Sebelum di babak baru, orang masih mengenalnya sebagai Min-Yoongi, bukan sebutan Suga yang tidak asing lagi di telinga seperti sekarang. Nama Min-Yoongi hanya melekat di telinga beberapa orang, belum menjangkau jutaan pasang telinga. 4 tahun silam yang lalu, ruang kamarnya menjadi bukti kertas lirik bertebaran tanpa makna. Matahari terbit dan bulan sabit adalah pengawal setiap langkah yang telah mencatat babak skenario 1460 hari. Perihal jatuh dan rapuh, sakit apalagi. Dunia yang dirasa sedang redup dan gelap, tidurlah. Besok bangun kembali, begitulah tentang Min-Yoongi.
***
Kaki Min-Yoongi membeku di atas permukaan halaman gedung Big Hit bersama sepatunya yang usang. Audisi rapper telah selesai pada salju pertama yang tengah menyambut bulan November. Wajah Min-Yoongi menengadah ke atas. Sesekali rintik salju itu jatuh dan berhenti di pipi Min-Yoongi yang sejuk. Ia memejamkan sejenak, sambil berharap pengumuman audisi akan terdengar baik di telinganya nanti. Perlahan, Min-Yoongi kembali memulai aktivitas biasanya sebagai petugas pengantar makanan yang bekerja paruh waktu dan pekerja part-time yang mengoperasikan program MIDI di sebuah studio rekaman.
Min-Yoongi merogoh saku celananya dan membuka dompet lusuh berwarna cokelat. Hanya tersisa 2000 won di dompetnya. Ia diam sejenak dan berpikir, menggunakan 1000 won untuk makan mie agar bisa pulang dengan bus, atau menghabiskan 2000 won untuk makan mie dan pulang dengan berjalan kaki yang ditempuh 2 jam lamanya dari studio rekaman tempat ia bekerja. Sambil berpikir, ia melanjutkan perjalanannya dari gedung Big Hit menuju kedai DanBam atau restoran Undukjib dengan berlari karena mengejar waktu. Letaknya di 57 Noksapyeong-daero 40-gil, Itaewon 1(il)-dong, Yongsan-gu, Seoul.
Udara musim salju begitu dingin mampu membawa langkah Min-Yoongi sampai depan restoran Undukjib. Ia segera membantu pemilik restoran untuk memindahkan jjajangmyeon dan kimbab yang siap saji ke kotak pengantaran di sepeda motor milik restoran itu. Setelah semua makanan siap saji sudah masuk ke dalam kotak, Min-Yoongi mulai mengikatnya dengan tali agar semakin aman dibawa. Sembari menunggu pemilik kedai memberikan beberapa catatan alamat, ia duduk sebentar di depan kedai sambil memegang uang 2000 won dan hanya melihat dengan tatapan kosong. Min-Yoongi mulai mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pena dari sakunya. Sesekali ia menulis beberapa deret kata hingga membentuk kalimat dan berujung bait.
Seorang gadis berdiri tepat di depan Min-Yoongi yang sedang menulis dan meletakkan uang senilai 15.000 won di samping secarik kertas itu.
Tangan Min-Yoongi berhenti sejenak dan perlahan melepas pena. "Kamu kira aku pengemis?" Tanya Min-Yoongi sambil memasang badan dan menyipitkan matanya ke sorot mata gadis itu.
"Aku sedang membayarmu." Kata gadis itu.
"Buat apa?" Tanya Min-Yoongi yang tampak heran.
"Untuk menjadi pendengar tulisanku di siaran 93 FM radio." Jawab gadis itu.
"Kenapa harus aku?" Min-Yoongi melangkah sedikit lebih dekat ke gadis itu.
Gadis itu mengambil secarik kertas lirik yang ditulis Min-Yoongi di atas meja. "Karena lirikmu bagus, dan sepertinya kamu sedang give up, siapa tau tulisanku menjadi obat?" Jelas gadis itu.
Min-Yoongi segera mengambil secarik kertas itu dari tangan gadis itu. "Pembaca tidak bisa dibeli, dia akan datang sendiri mengikuti kata hati, lalu tersentuh oleh tulisan itu."
Min-Yoongi segera meninggalkan gadis itu dan mengambil catatan alamat kepada pemilik restoran yang tengah berdiri di depan pintu. Ia pun segera menghidupkan mesin motor dan bergegas pergi dari restoran Undukjib itu menuju daerah distrik Gangnam sesuai alamat di catatan tersebut.
"Hey... jika tulisanku bisa menjadi obat, kamu harus menulis lagu bersamaku." Teriak gadis itu, sementara Min-Yoongi hanya melihat dari biasan kaca spion.
***
Siang itu begitu teduh karena salju pertama. Meski matahari masih terlihat, ia tampak malu-malu. Distrik Gangnam, Kota Seoul, Korea Selatan, adalah pengalaman menarik dan bukan hal yang aneh jika melihat motor menyeberang di penyeberangan pejalan kaki. Menurut mereka, ini adalah cara paling mudah untuk menghemat waktu. Di Gangnam, Korea, zebra-cross juga menjadi penyeberangan 'untuk' pengendara sepeda motor. Demikian pula dengan Min-Yoongi yang baru saja selesai mengantar pesanan untuk pelanggan di distrik Gangnam. Motor yang dikendarai Min-Yoongi berhenti sejenak di trotoar persimpangan lampu merah sembari menunggu detik memberi kode bagi pejalan kaki dan lampu merah tiba.
Lampu merah menandakan semua kendaraan di jalan raya harus berhenti. Sementara pejalan kaki yang tengah menunggu sedari tadi, segera berbondong-bondong menyebrang jalan di distrik Gangnam. Min-Yoongi pun perlahan ikut menyebrang jalan dengan motornya itu. Tepat di pertengahan zebra-cross, seorang gadis berlari kecil di sebelah kanan Min-Yoongi. Dalam sekejap, mata mereka bertemu dan gadis itu berpapasan dengan wajah Min-Yoongi yang tertutup kaca helm. Benar, itu adalah gadis yang ditemui Min-Yoongi di restoran Undukjib tadi. Min-Yoongi sedikit mengerem kendaraannya dan kecepatannya semakin berkurang. Sementara gadis itu sempat menahan kakinya untuk berlari kecil dan hanya menapak jalan. Dalam sekejap, wajah ceria gadis itu sontak berubah cemas. Matanya beralih tertuju pada sebuah truk yang tengah melaju tanpa kendali.
'Praaanggg!' Supir truk yang tengah mabuk diperjalanan menabrak Min-Yoongi dan gadis itu. Mereka terhempas jauh, seluruh pasang mata dibuat kaget atas peristiwa kecelakaan itu. Gadis itu tergeletak di tengah jalan tanpa sadar dengan darah yang mengalir deras dari kepalanya. Sementara Min-Yoongi, tergeletak dan terhimpit oleh motornya namun tepat sekali ban truk itu berhenti di depan wajah Min-Yoongi yang masih tertutup kaca helm. Min-Yoongi masih setengah sadar dan mengeluh bahunya kesakitan sekali. Pelan-pelan Min-Yoongi menggerakkan tangannya untuk membuka kaca helm, matanya masih samar melihat gadis itu dari kejauhan dan ia masih bisa melihat sebuah buku bergambar bunga lily tergeletak di sebelah gadis itu. Lalu, dunia dan semuanya seakan menyapa bersama gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour in The Cold
FanfictionKalau tidak memutuskan berjalan lebih jauh, mungkin Kalila Azura yang biasa disapa dengan nama 'Lily' tidak bisa ambil peran dalam tulisan fiksi untuk kehidupan nyatanya. Lily mampu membuat beberapa orang kagum dengan prinsip independen dan profesio...