BAB I: REUNI

11 2 0
                                    

KEJADIANNYA SUNGGUH CEPAT sehingga Nike kebingungan tentang apa yang baru saja terjadi. Yang ia ingat, baru saja ia pulang dari supermarket terdekat sehabis menilik isi kulkas di kamarnya yang kebetulan kosong melompong-kemungkinan besar itu ulah Pak Ed, pengurus sekaligus guru di Akademi yang memang kerap numpang di kamarnya. Di perjalanan pulangnya, Nike tiba-tiba tersedot oleh sebuah lingkaran yang tiba-tiba muncul dan berpendar di atas kakinya. Lingkaran itu mengeluarkan ledakan cahaya dan membuat mata Nike buta sesaat.

Selang beberapa detik, Nike mengerjap mata. Kali ini ia sudah bisa melihat. Namun bukan pemandangan di tengah-tengah gang sempit yang biasa ia gunakan sebagai jalan pintas menuju Akademi, yang berada di hadapannya justru membuatnya semakin kebingungan. Arsitektur yang tersusun dari bebatuan-kemungkinan besar tertata secara alami, dalam maksud tak pakai semen modern-memberinya kesan seolah-olah Nike sedang berada di tengah demonstrasi pertunjukan pangeran-putri abad pertengahan. Ruangan ini terasa begitu lebar nan luas, langit-langitnya ditopang oleh puluhan pilar batu yang menjulang.

Sejenak saja, Nike ingin melepas kebingungannya. Menikmati indahnya seni arsitektur bebatuan ini-yang sangat ia senangi, mengingat Nike sangat suka hal-hal berbau abad pertengahan, entah apa sebabnya. Empat orang berpakaian serba-hitam muncul secara tiba-tiba. Dengan cepat segera mengerubungi dan menodongkan pedangnya ke arah Nike. Napas Nike tersengal. Barangkali karena salah satu ujung pedang mereka sedang bertengger mulus di bawah dagunya.

Salah satu dari mereka mencoba berbicara dengan Nike, yang sayangnya Nike tak mengerti dengan bahasanya. Mungkin jika mereka berbahasa Jepang, Nike dengan senang hati menjawabnya. Tetapi dengan berat hati Nike menggeleng kepada mereka sambil memasang raut wajah 'maaf kawan, cari orang lain saja'.

Nike samar menangkap gerakan aneh diantara mereka berempat. Yang tadi mengajaknya berbicara menggeleng kepada kawannya, sedangkan ketiga lainnya membuat gestur tangan yang dirapatkan, lalu menunjuk lorong besar di belakang mereka.

Dengan cepat mereka mengikat tangan Nike menggunakan tali, lantas menyeretnya melalui lorong yang lumayan gelap itu. Nike ingin memprotes, tapi tak jadi soal. Selain bahasa yang berbeda, Nike tak yakin diperbolehkan berbicara saat dua orang serba-hitam di belakangnya sedang menodongkan pedangnya.

"Ya ampun, ini sih ide gila." Gumam Nike sambil menahan tawa.

Hei, kenapa si bocah bernama Nike itu tiba-tiba senyum-senyum sendiri sambil bergumam? Mari kita simak penjelasannya: rencananya adalah Nike akan menyamarkan dirinya menggunakan sihir kabut yang kebetulan telah lama ia pelajari­-Nike sangat suka menggunakannya, apalagi untuk mengerjai pak Ed-lalu menyusup ke belakang mereka. Dengan cepat menyambar pisau salah seorang yang secara terang-terangan disarungkan di pinggangnya. Nike hanya dengan beberapa gerakan berhasil melumpuhkan empat orang bersenjata. Tepuk tangan untuknya.

Sisanya adalah mencari jalan keluar. Lalu melupakan masalah ini di esok harinya.

Sayangnya, ekspektasi Nike terlalu tinggi. Walaupun sudah berusaha sekuat mungin, Nike tak mampu menggunakan sihirnya. Bahkan Nike baru sadar tak ada mana di sekitarnya. Itu aneh mengingat sifat mana yang selalu berikatan dengan udara.

Nike ingin mengumpat. Merutuk dirinya. Kalau saja ia bisa menemukan rencana pelarian lainnya. Tapi saat ini pikran Nike tak bisa fokus. Nike menahan dirinya untuk memberontak. Bisa- bisa empat orang itu merasa kesal dengannya lantas menggetok kepalanya hingga pingsan, lalu Nike kehilangan kesempatan untuk mengamati jalan. Siapa tahu jika ia mempunyai kesempatan untuk lari? Yah, walaupun sepanjang jalan Nike hanya melihat lorong gelap.

Entah sudah berapa lama mereka melewati lorong yang gelap ini. Barangkali Nike berpikir jika lorong ini tak berujung. Infinite Loop. Tapi Nike berhasil menghitung jumlah obor yang mereka lewai, emm...sekitar 100 mungkin? Baginya mengingat jalan atau sesuatu yang ia lewati lebih mudah ketimbang harus mengingat isi ensiklopedia buatan pak Ed-sebuah ensiklopedia tulisan tangan. Ugh, kalian pasti takkan kuat membacanya, karena tulisan tangan pak Ed sungguh jelek sekali. Selain itu, yang membuat Nike malas membacanya, sebagian besar ceritanya adalah hasil karangan pak Ed sendiri. Dan bagi Nike ceritanya dilebih-lebihkan, apalagi saat Nike membaca di bagian saat dimana pak Ed menyelamatkan separuh bagian Cina saat invasi monster satu dekade lalu. Dari awal membacanya, Nike sudah tahu bahwa itu berupa hasi karangan pak Ed. Sedangkan anak-anak lainnya malah serta merta percaya dan menjadikan pak Ed maskot akademi.

NIKE AND THE PARALEL UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang