BAGIAN 3

111 10 0
                                    

"Panggil Gandasari, Sarimurti, dan Arimbi ke kesini!" perintah Sang Ratu sambil menghempaskan diri di atas singgasananya.
Seorang prajurit pengawal langsung bergerak melaksanakan perintah, setelah memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya. Sang Ratu mengikuti kepergian prajurit dengan pandangan matanya yang tampak menyimpan kegeraman. Mayang Srimpi hanya perlu waktu sebentar karena tak lama kemudian ketiga putrinya muncul.
"Ibunda, kami datang menghadap...!" ucap Gandasari, langsung menghaturkan sembah. Tindakannya diikuti oleh kedua saudaranya.
"Gandasari, jelaskan secara tuntas perjalanan kalian di dunia manusia!" perintah Penguasa Kerajaan Lokananta itu.
"Ampun, Ibunda. Bukankah hamba telah menceritakannya?" tukas Gandasari.
"Jangan membantah! Atau kau akan mendapat hukuman?!" sentak Sang Ratu.
"Baiklah, Ibunda!" Maka Gandasari bercerita panjang lebar sampai kembali ke Lokananta ini.
"Gandasari! Kenapa kau bertikai dengan Sekarsari?!" terabas Mayang Srimpi, begitu Gandasal menyelesaikan ceritanya. Matanya langsung melotot pada Gandasari.
"Ibunda bukankah saya telah menceritakannya tadi...?!""
"Katakan saja, Gandasari!"
"Baiklah. Waktu itu Sekarsari menghalangi niat saya untuk menghukum Pendekar Rajawali Sakti. Saya tahu kalau sebenarnya dia bermaksud merebut pilihan saya," jelas Gandasari.
"Sarimurti! Apakah kau membenarkan cerita Gandasari?!" tanya Mayang Srimpi.
"Mungkin saya bisa menambahkan, Ibunda...!" sahut Sarimurti.
"Cepat ceritakan!"
"Ketika saya tiba di sana, Gandasari dan Sekarsari tengah berkelahi. Jadi saya tidak tahu persis bagaimana persoalan di antara mereka. Tapi mengingat sikapnya, selama ini Sekarsari tidak pernah menentang Gandasari.
"Kakak Sarimurti, sebaiknya jangan membawa perasaan dalam persoalan ini. Sekarsari telah berani melawan Kakak Gandasari. Dan itu tak boleh terjadi. Dia memang patut mendapat hukuman!" seru Arimbi.
"Siapa yang lebih dulu bertemu pemuda itu?" tanya Sang Ratu.
"Harum Sari...," sahut Gandasari pelan.
"Tapi ltu pengakuannya. Dan saya tak begitu percaya. Buktinya dia belum kembali karena belum menemukan calon suaminya."
"Lalu Sekarsari pun bertemu dengannya?"
"Ya."
"Apakah pemuda itu telah mengalahkanmu?"
"Agaknya begitu, Ibunda."
"Kenapa tidak kau tangkap sebelum dia berkeliaran dan akhirnya sempat bertemu Sekarsari?"
"Eh! Maksud saya..., pemuda itu belum sepenuhnya mengalahkan saya, Ibunda. Dan dia keburu bertemu Sekarsari."
"Apakah dia pun mengalahkan Sekarsari?"
"Saya tak tahu, Ibunda."
"Kalau kau tak tahu, kenapa berani meyakinkan kalau pemuda itu milikmu?!"
Gandasari terdiam dengan kepala tertunduk.
"Tahukah kau, apa akibat ulahmu itu?!"
Gandasari tak menjawab.
"Kau telah membuat bibit permusuhan dengan adikmu! Itu hal yang tidak kuinginkan."
"Bukankah Ibunda pun tak menginginkan bila adik-adik melawan pada kakaknya? Dan Sekarsari telah berani bertindak demikian...," kilah Gandasari.
"Mana buktinya?!" tukas Sang Ratu.
"Arimbi jadi saksi...."
"Benarkah begitu Arimbi?" tanya Mayang Srimpi, langsung menoleh pada Arimbi.
"Ampun, Ibunda! Kelihatannya begitu...."
"Kau yakin?"
"Yakin, Ibunda!"
"Bagaimana bisa yakin bila kau datang bersama Sarimurti belakangan?"
"Saya melihat sendiri Sekarsari bertarung dengan Gandasari.?
"Baiklah.... Aku yang memutuskan persoalan ini!" tukas Sang Ratu.
Ketiga gadis Putri Mayang Srimpi ini lansung tutup mulut Kepala mereka menunduk diam.
"Aku belum menentukan, apakah Sekarsari bersalah atau tidak. Tapi dia telah..., mungkin tewas di dalam kobakan maut. Karena persoalan ini belum selesai, maka keberadaan Pendekar Rajawali Sakti di tanganku. Ada pertanyaan?!"
Tak ada seorang yang berani membantah, Sang Ratu segera memerintahkan mereka pergi
"Gandasari! Jangan lupa! Antarkan pemuda itu ke ruangan pribadiku sekarang juga!" ingat Sang Ratu, sebelum ketiganya beranjak.
"Baik, Ibunda!"
"Hm...!" Mayang Srimpi bergegas ke ruangan pribadinya Sementara kedua hamba sahayanya mengikuti dari belakang dan menunggu di depan pintu.
"Aku tak ingin diganggu seorang pun setelah pemuda itu diantarkan ke dalam," ujar Mayang Srimpi, tegas.
"Baik Paduka...," sahut dua gadis pengiring Sang Ratu.
Ruangan pribadi Mayang Srimpi agak suram, bernuansa biru. Banyak terdapat hiasan cantik yang berderet di setiap sisi dinding. Sementara yang ada di tengah hanya sebuah tempat tidur besar yang tertutup kelambu sutera berwarna merah jambu. Wanita itu berputar pelan memandang ke sekeliling ruangan sambil tersenyum-senyum.
"Hm...! Pemuda itu memang tampan dan gagah. Persis seperti Sapta Dewa ketika masih muda...," gumam Mayang Srimpi. Penguasa Kerajaan Lokananta tersenyum-senyum waktu melangkah ke balik kelambu, lalu merebahkan diri. Cukup lama dia melamun. Kemudian....
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan di pintu.
"Paduka.... Hamba membawa Rangga masuk...!" kata sebuah suara dari luar pintu.
"Silakan! Bawa dia masuk..!" ujar Mayang Srimpi.
Pintu terbuka. Di ambang pintu berdiri seorang gadis hamba sahayanya, bersama seorang pemuda berbaju rompi putih yang tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti. Penampilan Rangga kini berbeda saat Sang Ratu terakhir melihatnya. Kini dia lebih rapi dilengkapi pakaian bersih.
"Hamba permisi, Paduka," ucap gadis hamba sahayanya itu.
"Hm...!" Sang Ratu mengangguk Kemudian dia bangkit menghampiri Rangga yang masih termangu di tempatnya. Bibirnya menyungging senyum ketika mengunci pintu. Lalu dia berdiri di depan pemuda itu sambil memandangi dengan seksama.
"Benar dugaanku. Kau memang tampan, Anak Muda...," puji Mayang Srimpi, mendesah.
"Kaukah penguasa di tempat ini...?" tanya Rangga, tak mempedulikan pujian itu.
"Begitulah...."
"Apa maumu? Apakah kau hendak menghukumku pula dengan hukuman lebih berat?"
"Hei, jangan berprasangka buruk dulu! Kalau aku bermaksud menghukummu, tak perlu kita saling berhadapan. Aku cuma menyaksikannya dari kejauhan."
"Lalu, apa yang kau inginkan dariku?"
"Apa yang kuinginkan? Hm...." Wanita itu tak melanjutkan bicaranya. Jarinya yang lentik halus mengelus-elus pipi Pendekar Rajawali Sakti.
"Apakah yang dinginkan dari seorang wanita dewasa pada laki-laki tampan sepertimu...?" desah Mayang Srimpi lembut.
Rangga tak menjawab. Hanya pandangannya yang menyapu wanita cantik di hadapannya. Wajah cantik itu terus mendekat dengan helaan napas terasa menerpa halus.
"Maaf, Ratu..!" ucap Pendekar Rajawali Sakti sambil menggerakkan tangannya, perlahan.
Wanita itu terkesiap ketika tubuhnya didorong Pendekar Rajawali Sakti. Namun wajahnya cepat kembali seperti semula. Penuh senyum dan gerak-gerik memikat.
"Kenapa, Sayang? Adakah sesuatu yang merisaukan hatimu?" tanya wanita ini mendayu-dayu.
"Apa yang kau inginkan?" tukas Rangga, datar.
"Ah..., jadi sungguh-sungguhkah kau tak mengerti?"
"Aku tawananmu. Dan rasanya tak pantas berada di sini."
"Jangan berkata begitu. Kau adalah tamu kehormatanku."
"Tapi nyatanya, tempatku di kamar tahanan bukan?"
"Itu hanya kesalahan saja. Dan buktinya, kau sekarang berada di sini, bukan?"
Rangga terdiam. Sementara, Sang Ratu mulai melepaskan pakaiannya yang tipis sambil tersenyum memandangi pemuda itu. Sedangkan bola mata Rangga seperti tak mampu berpaling dari lekuk-lekuk tubuh perempuan di depannya dari atas sampai ke bawah.
"Apakah akan kau lewatkan kesempatan bagus ini, Sayang...?" pancing Mayang Srimpi, terus mencoba memikat Pendekar Rajawali Sakti.
"Eh, aku..., aku...," Rangga jadi tergagap, salah tingkah.
"Sudahlah, Sayang. Jangan pikirkan hal-hal lain. Tidakkah kau ingin bersenang-senang barang sebentar?"
Pendekar Rajawali Sakti tak menjawab. Berkali-kali dia menelan ludah karena tenggorokannya terasa kering melihat pemandangan indah di depan matanya. Betapa tidak? Wanita ini bukan sekadar cantik, tapi juga sempurna. Mungkin dia bukan manusia. Malah, sangat keterlaluan kalau disebut siluman. Sebab dalam bayangannya, siluman itu bermuka buruk dengan sepasang taring besar. Tubuhnya polos dengan buah dada menjuntai hingga ke lutut. Wanita ini mungkin bidadari!
"Ayo, Sayang.... Apa lagi yang kau tunggu? Apakah kau hendak berubah pikiran?"
"Eh! Aku..., aku...." Sebelum Rangga bisa menguasai keadaan, mendadak....
"Kraaagkh...!"
"Oh, Rajawali Putihkah itu...?" desah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kraaagkh...! Kraaagkh...!"
"Oh, tidak! Tidak...!"
Mendadak terdengar suara burung rajawali yang begitu keras memekakkan telinga. Rangga kontan tersentak sambil menutupi telinganya. Dia berteriak keras, seakan suara itu benar-benar menyiksanya.
Sementara, Sang Ratu jadi heran sendiri melihat pemuda ini seperti orang tersiksa. Aneh memang, dia tidak merasakan apa-apa. Tapi kenapa pemuda itu bertingkah demikian. Belum tuntas pertanyaan di hati Mayang Srimpi, Pendekar Rajawali Sakti tampak telah terjengkang tak bergerak-gerak lagi. Pingsan!

205. Pendekar Rajawali Sakti : Asmara Gila Di LokanantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang