendekar Rajawali Sakti : Asmara Gila Di LokanantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang