□□□□□□
Saat matahari berada di ujung langit, dia merasa alarm di dalam kepalanya berdering, memerintahkannya untuk segera bangun.
Naruto akan tidur saat pagi buta, semalaman dia punya tugas untuk menjaga rumah, dari kemungkinan datangnya Anko ke sana.
Di waktu-waktu yang tidak terduga, atau memang dia mulai mengalami paranoid parah, rutinitas tersebut menjadi tugasnya. Tidak terbayangkan ketika mereka terlelap sebentar saja, terlena oleh waktu yang memabukkan akan datang saatnya hari di mana kematian itu akan datang. Dalam bayangannya, kehilangan Hinata akan membuat hidupnya berada di ujung kegelapan.
Begitu Naruto kembali terjaga, dia melihat Hinata masuk ke dalam kamar mereka dengan membawa tumpukan baju yang baru selesai dicuci bersih, dan membelakangi sinar matahari.
"Selamat pagi."
Hinata menoleh perlahan sambil tersenyum. "Sejak kapan kamu sudah bangun?"
"Baru saja, aku melihat ada malaikat masuk ke dalam kamar."
"Cih, seperti ada maunya."
Naruto mengambil duduk sambil merenggangkan badan, dia melirik Hinata sudah meletakkan semua baju-baju yang dilipat itu ke dalam lemari. Ia kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukannya, lantas mencium pipi sebagai bentuk ucapan selamat pagi darinya.
"Lihat, benar saja, ada maunya."
"Apa aku tidak boleh menciummu?"
"Kamu membutuhkan ciuman atau sarapan?"
"Aku butuh mengisi daya," Hinata menepuk pundak Naruto yang melingkar erat di bahunya. "Kamu sudah harum sekali, apa ini termasuk kebiasaanmu menyemprotkan minyak wangi?"
"Aku suka aroma-aroma, jadi aku juga butuh kolonye agar seharian tetap semangat."
"Baiklah, aku akan membelikanmu beberapa parfum rekomendasi."
Hinata menggeleng, sudah pasti dia tidak mau, karena selera pria dan wanita itu sangat berbeda. "Terlalu maskulin, aku tidak suka!"
"Kalimat itu sangat menohok hatiku!" Naruto membalikkan tubuh Hinata, menjatuhkannya di atas ranjang. "Kalau aku menyentuhmu lebih lama, aroma pepermin dan citrus akan menguasai tubuhmu," Hinata tergelak ketika Naruto memeluk tubuhnya dan menciumi lehernya. Dia tidak tahan dengan sentuhan menggelikan dari tangan pria itu yang menggelitik sampai ke dalam bajunya. Namun keadaan berubah menjadi intim ketika Naruto menyadari satu hal. "Sudah selesai, 'kan?" dia memandangi wajah Hinata yang memerah.
"Ini masih pagi."
"Aku tidak bisa menunggu sampai malam," masih di atas Hinata, Naruto menarik kausnya untuk lepas dan melemparkannya ke samping. "Kalau kamu tidak menahanku berarti kamu benar-benar setuju dengan ideku."
"Setidaknya aku tidak bisa menolak."
Saat matahari sudah semakin tinggi, mereka tidak bisa meninggalkan ranjang panas itu.
Hinata merasakan tangan pria itu membelai punggungnya yang telanjang, mencium setiap kulitnya, dan meninggalkan jejak-jejak merah yang kentara. Semua tanda kepemilikan telah ditoreh oleh pria itu di mana dalam jengkal tubuhnya yang mulus.
Di tengah penyatuan mereka, Hinata menatap cermin. Ia melihat pantulan dirinya yang memeluk erat tubuh Naruto, tetapi diam-diam merasa sedih. Bahkan momen-momen indah seperti pagi ini tak dapat dilihatnya dengan baik. Bagaimanapun Hinata merasa bahagia, hanya saja bayangan wajahnya tak tercetak jelas dalam benaknya.
Setiap napas membakar kesadaran mereka untuk berhenti, Hinata meratapi hatinya yang gelisah bukan main. Akan tetapi ketika mereka mengingat seluruh kebahagiaan tersebut, Hinata merasa tidak perlu lagi khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
暗い雲 / Dark Cloud (Close Pre-Order!)
FanfictionSejak kecelakaan yang dialaminya beberapa tahun silam, Hinata Hyuuga mengidap Prosopagnosia. Dia tidak dapat mengenali wajah seseorang, bahkan wajahnya sendiri. Ia sering kali menghindari pertemanan atau hubungan dengan orang lain, sampai pada akhir...