BAB 19: Last and Forever

167 35 1
                                    

 □□□□□□

Pada akhirnya cinta memang tidak bisa menyelesaikan masalah. Beberapa situasi tidak memerlukan cinta sebagai penyelesaiannya. Jika memang cinta dapat menyelesaikan segala hal, Mito percaya dia tidak akan menikah dengan Hashirama.

Dimulai sekitar 80 tahun lalu ketika dia baru datang ke Tokyo, di usia yang baru menginjak remaja dia diperkenalkan keluarganya dengan sang calon suami.

Calon suaminya kelihatan seperti anak laki-laki biasa, terlihat pendiam di perjumpaan pertama, tapi pada akhirnya anak laki-laki sangat mudah marah kalau pasangannya tidak mengerti apa yang ada di dalam kepalanya.

Sejak awal, Mito tidak pernah menaruh harapan besar kepada Hashirama yang akan menjadi suaminya, tetapi karena hubungan bisnis di antara dua keluarga—Senju dan Uzumaki—akhirnya pun mereka menikah tanpa mengenal apa itu cinta.

Mito menyadari, jika cinta memang layak diperjuangkan dia akan melakukannya pada saat itu. Ada sosok anak laki-laki yang dicintainya, remaja yang suka mengayuh sepeda, tetapi anak laki-laki itu hanya anak laki-laki miskin. Sudah pasti keluarganya akan menentang hubungan itu. Tidak ada akhir bahagia dari memperjuangkan semua itu jika tidak dibarengi dengan kepercayaan serta rasa tanggung jawab, dan Mito tidak pernah satu pun berpikir bahwa dia perlu bertanggung jawab pada seluruh pilihannya yang berani.

Mengetahui perasaan Mito yang sebenarnya sebagai seorang gadis remaja, Ibu dan Ayahnya berpesan kepadanya, "Cinta, tidak akan membuatmu menjadi seperti sekarang. Kami semua menikah dan berhubungan tanpa mengenal cinta, karena kami tidak ingin kelaparan."

Kalimat realistis itu membuat Mito menerima Hashirama. Lama-lama dia mencintai pria itu, seorang laki-laki yang pada awalnya tidak dipilih olehnya. Kebersamaan dan rasa aman berada di sisi Hashirama membuat Mito seakan-akan tidak butuh cinta.

Mito termenung sembari duduk bersimpuh, saat dia baru saja masuk ke ruang kerja suaminya yang dari tahun ke tahun tidak berubah. Arona asap rokok masih nempel meski ruangan itu sudah dibersihkan berapa kali, pun cerutu tua panjang pria itu kini teronggok di dalam lemari kaca. Kenangan-kenangan Hashirama berputar di dalam kepala Mito. Sampai detik ini pun dia tidak mampu mengeluarkan air matanya. Mito hanya tersenyum kecil saat sekilas dia melihat Hashirama berdiri di depannya sembari tersenyum. Pada waktu itu pula, dia menyerah untuk menjadi wanita tangguh.

"Anko."

"Ya, Nyonya."

"Kalau Hashirama masih hidup, apakah dia akan memarahiku lagi?"

Anko membisu.

"Satu-satunya yang aku miliki saat ini adalah cucuku, tetapi dari dulu aku tidak pernah bisa dekat dengannya. Aku selalu mengingatkan anak itu pada pondasi-pondasi keluarga kami," Mito menggeleng kecil, masih memandang cerutu suaminya. "Pantas, dia tidak mendengarkan perintahku, karena aku bukan contoh yang baik."

"Nyonya—" Anko tidak berdaya, dan hanya duduk di samping sang nyonya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya memandangi punggung rapuh wanita tua itu, terlihat sedikit bergetar karena rasa rindu yang mungkin tidak bisa ditahan, atau dosa-dosa merayap di punggung itu. Namun bagi Anko, wanita itu sangat sedih, terlepas dari apa yang dirasakan olehnya.

"Pergilah tidur dulu Anko, aku masih ingin di sini."

"Nyonya, saya tidak mungkin meninggalkan Anda."

Mito membalikkan tubuhnya, dia meraih tangan Anko, lalu mengusap lembut seolah-olah mencari kekuatan dari tangan wanita itu yang hangat. Mito pun menitikkan air matanya, menatap Anko sendu dan terluka. "Aku hanya menyuruhmu tidur, bukan meninggalkanku, karena aku tahu, hanya kamu satu-satunya yang akan tetap berada di sisiku."

暗い雲 / Dark Cloud (Close Pre-Order!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang