PROLOG

43 8 1
                                    

Kehebohan ini sudah terjadi dua hari yang lalu. Semuanya menjadi kacau, semua tumpukkan berkas-berkas penting pun tidak berguna. Hari ini sudah berakhir, sudah tertangkap basah, tidak ada lagi yang bisa membantu. Zartisa memijat kepalanya. Ia bekerja dengan sempurna diperusahaan ini, menurutnya tidak ada yang salah dengan hal itu. Tapi bodohnya zartisa, ia telah dibohongi dan dijebak atas pembocoran perusahaan asing yang sama sekali tidak ia ketahui.

Zartisa mendengus, kini gadis cantik yang baru berusia 25 tahun itu pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia mengambil ponselnya, sudah tidak banyak waktu lagi, Zartisa harus pergi dan menemui adiknya. Sebelum semuanya menjadi benar-benar kacau, Zartisa harus mengirim adiknya kerumah paman dan bibinya dilondon. Ia tak mau terjadi apa-apa kepada adiknya tersebut.

Untungnya masih tersisa sedikit dokumen untuk membuktikan bahwa Zartisa tidak bersalah. Zartisa tersenyum, dokumen ini akan ia selundupkan di tas adiknya, dan sisanya biar sepupu sekaligus sahabatnya yang akan mengurus semua itu.

Zartisa bangkit dari tempat, mengambil kunci mobil dan berlari keluar. Ada sekitar dua puluh menit lagi waktu yang tersisa. Untungnya apertemen mereka dekat, dan tidak membutukan banyak waktu.

Zartisa merasa cemas, bukan karena waktu yang semakin menipis, namun mengingat adiknya masih berada dalam apartemen. Ia takut polisi akan mengepung apartemenya sebelum ia datang, ia sangat cemas akan hal itu. Laju mobil pun semakin tak terkendali, sehingga jalanan pun semakin kacau, suara klakson mobil terus-menerus berbunyi secara bergantian. Meskipun begitu, Zartisa samasekali tidak memperdulikannya. Ia terus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Kurang dari sepuluh menit waktu yang ia gunakan, akhirnya mobil zartisa pun berhenti didepan gedung apartemen mewah. Titik-titik keringat yang bertimbulan diseputaran wajahnya semakin menyelimuti kekhawatiran didalam dirinya. Dengan cepat ia keluar dari mobil, dan berlari masuk kedalam gedung mewah tersebut. Zartisa mencoba untuk bersikap tenang dan biasa agar adiknya tidak terlalu curiga, nasib baiknya tidak ada satu orang pun yang menaiki lift kecuali dirinya. Tisa menarik nafasnya perlahan. Waktu terus berputar, membuat zartisa tak bisa lagi untuk menenangkan diri. Sambil menunggu, zartisa membuka lagi dokumen dan beberapa berkas penting untuk adiknya, ia melihat satu persatu, apakah ada yang ketinggalan atau tidak.

Ting, lift terbuka.
Zartisa langsung buru-buru berlari dan meninggalkan jejak kepanikkan dengan orang-orang yang melihat disekitarnya. Ia langsung menyambar pintu apartemenya dan membukanya. Didalam tampak sepi, seperti tidak ada orang. Mata zartisa melihat sekeliling ruangan. Ia menarik nafas panjang, lalu meletakkan dokumen diatas meja.

"ain"
Panggil zartisa.
"iya"
Sontak zartisa kaget mendengar suara adiknya, untunglah ia tidak apa-apa. Zartisa menatap sebentar Ainta adiknya, mencoba menahan rasa takut dan cemas yang sudah menggerogoti dirinya.

Terdiam, mencoba merangkai kata didalam hati agar ucapan yang dirinya lontarkan begitu bisa meyakinkan adiknya. Meskipun menyakitkan, ia harus kuat, zartisa tidak mau adiknya tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Biarlah ini menjadi rahasia untuk sementara bagi adiknya. Bagaimana pun caranya zartisa harus membuat ainta percaya dan pergi secepatnya dari sini.

Mula-mula zartisa memejamkan matanya sambil menarik nafas dalam-dalam sebentar, lalu membuka matanya kembali dan melihat adikinya yang masih berdiri dihadapanya menunggu zartisa untuk berbicara.

"ain, hari ini kamu akan pergi kelondon"
Sontak ainta membulatkan matanya seolah-olah tidak percaya.
"london? Kakak gak lagi main-mainkan"
"enggak, sekarang kamu ganti baju dan bersiap-siap untuk kebandara. Satu jam lagi pesawatnya akan berangkat"
Ainta semakin terkejut, ini adalah suatu keajaiban dimana ia bisa pergi kelondon tiba-tiba tanpa zartisa.
"tapi kenapa buru-buru, ain belum punya kesiapan apa-apa kak, waktunya terlalu mepet untuk memberskan barang-barang ain"
Jawab aib bingung, zartisa mengusap wajahnya kesal. Sekali lagi ia menatap kearah Ainta dan memegang bahunya.

AINTA (HATE AND LOVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang