2. Rain

420 96 9
                                    

Naruto disclaimer Masashi Kishimoto

Saya tidak mendapatkan keuntungan materiel dari cerita ini selain kepuasan

Naruhina Fanfiction special for #NHmonth #NHmonth2021

Rain - Mission Together - Blank Periode
.

Langit menangis, seolah mengejek suasana hati si pria Uzumaki. Dalam dingin dan desau, ia meratapi nasib tak mujurnya ketika mendapati salah satu musuh yang telah berhasil ia dan tim 8 tangkap berhasil meloloskan diri. Maka konsekuensi dari kecerobohan mereka adalah mencari musuh tersebut sampai dapat.

Melompat dari dahan pohon ke pohon dengan pikiran berlarian, ia tak dapat fokus. Netra secerah langit itu menatap intens sosok gadis cantik berpakaian minim. Minim untuk cuaca hujan seperti sekarang ini. Lihatlah, baju tanpa lengan dengan celana sebatas pahanya basah kuyup. Rambut yang biasa berayun ketika tersapu angin kini menempel pada tubuhnya. Kulitnya yang putih itu berubah kebiruan karena kedinginan.

Naruto menatap sendu sang gadis. Ini salahnya juga yang telah menghardik gadis itu. Sehingga sang gadis pergi begitu saja meninggalkan yang lain --termasuk rekannya Kiba dan Shino-- untuk mencari si musuh. Beruntung ia dapat mengejarnya.

"Sial," Naruto mengusap kasar wajahnya. Hatinya sungguh tak tenang. Perasaan bersalah terus menyeruak. Harusnya ia berterima kasih kepada gadis Hyuga tersebut karena kerja kerasnya dalam menemukan musuh, bahkan jika bukan karenanya yang menyerang musuh yang akan menghadangnya dari belakang, mungkin ia sudah terluka. Ah, andai saja salah satu tangannya sudah terpasang, pasti lebih mudah untuknya menangkap musuh.

Bukankah ada Kurama? Ah, rubah pemalas itu sedang tertidur nyaman di dalam sana. Rubah itu malas berurusan dengan penjahat kelas bawah. Menyebalkan memang, tapi Naruto mentolelir hal tersebut mengingat betapa kerasnya Kurama membantu dalam perang shinobi.

Ok, ini salahnya yang merengek ingin ikut karena merasa bosan dan akhirnya Nyonya Tsunade selaku Hokage ke-5 mengizinkannya karena bujukan dari Hinata. Ah, harusnya ia berterima kasih pada gadis cantik itu, bukannya menghardik.

Tadi, Naruto terlalu cemas jika terjadi sesuatu pada Hinata. Di sisi lain gadis itu terlalu baik, ia khawatir jika musuh memanfaatkan Hinata untuk memulihkan luka, hingga musuh tersebut dapat melarikan diri. Karena Naruto pikir hanya Hinata diantara mereka yang mampu memulihkan luka seseorang. Namun, tentu tidak sehandal Sakura yang memang bergelut di bidang medis ninja.

Naruto mempercepat langkahnya, ia mensejajarkan diri dengan Hinata yang terus fokus menatap ke depan dengan urat-urat di sekitar mata yang menonjol pertanda ia terus mengaktifkan byakugan.

"Hinata, kita istirahat dulu. Kau lelah ... basah kuyup," Naruto berbicara dengan lantang, kalau tidak, suaranya akan teredam hujan deras.

"Tidak. Naruto-kun benar! Ini semua salahku." Hinata tak menghiraukan Naruto, ia terus melompat dari dahan pohon satu ke dahan pohon lainnya.

"Aku tidak bermaksud begitu ... aku hanya khawatir Hinata termakan bujuk rayu musuh."

Hinata menghentikan langkahnya di atas dahan pohon, ia menunduk dengan mata terpejam seiring urat-urat tadi menghilang. Naruto pun turut menghentikan langkahnya, ia berdiri di hadapan Hinata dengan perasaan berkecamuk.

Hinata sedikit menengadah, menatap Naruto yang tingginya tidak jauh darinya. Mata bulannya menatap kecewa manik biru langit tersebut. "Naruto-kun masih tidak percaya padaku?"

Naruto tersentak, nada bicara gadis itu bergetar. Bukan ... bukan karena kedinginan, suaranya bergetar dan parau. Samar-samar dapat ia lihat air yang mengalir, namun berbeda dengan air hujan yang membasahi tubuhnya. Air itu menetes dari manik seindah rembulan miliknya.

Naruto memegang kedua pundak Hinata, "Maaf, a--

"Ternyata kalian malah pacaran di sini!" Seruan itu membuat Naruto tak dapat melanjutkan kata-katanya. Naruto maupun Hinata menoleh serempak ke asal suara.

"Kiba?"

"Musuh yang kabur sudah ketemu," ucap Kiba sembari turun dari atas punggung Akamaru.

"Dimana?" Tanya Naruto penasaran.

"Masih di desa, dia menyamar dan meniru cakra salah satu warga di desa."

"Jadi dia tidak kemana-mana?"

"Tidak. Untuk itu aku menyusul kalian. Ayo kita kembali." Kiba mengambil beberapa langkah, mendekat ke arah Hinata lantas menyampirkan jubah putih pada bahu Hinata. "Setidaknya, jika pergi, pikirkan keadaanmu sendiri."

"Maaf ... terima kasih Kiba," ucap Hinata nyaris berbisik.

Ada yang mengganjal pada hati Naruto ketika melihat perhatian Kiba pada Hinata. Dulu, ia sering menyaksikannya, tapi kenapa kali ini terasa berbeda? Apa karena ia sudah membuat Hinata kecewa sedangkan Kiba mampu membuatnya tersenyum? Walaupun Naruto tahu itu hanya senyum paksa.

Naruto tersentak ketika sebuah jubah putih sudah berada tepat di tangannya, "Jangan banyak melamun! Hujannya semakin deras." Ternyata Kiba juga membawakannya jubah. Mungkin ia terlalu berlebihan menanggapi perhatian Kiba pada Hinata.

.

Kini mereka berada di sebuah rumah kecil yang di persiapakan desa Hacho untuk mereka tinggal sementara sebelum kembali ke desa Konoha esok hari. Kiba dan Shino sedang asik dengan peliharaan mereka masing-masing, ketiga musuh mereka telah di tempatkan di satu ruangan dengan tangan terikat dan tak berdaya karena semua titik cakra mereka sudah dilemahkan. Sementara Naruto tengah memperhatikan Hinata yang sedang mengulurkan kedua tangannya guna menghangatkan diri di depan perapian. Ah, gadis itu pasti sangat kedinginan karena sudah memaksakan diri di tengah derasnya hujan.

Dengan ragu, Naruto melangkahkan kakinya, mendekat ke perapian dan mendudukkan diri persis di samping Hinata. "Maaf."

Hinata menoleh sekilas pada Naruto, lalu kembali menatap lurus pada perapian. "Itu sudah berlalu, musuh juga sudah tertangkap. Aku sudah tidak mempermasalahkannya."

"Tetap saja, sikapku tidak bisa dibenarkan." Hinata bergeming tak menjawab membuat Naruto tak enak duduk. Ia yakin Hinata sangat kecewa padanya. "Aku hanya merasa khawatir jika kau akan terluka oleh musuh, tapi setelah dipikir ulang mana mungkin musuh akan melukaimu dengan semudah itu ... kau sudah tumbuh sangat kuat."

Hinata menggeleng lemah, "Aku hanya bisa membuat Naruto-kun berada dalam kesulitan."

"Bukankah sebaliknya?" Hinata menoleh, menatap bingung Naruto yang mengulas senyum padanya. "Aku yang selalu membuat Hinata dalam kesulitan. Ketika aku tidak berdaya melawan Pain, Hinata menolongku. Ketika aku putus asa dalam peperangan, lagi-lagi Hinata yang menolongku, memunculkan tekad bagi semua shinobi hingga kami, khususnya aku kembali mendapati rasa percaya diri. Bahkan untuk misi kali ini, Hinata kesulitan karena aku. Sudah susah payah membujuk Tsunade Baa-chan, tapi aku tidak bisa membantu lebih. Seharusnya aku tahu diri, dengan satu tangan begini, aku hanya bisa menyusahkan kalian. Bukankah jika begitu aku yang selalu membuat Hinata dalam kesulitan?"

Hinata menggeleng kencang, "Tidak! Naruto-kun tidak pernah membuatku dalam kesulitan. Naruto-kun telah mengorbankan nyawa demi kita semua dan itu tidak setimpal dengan apa yang aku lakukan." Hinata menjeda ucapannya, ia memilih kembali manatap perapian dibanding bertatapan langsung dengan Naruto yang dapat melemahkan fungsi otaknya. "Lagi pula, jika aku tidak membujuk nona Tsunade, Naruto-kun pasti akan terus berusaha melarikan diri karena bosan. Jadi, daripada Naruto-kun mendapat masalah, lebih baik aku membujuk nona Tsunade."

Kenapa kau selalu mengerti aku Hinata?


.

Rintik hujan menyamarkan air matamu. Namun, kau tak mampu menyamarkan raut kekecewaan di wajahmu. Kekecewaan yang jelas tertuju padaku. Aku menyesal.

Just Two Of Us ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang